Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Eks Ketua Dewan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang (UIN Malang) berinisial IPF telah dilaporkan ke Polresta Malang atas dugaan kekerasan seksual. IPF diduga melakukan kekerasan seksual berupa pemerkosaan terhadap salah satu mahasiswa Universitas Brawijaya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Kuasa hukum korban, Tri Eva Oktaviani, mengatakan pihaknya mendorong Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual diterapkan dalam penanganan kasus ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Kami sampaikan kepada pihak Polresta Malang berharap Undang-Undang TPKS (Tindak Pidana Kekerasan Seksual) bisa masuk,” kata Eva saat dihubungi Tempo pada Rabu, 16 April 2025.
Eva menjelaskan alasannya mendorong penyidik agar menerapkan undang-undang tersebut dalam kasus ini bertujuan untuk untuk memastikan terpenuhinya hak-hak pemulihan psikososial dan restitusi bagi korban.
Dalam Pasal 30 ayat (1) undang-undang ini menjamin korban tindak pidana kekerasan seksual berhak mendapatkan restitusi atau Ganti rugi dan layanan pemulihan. Ayat selanjutnya menjelaskan restitusi yang dimaksud dapat berupa ganti rugi atas kehilangan kekayaan atau penghasilan, ganti rugi yang ditimbulkan akibat penderitaan yang berkaitan langsung sebagai akibat dari kekerasan seksual yang dialami, penggantian biaya perawatan medis dan/atau psikologis, serta ganti rugi lain yang diderita korban akibat tindak pidana kekerasan seksual.
Meski demikian, Eva masih belum bisa memastikan undang-undang mana yang akan dikenakan dalam kasus kekerasan seksual yang menimpa mahasiswa kampus biru itu. Sebab, Polresta Malang masih belum menunjuk penyidik yang akan menangani kasus kekerasan seksual tersebut.
"Kasusnya masih nunggu disposisi penunjukan penyidik, jadi belum menggunakan pasal berapa," kata dia.
Adapun, dugaan kekerasan seksual berupa pemerkosaan yang dilakukan IPF kepada seorang mahasiswa UB itu mencuat di media sosial X. Dalam sebuah unggahan video, seseorang yang diduga IPF meminta maaf dan mengakui telah melakukan kekerasan seksual terhadap korban.
“Saya mengaku bersalah telah melakukan pelecehan terhadap N (korban),” ujar laki-laki dalam video yang diunggah pada Sabtu, 12 April 2025.
Eva mengatakan peristiwa itu terjadi pada pekan kedua April 2025 di rumah kontrakan terduga pelaku. Kepada Eva, korban menuturkan tindakan pemerkosaan itu dilakukan saat dia tengah mengalami menstruasi.
“Kondisi kekerasan seksual fisik tu dilakukan pada saat korban ini masih haid,” ujar Eva.
PIhak UIN Malang telah mengeluarkan surat keputusan pemberhentian secara tidak hormat kepada IPF melalui Keputusan Rektor Nomor 684 Tahun 2025. Keputusan itu ditandatangani oleh Rektor UIN Malang Zainuddin pada Senin, 14 April 2025.
“Menjatuhkan sanksi berat kepada mahasiswa dalam Diktum Kesatu berupa pemberhentian dengan tidak hormat sebagai mahasiswa, dengan cara tidak diberikan surat pindah dan transkrip nilai,” tulis surat tersebut.
Kendati demikian, diberhentikannya status mahasiswa IPF tidak berkaitan dengan dugaan kekerasan seksual yang dia lakukan. Staf Rektor UIN Malang, Jajang Ogi Wisono, berdalih dugaan kekerasan seksual tersebut telah didiskusikan secara internal antara IPF dan orang tuanya.
“Untuk kasus tersebut sudah didiskusikan dengan orang tua mahasiswa dan mahasiswa yang bersangkutan,” ujar Jajang saat dihubungi Tempo, Rabu, 16 April 2025.