Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Kulit Babi Kapten Samadi

Bekas Kasdim Bima, Kapten Samadi dijatuhi hukuman 20 th penjara dan dipecat dari dinas ABRI oleh mahkamah militer bali/ntb, ia terbukti melakukan subversi dengan meletakan kulit babi di dalam mesjid.

12 September 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BEKAS Kasdim Bima, Kapten Samadi masih sempat tertawa mendengar keputusan Mahkamah Militer Bali/NTB (Nusa Tenggara Barat). Hari itu ia dijatuhi hukuman 20 tahun penjara, selain dipecat dari dinas ABRI dan dicabut haknya untuk menjadi anggota ABRI. Ia dinyatakan, terbukti melakukan subversi, dengan perbuatan meletakkan kulit babi di dalam masjid, sehingga terjadi bentrokan antarumat beragama di Bima, NTB. September 1979 lalu jabatan Dandim Bima lowong. Karena itu Kapendam XVI Udayana, Mayor E. Permana yang dicalonkan menduduki kursi itu, diangkat sebagai penjabat Dandim. Samadi yang menjabat Kasdim, tidak begitu senang dengan pengangkatan Permana. Sebab ia juga berambisi untuk menduduki kursi teratas di Kodim Bima itu. Menurut tuduhan Oditur Letkol CKH Yudha Langkat SH, Samadi mengatur siasat untuk menjatuhkan Permanadari jabatannya sebagai penjabat Dandim. Caranya: menimbulkan pertentangan antarumat beragama atau yang dikenal dengan "SARA", agar Mayor Permana dinilai gagal mengamankan wilayahnya. Untuk melancarkan niatnya, Samadi menyuruh anak buahnya, Prada Dahlan Baharuddin mencari kulit babi. Dahlan berhasil memperolehnya melalui rekannya Pratu Petrus W. Maka, malam Jumat, 27 September 1979, Samadi membawa kulit babi itu ke Masjid Al Hikmah Bima, dengan membonceng motor dinas Dahlan Baharuddin. Moses Sekitar pukul 02.30 malam, Samadi memasuki masjid yang sedang kosong itu. Ia berkerudung dan menggendong ransel yang di dalamnya berisi kulit babi. Kulit berukuran 45 x 30 cm itu terbungkus plastik, diletakkan Samadi di samping mimbar, tempat khatib berkhotbah. Apa yang diharapkan Samadi memang terjadi keesokan harinya. Persis pada shalat Jumat, Usman Abdullah yang akan bertindak menjadi khatib menemukan bungkusan kulit babi itu. Saat itu juga umat Islam di masjid itu geger dan dengan cepat menjalar ke seluruh kota. Emosi massa tidak terkendalikan lagi, beberapa tempat ibadah umat beragama lainnya menjadi sasaran penghancuran. Guna menutupi perbuatannya, Samadi menangkap seorang karyawan sipil di Kantor Polisi Bima, bernama Moses. Pegawai kecil itu dituduhnya meletakkan kulit babi di Masjid Al Hikmah. Menurut Moses di persidangan, selama tiga bulan ia disiksa dan ditahan di ruang kerja Samadi agar mengakui perbuatan yang. tidak dilakukannya. Bersama Moses juga ditahan dua orang bocah cilik, A. Wahab Ismail, 10 tahun dan Saleh Achmad, 6 tahun. Kedua anak itu dipaksa mengaku melihat Moses meletakkan kulit babi itu. Namun semua usaha Samadi gagal. Perbuatannya akhirnya terungkap. Kesaksian Moses, maupun kedua anak kecil tadi, memberatkan Samadi. Majelis Hakim yang dipimpin Lekol CKH Kusbani- menilai, perbuatan Samadi dapat merusak dan merongrong kekuasaan dan kewibawaan negara atau pemerintah. Lebih dari itu, Samadi dibuktikan hakim, telah menimbulkan rasa permusuhan, perpecahan, kekacauan dan keguncangan di dalam masyarakat. Seperti juga Oditur, Letkol Yudha Langkat, hakim yakin Samadi terbukti melakukan subversi. Guru SLTA Sebelumnya Oditur menuntut hukuman penjara seumur hidup. Namun di sidang terakhir 31 Agustus lalu, hakim memberikan sedikit keringanan: 20 tahun penjara, potong tahanan. Samadi yang dilahirkan di Ambarawa, Jawa Tengah, 43 tahun yang lalu, di persidangan membantah semua keterangan saksi-saksi. "Tidak semua keterangan itu benar, " tegasnya. Ia menyangkal perbuatannya, dan sambil tertawa menyatakan banding atas putusan hakim. Perwira berbadan kurus itu, sebelumnya orang yang cukup disegani di Bima. Selain di bidang militer, ia juga seorang guru SLTA di Bima. Tahun 1972 ia pernah menduduki jabatan Ketua DPRD Kabupaten Bima. Semula Samadi beragama Kristen Katolik, dengan nama baptis Yohanes Berth. Nama itu kemudian diuangnya, setelah ia mempersunting gadis Bima dan mengikuti agama istrinya, Islam. Ia memulai karir militernya sebagai wajib militer tahun 1965. Tetapi keperwiraannya diragukan salah seorang hakim yang mengadilinya. Sebab, tidak satu pun tanda jasa yang dimilikinya walau sudah berdinas 16 tahun. "Seharusnya seorang anggota militer dalam delapan tahun sudah memiliki bintang jasa," ujar hakim itu. Di Mahkamah Militer juga terungkap, Samadi pernah tidak lulus ujian psikotes untuk melanjutkan dinas wajib militer, Berarti seharusnya ia sudah gugur sebagai anggota militer. Tetapi menurut sumber TEMPO di Bima, Samadi berhasil aktif terus di ABRI, berkat permainan seorang pejabat di Kodam XVI, Udayana. Karena itu, mungkin masih akan ada buntut perkara ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus