Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Hukum

LBH Sebut Pembentukan RUU Kesehatan Tidak Transparan dan Tidak Partisipatif Karena Metode Omnibus Law

Pendekatan Omnibus Law dalam pembentukan RUU Kesehatan dinilai membuat prosesnya tak transparan dan tak partisipatif.

9 Desember 2022 | 16.07 WIB

Sejumlah tenaga kesehatan dari berbagai organisasi kesehatan membentangkan spanduk saat menggelar aksi di depan Gedung DPR RI, Jakarta, Senin, 28 November 2022. Dalam aksi tersebut mereka menolak RUU Kesehatan Omnibus Law yang saat ini masuk dalam Prolegnas prioritas. TEMPO/M Taufan Rengganis
material-symbols:fullscreenPerbesar
Sejumlah tenaga kesehatan dari berbagai organisasi kesehatan membentangkan spanduk saat menggelar aksi di depan Gedung DPR RI, Jakarta, Senin, 28 November 2022. Dalam aksi tersebut mereka menolak RUU Kesehatan Omnibus Law yang saat ini masuk dalam Prolegnas prioritas. TEMPO/M Taufan Rengganis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mendesak Presiden Jokowi dan DPR RI untuk tidak melanjutkan pembentukan RUU Kesehatan jika tak melibatkan berbagai pemangku kepentingan. Mereka menilai penggunaan metode Omnibus Law dalam pembentukan undang-undang ini berpotensi melanggengkan praktik pembentukan perundang-undangan buruk yang tidak transparan dan tidak partisipatif.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Pengacara Publik LBH Jakarta Jihan Fauziah Hamdi dalam keterangannya menilai bahwa proses legislasi dalam pembentukan RUU Kesehatan minim partisipasi dari kelompok profesi di bidang kesehatan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Draf RUU Kesehatan yang sudah diposting pada website DPR RI ternyata belum melibatkan organisasi profesi (OP) secara menyeluruh diantaranya IDI (Ikatan Dokter Indonesia), PDGI (Persatuan Dokter Gigi Indonesia), PPNI (Persatuan Perawat Nasional Indonesia), IBI (Ikatan Bidan Indonesia), dan IAI (Ikatan Apoteker Indonesia)," ujarnya dalam pernyataan tertulis yang diterima Tempo, Jumat, 9 Desember 2022.

Pola yang mirip dengan UU Cipta Kerja dan RUU Sisdiknas

Jihan menilai pola ini sangat mirip dengan apa yang terjadi pada UU Cipta Kerja dan RUU Sisdiknas yang juga disusun dengan metode Omnibus Law. Tanpa ada keterbukaan, menurut dia, publik akan kesulitan untuk berpartisipasi dalam proses pembentukan undang-undang. Padahal, menurut dia, itu merupakan asas paling penting dalam pembentukan perundang-undangan.

Menurutnya, DPR RI seharusnya membuka ruang pembahasan seluas-luasnya agar masyarakat dapat berpartisipasi secara aktif. Hal itu, penting agar pembentukan RUU Kesehatan dapat menjawab masalah kesehatan di Indonesia tanpa terkecuali.

Sejumlah pasal bermasalah dalam draft RUU Kesehatan

Jihan menyatakan, berdasarkan draf yang beredar, rancangan undang-undang itu memuat substansi yang bermasalah. Misalnya soal kewenangan besar dan tidak terkontrol (Super-body) pada pemerintah dalam mengatur profesi kesehatan.

"Dari perbincangan publik yang berkembang, salah satunya menyoal diambilnya beberapa kewenangan OP (Organisasi Profesi, seperti IDI, IAI, dsb) dan dialihkan ke Menteri Kesehatan sehingga memarjinalkan peranan OP," ujarnya.

Hal itu dapat melemahkan posisi tawar OP terhadap pemerintah dalam hal penentuan kebijakan terkait kesehatan. Menurutnya, tidak ada urgensi yang jelas dalam rencana pembentukan Omnibus Law Kesehatan dalam upaya menjawab permasalahan kesehatan.

"Alih-alih menyelesaikan sengkarut masalah kesehatan di Indonesia, pemerintah justru membentuk suatu aturan yang tidak menjawab kebutuhan masyarakat," tuturnya.

Tuntutan LBH Jakarta

Oleh karena itu, berdasarkan hal-hal di atas, LBH Jakarta mendesak:

1. Presiden RI Joko Widodo dan DPR RI berhenti melakukan praktik buruk pembentukan perundang-undangan yang tertutup, tidak partisipatif, dan tidak berpihak (otokratik) pada perlindungan dan pemenuhan HAM warga yang merupakan bentuk pembangkangan terhadap kedaulatan rakyat dalam melaksanakan kehidupan berdemokrasi.

2. Presiden RI dan DPR RI untuk tidak melanjutkan proses penyusunan dan pembahasan RUU Kesehatan tanpa adanya proses yang transparan dan partisipatif sejak tahap perencanaan dan pembuatan naskah akademik sebagaimana diwajibkan Putusan MK dan UU P3;

3. Komisi IX DPR RI untuk memastikan proses perencanaan dan penyusunan RUU Kesehatan yang transparan dan partisipatif sebagaimana diwajibkan dalam Putusan MK dan UU P3.

Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Charles Honoris pada 28 November 2022 lalu  menyampaikan bahwa proses legislasi Omnibus Law RUU Kesehatan sedang dalam tahap penyusunan Naskah Akademik di Badan Legislasi (Baleg) DPR. Hal itu disampaikan Charles ketika menerima perwakilan organisasi profesi kesehatan yang berdemontrasi di depan Gedung DPR. Dia pun menyatakan siap mendengarkan aspirasi para pemangku kepentingan seperti tenaga kesehatan.

NESA AQILA

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus