Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Liku-liku Kalibata

Riwayat tanah di kalibata, jakarta yang disengketakan dan munculnya klaim dari para ahli waris kapitan djamin. timbul bantahan dari sepatu bata & pt jaya realty. (hk)

7 Maret 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ADA ahli waris yang menyebutnya Kapitan Djamin atau Jamin tuan tanah dari kalangan pribumi asli. Tapi, adakah pribumi bisa menguasai tanah seluas lebih 2,8 juta mÿFD berdasarkan Hak Barat, seperti halnya eigendom verponding? Maka ada ahli waris yang berani menyebutkan: Kapitan Djamin tak lain adalah Tan Tjong Kit -- dari golongan Timur Asing. Namun para pengaku ahli waris dari almarhum (meninggal 28 Juni 1851) semuanya kompak menyatakan: Djamin dahulu memiliki sejumlah persil dan di antaranya adalah yang sekarang dipersoalkan pemiliknya dengan Bata dan Jaya Realty. Menurut riwayat -- yang tentunya masih harus diperiksa kebenarannya lebih jauh -- Kapitan Djamin telah membuat beberapa surat wasiat. Antara lain, mungkin yang terakhir, dibuat di hadapan Notaris J.C. Meyer (1840). Naskahnya belum dapat dibaca. Yang jelas, setelah Djamin meninggal diadakan perhitungan harta peninggalan, yang dilaksanakan oleh pelaksana Koetak dan Otong. Di situ diketahui saldo kekayaannya berupa uang. Juga diperoleh catatan tentang tanah-tanahnya. Dari situ dapat diketahui mana-mana yang masih milik Djamin. Dan dapat pula diketahui tanah mana yang sudah dihibahkan. Yang sudah berpindah tangan sebelum pemiliknya meninggal antara lain tanah yang kini dipersoalkan ahli warisnya. Bahwa tanah tersebut bukan lagi milik Djamin atau warisnya, terbukti dengan adanya akta sewa menyewa antara penyewa Tjiong Boe Tjoy kepada penyewa baru Said Oemar bin Djafar Alhadad, yang dibuat di hadapan Nouris Adrian Hendrik van Ophuijsen (1929). Beberapa tahun kemudian, 1938, NV Nederlandsch Indische Schoendhandel Maatschappij Bata membeli tanah tersebut dari Tjio Kim Tee Nio. Tapi, terkena peraturan (Undang-undang No.1/1958), tanah Bata yang luasnya sekitar 90 hektar tersebut diambil negara dengan ganti rugi "cuma-cuma". Sebagian tanah, sekitar 30 hektar, kini menjadi Taman Makam Pahlawan. Selebihnya, sekitar 62 hektar, dipakai oleh Bata sebagai Hak Guna Bangunan (HGB) berdasarkan SK Menteri Agraria (Juni 1963). Dan, belakangan, sebagian dari tanah itulah (39 hektar) berdasarkan persetujuan BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) dijual kepada Jaya Realty (yang mendapat persetujuan pula dari Gubernur DKI Jakarta). Nah, setelah itu muncullah klain dari para ahli waris Kapitan Djamin. Setidaknya ada tiga kelompok yang masing-masing menyatakan ahli waris berdasarkan putusan pengadilan yang berbeda-beda. Misalnya kelompok Abas bin Usman (terdiri dari 19 rumpun), diwakili Pengacara Suwardi, ditetapkan sebagai ahli waris Kapitan Djamin oleh Pengadilan Negeri Jakarta Barat-Selatan. Sejak lima tahun yang lalu Suwardi, katanya, telah mengurus tanah di Kalibata tersebut. Ditjen Agraria telah dimintainya ganti rugi -- tak ada hasilnya. Kini, setelah tanah berpindah tangan, Suwardi ganti menuntut Jaya Realty -- disertai ancaman perkara akan diteruskan ke pengadilan bila tuntutan tak dipenuhi. "Saya optimistis akan menang," katanya, "karena saya punya bukti-bukti . . . " 21 rumpun yang kini diwakili Rizpa Nasution, katanya, malah telah mengurusnya sejak tahun 40-an. Yang jadi pertanyaan Rizpa ahli waris Djamin tak pernah menjual tanahnya kepada siapa pun -- termasuk kepada Bata. Anehnya, katanya, Bata kok bisa memilikinya dan bahkan belakangan menjualnya kepada Jaya Realty. "Itu misterius," katanya. Itulah sebabnya ia membawa Wak Musa, Asman dan lainlain ke DPR, setelah surat-suratnya kepada Gubernur atau Wakilnya tak pernah dijawab. Pihak Jaya Realty, seperti kata direkturnya, Samola, adalah "pembeli beritikad baik", bersedia menghadapi tuntutan dari mana pun. "Pokoknya kami telah membeli tanah secara benar dan dari pemilik yang benar pula yang memiliki sertifikat," kata Samola. Sedangkan pihak Bata, seperti dikatakan penasihat hukumnya, cukup mengatakan "Yang mengatakan tak beres harus dapat membuktikan . . . " Sebab selama ini, mnurut Manajer Komersial Bata, F. Ayal, tak pernah ada yang mempersoalkan. "Saya sudah 25 tahun bekerja di Bata. Saya tidak pernah mendengar tuntutan ahli waris. Baru belakangan ini, setelah ada transaksi dengan Jaya Realty, muncul ahli waris," katanya sebagaimana dikutip Harian Sinar Harapan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus