Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johanis Tanak mengatakan efisiensi anggaran adalah hal yang biasa. Anggaran KPK, misalnya, berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang bersumber dari pajak, sementara pendapatan pajak saat ini tidak mencukupi, sehingga terjadi defisit.
"Kebutuhan besar, anggaran kecil kalau begitu apa? Buat kebijakan pengetatan penggunaan anggaran dan itu hal biasa dalam sistem pemerintahan," kata Johanis Tanak saat ditemui Tempo di kantornya, Jakarta Selatan, pada Selasa, 11 Februari 202.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perihal efisiensi anggaran tersebut, Johanis mengatakan implikasinya tidak begitu berdampak buruk pada kerja KPK, baik penindakan maupun pencegahan. Pasalnya, kebijakan serupa juga pernah terjadi, ketika ada larangan menggelar kegiatan di hotel karena negara sedang kesulitan keuangan. Namun ketika keuangan negara mulai normal, anggaran KPK dikembalikan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Johanis menilai efisiensi anggaran ini hanya menjadi suatu kebijakan supaya roda pemerintahan dapat berjalan sebagaimana diharapkan. Namun dia tak menampik, efisiensi anggaran ini memengaruhi kerja penyidik KPK. "Sebenarnya dibilang pengaruh, pengaruh, dibilang tidak, tidak. Tergantung dari cara kita melihat saja," ujarnya.
Untuk supervisi aparat penegak hukum di Nusa Tenggara Timur (NTT), idealnya KPK datang ke daerah. Karena anggaran tidak ada, supervisi cukup dilakukan dengan video conference. Kebijakan seperti ini, kata Johanis, diambil untuk memenuhi kebijakan pemerintah mengenai efisiensi penggunaan anggaran.
Berbeda dengan supervisi, penyidik KPK tetap harus ke lokasi bila ada kasus korupsi di daerah. Penyidik harus datang ke lokasi untuk menangkap dan membawa para tersangka ke Jakarta. "Enggak bisa efisien kan kalau tidak didatangi ke sana atau tidak dibawa ke sini tidak efektif jalannya pelaksanaan tugas," ujarnya.
Dalam situasi saat ini, Johanis mengatakan pimpinan KPK harus bijak dan melihat langkah apa yang harus diambil.
Sebelumnya, Wakil KPK Agus Joko Pramono mengungkapkan, komisi antirasuah terkena pemangkasan anggaran Rp 201 miliar. Sebelumnya, pagu anggaran KPK tahun ini Rp 1.237.441.326.000. Dari total anggaran tersebut, sebanyak Rp 790,71 miliar dialokasikan untuk belanja pegawai. Sebanyak Rp 428,01 miliar untuk belanja barang dan Rp 18,72 miliar untuk belanja modal.
Setelah terkena pemangkasan, alokasi belanja pegawai KPK tetap sebesar Rp 790,71 miliar. Namun, belanja barang turun 45 persen menjadi Rp 233,91 miliar dan belanja modal turun 37 persen menjadi Rp 11,82 miliar. Penurunan terbesar terjadi pada belanja barang yaitu Rp 194,1 miliar dan belanja modal Rp 6,9 miliar. Di dalam efisiensi ini, sudah terdapat efisiensi dalam konteks perjalanan dinas sebesar Rp 50 persen, yaitu Rp 61,51 miliar.
Annisa Febiola turut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Fakta-Fakta Penggeledahan Rumah Sekdes Kohod Ujang Karta