Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Atas permintaan polisi, Chairul Huda menjadi saksi ahli dalam perkara dugaan pengeroyokan yang menyeret nama anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Herman Herry. Dimintai keterangan pada 26 November lalu, pakar hukum dari Universitas Muhammadiyah Jakarta itu diminta penyidik merekonstruksi unsur Pasal 170 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Penyidik juga meminta Chairul menganalisis keterangan sepuluh saksi peristiwa pengeroyokan Ronny Yuniarto Kosasih dan istrinya di Jalan Arteri, Jakarta Selatan, 10 Juni tahun lalu. “Penyidik menanyakan mengenai teori hukum pidana dan alat bukti. Lalu teori itu dikaitkan dengan kasus kekerasan di tempat umum,” kata Chairul, Rabu pekan lalu.
Kepada penyidik, Chairul mengatakan ia menjelaskan unsur pidana dalam pasal 170 dan tindakan pidana apa saja yang masuk kategori tersebut. Pasal ini mengatur ancaman hukuman kurungan maksimal 9 tahun penjara bagi setiap orang yang melakukan tindakan kekerasan terhadap orang lain sehingga menyebabkan luka berat. Menurut Chairul, peristiwa pengeroyokan Ronny oleh orang yang diduga Herman Herry sudah memenuhi unsur pidana. “Unsur pidananya ada, dilakukan bersama-sama dan di tempat umum,” ujarnya.
Peristiwa pengeroyokan itu terjadi pada Ahad malam menjelang Idul Fitri tahun lalu. Ketika itu Ronny, warga Tanah Kusir, Jakarta Selatan, pulang ke rumahnya setelah mengadakan buka puasa di Senayan City, Jakarta Selatan. Ia bersama istri, Iris Ayuningtyas; dua anaknya yang berusia 3 dan 10 tahun; serta pembantunya, Ema Sartika, menggunakan mobil Honda CR-V dengan nomor polisi B-12-RIS.
Dari Senayan, mereka melewati Jalan Arteri. Setelah melintasi underpass di depan Mal Gandaria City, Kebayoran Lama, mobil Ronny memasuki busway. Di depan showroom mobil Pondok Indah, dua polisi lalu lintas menghentikannya. Polisi pun menilang Ronny.
Ronny memprotes tindakan polisi karena mobil Rolls-Royce hitam dengan nomor polisi B-88-NTT yang tepat di belakang mobilnya tidak ikut ditilang. “Kenapa mobil ini tidak ditindak, Pak?” ucapnya kepada polisi lalu lintas ketika itu. Polisi itu, menurut Ronny, lantas memberikan jawaban atas pertanyaannya, “Sudah, Pak, sama kawan saya di belakang.”
Ronny kesal atas jawaban itu karena ia sama sekali tidak melihat ada polisi yang menghampiri sopir Rolls-Royce tersebut. Ia lantas menanyakannya sekali lagi. Tidak berselang lama, seorang pria turun dari jok tengah sebelah kiri mobil Rolls-Royce. Tanpa basa-basi, pria itu memaki dan memukul Ronny dengan telapak tangan.
Sopir Rolls-Royce kemudian turun dan ikut memukuli Ronny. Dihantam pukulan dan tendangan, Ronny terjatuh. Tapi sopir dan pria itu tetap saja menginjak dan menendang Ronny silih berganti. Karena pengeroyokan itu, Ronny menderita lebam di muka, leher, perut, dan punggung. Istrinya, Iris, juga mengalami lebam di rahang, lengan kiri, dan kaki kiri karena berusaha melindungi Ronny dari pukulan kedua pria itu.
Menurut dokumen itu, keterangan kelimanya menguatkan bahwa Herman berada di lokasi dan ikut mengeroyok Ronny. Cara penyidik mengkonfirmasi keberadaan Herman dengan memperlihatkan lima foto tanpa identitas kepada mereka.
Belakangan, Ronny mengetahui pelaku pengeroyokan itu diduga Herman Herry. Ia lantas melaporkan Herman ke Kepolisian Resor Metro Jakarta Selatan, lalu penyidikan dilimpahkan ke Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya. Menerima laporan ini, penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum menggeber penyidikan dengan memeriksa sepuluh saksi.
Dari keterangan saksi yang diperiksa, menurut dokumen yang diperoleh Tempo, lima orang menguatkan keterlibatan Herman Herry. Kelima saksi itu adalah Ronny; dua polisi lalu lintas yang menilang Ronny berpangkat ajun inspektur satu dan brigadir; serta dua petugas satuan pengamanan kawasan pertokoan di Jalan Sultan Iskandar Muda, Jakarta Selatan.
Menurut dokumen itu, keterangan kelimanya menguatkan bahwa Herman berada di lokasi dan ikut mengeroyok Ronny. Cara penyidik mengkonfirmasi keberadaan Herman dengan memperlihatkan lima foto tanpa identitas kepada mereka.
Tempo mengetahui lima orang dalam foto itu. Foto pertama adalah Herman Herry, foto kedua sopir Herman, foto ketiga adalah Ronny, foto keempat Iris, dan foto kelima adalah Yudi Adranacus. Saat penyidik memperlihatkan kelima foto itu, saksi-saksi menunjuk orang dalam foto pertama, yang tak lain Herman Herry, berada di lokasi kejadian dan ikut memukul Ronny.
Kepada Tempo, salah seorang petugas satuan pengamanan membenarkan pernah diperiksa polisi dua kali untuk kasus pengeroyokan Ronny. Untuk alasan keamanan, ia meminta namanya tak disebut. Ia tak bersedia menceritakan kembali kejadian itu. “Silakan tanya saja ke polisi, Mas,” katanya, Kamis pekan lalu.
Hanya satu saksi yang membantah peran Herman dalam pengeroyokan tersebut, yaitu Yudi Adranacus, adik kandung Herman. Empat orang lainnya mengaku tidak ingat persis kejadian tersebut. Kepada penyidik, Yudi mengatakan ia memakai Rolls-Royce itu saat kejadian. Ia meminjam mobil itu kepada PT Satria Mega Kencana, perusahaan kontraktor milik keluarganya, yang menjadi pemilik mobil. Di perusahaan itu, Herman adalah komisaris utama dan Yudi sempat menjabat direktur.
Lalu ia bersama Pardan, sopirnya, pergi ke beberapa tempat, di antaranya melintasi Jalan Arteri Pondok Indah. Saat itulah terjadi pengeroyokan terhadap Ronny. Yudi menunjuk Pardan sebagai pelakunya. “Pak Pardan yang saling pukul,” ujar Yudi kepada penyidik polisi. Ia juga membantah jika Herman disebut berada di lokasi saat kejadian.
Kesaksian yang bertentangan ini yang ditanyakan polisi kepada Chairul Huda. Sesuai dengan dokumen yang diperoleh Tempo, Chairul menegaskan bahwa kesaksian polisi dan anggota satpam tersebut lebih kuat nilai pembuktiannya dibanding kesaksian Yudi. “Hal ini dikarenakan Yudi Adranacus adalah adik kandung terlapor Herman Herry, sehingga boleh jadi akan lebih menguntungkan kakaknya,” kata Chairul dalam dokumen tersebut.
Setelah mempelajari keterangan ahli dan barang bukti, Chairul menyimpulkan Herman Herry dapat disangka melakukan pidana sesuai dengan pasal 170. “Berdasarkan uraian di atas, perbuatan Herman Herry bersama-sama orang yang berada di dalam mobil sedan Rolls-Royce B-88-NTT dapat dipandang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sebagaimana dimaksud Pasal 170 ayat 1 juncto Pasal 170 ayat 1 angka 1 KUHP,” ucapnya.
Saat dimintai konfirmasi ihwal keterangannya itu, Chairul meminta Tempo bertanya kepada penyidik. “Tanya ke penyidik saja,” ujar Chairul. Herman Herry tak bersedia menanggapinya. “Kalau Tempo mau goreng lagi, ya silakan, saya no comment,” kata anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan asal Nusa Tenggara Timur ini.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Royce Harry Langie tak bersedia menjawab konfirmasi Tempo. “Tanya Pak Argo saja, Mas,” katanya. Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Raden Prabowo Argo Yuwono mengatakan belum mendapat informasi dari penyidiknya. “Kami komunikasikan dulu dengan penyidik,” ujar Argo. Ia juga mengatakan belum ada kemajuan penyidikan perkara tersebut.
Pengacara Ronny, Yanuar Bagus Sasmito, mengatakan Herman Herry seharusnya sudah dipanggil untuk dimintai keterangan. Sejauh ini, polisi belum memanggil Herman. “Kasusnya sudah enam bulan lebih, tapi belum ada kemajuan,” katanya.
RUSMAN PARAQBUEQ, LINDRA TRIANITA
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo