Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Untuk ke sekian kalinya kasus dugaan korupsi terungkap dalam beberapa waktu terakhir. Teranyar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berhasil membongkar dugaan rasuah di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Diduga terdapat indikasi penerimaan hadiah atau janji dalam pengadaan barang dan jasa di tahun anggaran (TA) 2024-2025. Para terduga pelaku adalah sejumlah pejabat di Dinas PUPR OKU dan sejumlah anggota DPRD OKU serta beberapa orang pihak swasta. KPK telah melakukan operasi tangkap tangan atau OTT pada Sabtu, 15 Maret 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Total ada delapan orang yang dijaring. Mereka adalah NOP (Kepala Dinas PUPR OKU) beserta tiga orang ASN di lingkungan dinas setempat dan tiga anggota DPRD OKU yaitu FJ, MFR, dan UM, serta seorang kontraktor. Mereka diangkut via darat menuju Palembang sebelum kemudian diterbangkan ke Jakarta.
“Ya, tadi malam sekitar pukul 22.30 WIB mereka langsung dibawa tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke Palembang untuk selanjutnya diterbangkan ke Jakarta,” kata Kapolres Ogan Komering Ulu AKBP Imam Zamroni di Baturaja, Minggu, 16 Maret 2025, seperti dilansir dari Antara.
KPK lalu menetapkan enam orang tersangka, yaitu FJ, MFR, UM, dan NOP, serta MFZ dan ASS selaku pihak swasta. Para tersangka ditahan untuk 20 hari pertama terhitung mulai 16 Maret hingga 4 April 2025. Tersangka FJ, MFR, dan UM ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) KPK gedung C1, sedangkan tersangka NOP, MFZ, dan ASS di Rutan KPK gedung Merah Putih.
Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan, dari delapan yang ditangkap hanya enam yang memenuhi unsur pidana, sehingga sisanya dipulangkan lagi. “Dua lagi karena hasil fakta-fakta perbuatannya masih belum cukup bukti, maka yang bersangkutan sudah kami pulangkan,” kata Asep.
Modus operandi dugaan korupsi di lingkungan Dinas PUPR OKU
Ketua KPK Setyo Budiyanto dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Ahad, 16 Maret 2025 mengungkapkan bagaimana modus operandi dugaan korupsi di lingkungan Dinas PUPR OKU tersebut. Dalam konstruksi perkaranya, kasus bermula pada Januari 2025 saat dilakukan pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) OKU 2025.
Pada pembahasan itu perwakilan dari DPRD meminta jatah pokok pikiran atau pokir sebagai imbalan agar pembahasan RAPBD OKU 2025 disahkan. Setyo mengatakan, jatah pokir tersebut lalu diubah menjadi proyek fisik di Dinas PUPR senilai total Rp 40 miliar, dengan pembagian nilai proyek untuk Ketua dan Wakil Ketua DPRD Rp 5 miliar, sementara anggota Rp 1 miliar.
“Jadi agar RAPBD 2025 dapat disahkan perwakilan DPRD menemui Pemda dan meminta jatah pokir,” kata Setyo.
Karena keterbatasan anggaran, nilai tersebut turun menjadi Rp35 miliar dengan fee untuk “jatah” anggota DPRD sebesar 20 persen atau senilai Rp7 miliar. Namun saat APBD TA 2025 disetujui, anggaran Dinas PUPR naik menjadi Rp96 miliar. Seorang bernama N kemudian mengondisikan “jatah” untuk anggota DPRD tersebut pada 9 proyek yang pengadaannya melalui e-katalog.
N menawarkan proyek itu kepada MFZ dan ASS dengan komitmen fee sebesar 22 persen, yaitu 2 persen untuk Dinas PUPR dan 20 persen untuk DPRD. Menjelang Hari Raya Idul Fitri, pihak DPRD yang diwakili oleh FJ, MFR, dan UM menagih “jatah” proyek kepada N. MFZ lalu mengurus pencairan uang muka atas beberapa proyek tersebut.
MFZ kemudian menyerahkannya kepada N sebesar Rp2,2 miliar, yang dititipkan kepada A. Selain itu, pada awal Maret 2025, ASS juga diduga menyerahkan uang sebesar Rp1,5 miliar kepada N. Pada 15 Maret, tim KPK mendatangi rumah N dan A dengan menemukan serta mengamankan uang sebesar Rp2,6 miliar, yang merupakan uang “jatah” untuk DPRD yang diberikan oleh MFZ dan ASS.
Tim KPK juga mengamankan MFZ, ASS, FJ, MFR, dan UM di rumahnya masing-masing, serta pihak lainnya, yaitu A dan S. KPK menyita barang bukti berupa 1 unit kendaraan roda 4, dokumen, beberapa alat komunikasi, serta barang bukti elektronik (BBE) lainnya. Para pihak kemudian dimintakan keterangan di Polres Baturaja OKU dan Polda Sumatera Selatan, kemudian pada 16 Maret 2025 dibawa ke KPK.
Atas perbuatannya, tersangka FJ, MFR, UM, dan NOP diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b dan Pasal 12 huruf f dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Sementara MFZ dan ASS diduga melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b UU Tipikor.
Ade Ridwan Yandwiputra dan Yuni Rohmawati berkontribusi dalam penulisan artikel ini.