ADA ahli waris yang menyebutnya Kapitan Djamin atau Jamin tuan
tanah dari kalangan pribumi asli. Tapi, adakah pribumi bisa
menguasai tanah seluas lebih 2,8 juta mÿFD berdasarkan Hak
Barat, seperti halnya eigendom verponding? Maka ada ahli waris
yang berani menyebutkan: Kapitan Djamin tak lain adalah Tan
Tjong Kit -- dari golongan Timur Asing.
Namun para pengaku ahli waris dari almarhum (meninggal 28 Juni
1851) semuanya kompak menyatakan: Djamin dahulu memiliki
sejumlah persil dan di antaranya adalah yang sekarang
dipersoalkan pemiliknya dengan Bata dan Jaya Realty.
Menurut riwayat -- yang tentunya masih harus diperiksa
kebenarannya lebih jauh -- Kapitan Djamin telah membuat beberapa
surat wasiat. Antara lain, mungkin yang terakhir, dibuat di
hadapan Notaris J.C. Meyer (1840). Naskahnya belum dapat dibaca.
Yang jelas, setelah Djamin meninggal diadakan perhitungan harta
peninggalan, yang dilaksanakan oleh pelaksana Koetak dan Otong.
Di situ diketahui saldo kekayaannya berupa uang. Juga diperoleh
catatan tentang tanah-tanahnya. Dari situ dapat diketahui
mana-mana yang masih milik Djamin. Dan dapat pula diketahui
tanah mana yang sudah dihibahkan. Yang sudah berpindah tangan
sebelum pemiliknya meninggal antara lain tanah yang kini
dipersoalkan ahli warisnya.
Bahwa tanah tersebut bukan lagi milik Djamin atau warisnya,
terbukti dengan adanya akta sewa menyewa antara penyewa Tjiong
Boe Tjoy kepada penyewa baru Said Oemar bin Djafar Alhadad, yang
dibuat di hadapan Nouris Adrian Hendrik van Ophuijsen (1929).
Beberapa tahun kemudian, 1938, NV Nederlandsch Indische
Schoendhandel Maatschappij Bata membeli tanah tersebut dari Tjio
Kim Tee Nio. Tapi, terkena peraturan (Undang-undang No.1/1958),
tanah Bata yang luasnya sekitar 90 hektar tersebut diambil
negara dengan ganti rugi "cuma-cuma".
Sebagian tanah, sekitar 30 hektar, kini menjadi Taman Makam
Pahlawan. Selebihnya, sekitar 62 hektar, dipakai oleh Bata
sebagai Hak Guna Bangunan (HGB) berdasarkan SK Menteri Agraria
(Juni 1963). Dan, belakangan, sebagian dari tanah itulah (39
hektar) berdasarkan persetujuan BKPM (Badan Koordinasi Penanaman
Modal) dijual kepada Jaya Realty (yang mendapat persetujuan
pula dari Gubernur DKI Jakarta).
Nah, setelah itu muncullah klain dari para ahli waris Kapitan
Djamin. Setidaknya ada tiga kelompok yang masing-masing
menyatakan ahli waris berdasarkan putusan pengadilan yang
berbeda-beda. Misalnya kelompok Abas bin Usman (terdiri dari 19
rumpun), diwakili Pengacara Suwardi, ditetapkan sebagai ahli
waris Kapitan Djamin oleh Pengadilan Negeri Jakarta
Barat-Selatan.
Sejak lima tahun yang lalu Suwardi, katanya, telah mengurus
tanah di Kalibata tersebut. Ditjen Agraria telah dimintainya
ganti rugi -- tak ada hasilnya. Kini, setelah tanah berpindah
tangan, Suwardi ganti menuntut Jaya Realty -- disertai ancaman
perkara akan diteruskan ke pengadilan bila tuntutan tak
dipenuhi. "Saya optimistis akan menang," katanya, "karena saya
punya bukti-bukti . . . "
21 rumpun yang kini diwakili Rizpa Nasution, katanya, malah
telah mengurusnya sejak tahun 40-an. Yang jadi pertanyaan Rizpa
ahli waris Djamin tak pernah menjual tanahnya kepada siapa pun
-- termasuk kepada Bata. Anehnya, katanya, Bata kok bisa
memilikinya dan bahkan belakangan menjualnya kepada Jaya Realty.
"Itu misterius," katanya. Itulah sebabnya ia membawa Wak Musa,
Asman dan lainlain ke DPR, setelah surat-suratnya kepada
Gubernur atau Wakilnya tak pernah dijawab.
Pihak Jaya Realty, seperti kata direkturnya, Samola, adalah
"pembeli beritikad baik", bersedia menghadapi tuntutan dari mana
pun. "Pokoknya kami telah membeli tanah secara benar dan dari
pemilik yang benar pula yang memiliki sertifikat," kata Samola.
Sedangkan pihak Bata, seperti dikatakan penasihat hukumnya,
cukup mengatakan "Yang mengatakan tak beres harus dapat
membuktikan . . . "
Sebab selama ini, mnurut Manajer Komersial Bata, F. Ayal, tak
pernah ada yang mempersoalkan. "Saya sudah 25 tahun bekerja di
Bata. Saya tidak pernah mendengar tuntutan ahli waris. Baru
belakangan ini, setelah ada transaksi dengan Jaya Realty, muncul
ahli waris," katanya sebagaimana dikutip Harian Sinar Harapan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini