BEKAS Kasdim Bima, Kapten Samadi masih sempat tertawa mendengar
keputusan Mahkamah Militer Bali/NTB (Nusa Tenggara Barat). Hari
itu ia dijatuhi hukuman 20 tahun penjara, selain dipecat dari
dinas ABRI dan dicabut haknya untuk menjadi anggota ABRI. Ia
dinyatakan, terbukti melakukan subversi, dengan perbuatan
meletakkan kulit babi di dalam masjid, sehingga terjadi
bentrokan antarumat beragama di Bima, NTB.
September 1979 lalu jabatan Dandim Bima lowong. Karena itu
Kapendam XVI Udayana, Mayor E. Permana yang dicalonkan menduduki
kursi itu, diangkat sebagai penjabat Dandim. Samadi yang
menjabat Kasdim, tidak begitu senang dengan pengangkatan
Permana. Sebab ia juga berambisi untuk menduduki kursi teratas
di Kodim Bima itu.
Menurut tuduhan Oditur Letkol CKH Yudha Langkat SH, Samadi
mengatur siasat untuk menjatuhkan Permanadari jabatannya sebagai
penjabat Dandim. Caranya: menimbulkan pertentangan antarumat
beragama atau yang dikenal dengan "SARA", agar Mayor Permana
dinilai gagal mengamankan wilayahnya.
Untuk melancarkan niatnya, Samadi menyuruh anak buahnya, Prada
Dahlan Baharuddin mencari kulit babi. Dahlan berhasil
memperolehnya melalui rekannya Pratu Petrus W. Maka, malam
Jumat, 27 September 1979, Samadi membawa kulit babi itu ke
Masjid Al Hikmah Bima, dengan membonceng motor dinas Dahlan
Baharuddin.
Moses
Sekitar pukul 02.30 malam, Samadi memasuki masjid yang sedang
kosong itu. Ia berkerudung dan menggendong ransel yang di
dalamnya berisi kulit babi. Kulit berukuran 45 x 30 cm itu
terbungkus plastik, diletakkan Samadi di samping mimbar, tempat
khatib berkhotbah.
Apa yang diharapkan Samadi memang terjadi keesokan harinya.
Persis pada shalat Jumat, Usman Abdullah yang akan bertindak
menjadi khatib menemukan bungkusan kulit babi itu. Saat itu juga
umat Islam di masjid itu geger dan dengan cepat menjalar ke
seluruh kota. Emosi massa tidak terkendalikan lagi, beberapa
tempat ibadah umat beragama lainnya menjadi sasaran
penghancuran.
Guna menutupi perbuatannya, Samadi menangkap seorang karyawan
sipil di Kantor Polisi Bima, bernama Moses. Pegawai kecil itu
dituduhnya meletakkan kulit babi di Masjid Al Hikmah. Menurut
Moses di persidangan, selama tiga bulan ia disiksa dan ditahan
di ruang kerja Samadi agar mengakui perbuatan yang. tidak
dilakukannya. Bersama Moses juga ditahan dua orang bocah cilik,
A. Wahab Ismail, 10 tahun dan Saleh Achmad, 6 tahun. Kedua anak
itu dipaksa mengaku melihat Moses meletakkan kulit babi itu.
Namun semua usaha Samadi gagal. Perbuatannya akhirnya terungkap.
Kesaksian Moses, maupun kedua anak kecil tadi, memberatkan
Samadi. Majelis Hakim yang dipimpin Lekol CKH Kusbani- menilai,
perbuatan Samadi dapat merusak dan merongrong kekuasaan dan
kewibawaan negara atau pemerintah. Lebih dari itu, Samadi
dibuktikan hakim, telah menimbulkan rasa permusuhan, perpecahan,
kekacauan dan keguncangan di dalam masyarakat. Seperti juga
Oditur, Letkol Yudha Langkat, hakim yakin Samadi terbukti
melakukan subversi.
Guru SLTA
Sebelumnya Oditur menuntut hukuman penjara seumur hidup. Namun
di sidang terakhir 31 Agustus lalu, hakim memberikan sedikit
keringanan: 20 tahun penjara, potong tahanan.
Samadi yang dilahirkan di Ambarawa, Jawa Tengah, 43 tahun yang
lalu, di persidangan membantah semua keterangan saksi-saksi.
"Tidak semua keterangan itu benar, " tegasnya. Ia menyangkal
perbuatannya, dan sambil tertawa menyatakan banding atas putusan
hakim.
Perwira berbadan kurus itu, sebelumnya orang yang cukup disegani
di Bima. Selain di bidang militer, ia juga seorang guru SLTA di
Bima. Tahun 1972 ia pernah menduduki jabatan Ketua DPRD
Kabupaten Bima.
Semula Samadi beragama Kristen Katolik, dengan nama baptis
Yohanes Berth. Nama itu kemudian diuangnya, setelah ia
mempersunting gadis Bima dan mengikuti agama istrinya, Islam.
Ia memulai karir militernya sebagai wajib militer tahun 1965.
Tetapi keperwiraannya diragukan salah seorang hakim yang
mengadilinya. Sebab, tidak satu pun tanda jasa yang dimilikinya
walau sudah berdinas 16 tahun. "Seharusnya seorang anggota
militer dalam delapan tahun sudah memiliki bintang jasa," ujar
hakim itu.
Di Mahkamah Militer juga terungkap, Samadi pernah tidak lulus
ujian psikotes untuk melanjutkan dinas wajib militer, Berarti
seharusnya ia sudah gugur sebagai anggota militer. Tetapi
menurut sumber TEMPO di Bima, Samadi berhasil aktif terus di
ABRI, berkat permainan seorang pejabat di Kodam XVI, Udayana.
Karena itu, mungkin masih akan ada buntut perkara ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini