PENGADILAN Negeri JakartA PusaT, bulaN Agustus tahun lalu,
telah menghukum Pertamina agar membayar ganti rugi Rp 150 juta
-- ditambah membayar Rp 100 ribu setiap hari, jika lalai
memenuhi keputusan ini -- kepada seorang pengusaha pompa-bensin
di Bogor. Yang hampir ketiban rezeki itu bernama Hamzah,
penggugat, yang sebelumnya telah mendakwa Pertamina merampas
pompa-bensin miliknya Dan menyerahkannya secara sewenang-wenang
kepada pihak ketiga, Tji Pak Hwee (TEMPO, 15 Januari 1975).
Syukur bagi Pertamina, karena keputusan yang sedianya dapat
dilaksanakan lebih dulu, sementara pihaknya naik banding maupun
kasasi, oleh Pengadilan Tinggi diperintahkan unntuk
ditangguhkan hingga ada keputusan lain yang lebih pasti.
Keputusan pengadilan banding atau kasasi lebih lanjut masih
ditunggu hingga kini. Tapi belum lagi beres urusan gugatan yang
satu ini, seorang pengusaha pompa-bensin lain di Medan tengah
pula mengajukan gugatan ke pengadilan. Pokok tuduhannya hampir
sama dengan kasus Hamzah di atas. Kali ini Perusahaan
Pertambangan Minyak & Gas Bumi Negara itu dikalahkan agar
membayar ganti rugi sedikitnya Rp 225 juta.
Di Jalan Imam Bonjol, Medan, ada sebuah pompa-bcniu dengan
nomor urut SPBU 13111. Orang mengenal pompa-bensin ini milik
seorang pengusaha, veteran, bernama Makmun Al Rasjid. Pada
permulaan usahanya. Makmun ada hubungan dengan sebuah badan
usaha milik Kodam II/Bukit Barisan -- Bausah Dam II/BB. Sebagai
perorangan, tahun 1960, Makmun mendapatkan penunjukan sebagai
agen PT Stanvac Indonesia. Usahanya berada dalam badan hukum,
sebuah firma bernama Fa. Medan Station Servise. Tahun 1972
timbul persoalan antara Makmun dengan pihak Kodam Bukit Barisan.
Karena pompa-bensin milik Makmun ini ternyata berada dalam
daftar usaha milik Kodam yang harus 'diselamatkan' maka semua
urusan mengenai pompa-bensin SPBU 13111 diambil alih oleh
Kodam. Ketika Makmun sedang berurusan dengan Oditur Daerah
Militer II, mengenai pemilikan pompa-bensin itu, Pertamina
menyerahkan pengegolaannya secara resmi kepada Bausah Dam II/BB
pada 11 April 1972. Pihak Kodan harus mengakui: "Bahwa
pemeriksaan berbulan-bulan oleh Oditur , Militer atas perintah
Pangdam, tidak pernah menghasilkan suatu bukti bahwa, pompa
bensin itu menunjukkan milik Kodam. Begitu dinyatakan oleh
Makmun dalam suratnya kepada Presiden Suharto bulan Oktober lalu
-- dalam rangka pengaduan, tentu. Buktinya, urus punya urus:
bulan Mei berikutnya Pangdam, waktu itu Brigjen. Yasir
Hadihroto, dalam surat keputusanya menyatakan agar persoalan
pompa-bensin segera diselesaikan tanpa mengikuti hak
perorangan. Juga pada bulan Maret berikutnya, pihak Bausah Dam
II/BB sendiri membuat semacam surat perintah, agar pompa-bensin
itu dikembalikan saja kepada pemiliknya Makmun al Rasjid.
Namun ternyata surat-surat dari pejabat penting militer daerah
itu tak bisa jadi pegangan bagi Makmun. Lihat saja: pada bulan
Agustus berikutnya, Kodam mengirim surat yang isinya
menyatakan bahwa, penyelesaian pompa-bensin itu dikembalikan
kepada pihak Pertamina. Hal itu dinilai oleh Makmun, "tidak
saja bertentangan antara surat yang satu dengan yang lain,
pula pelaksanaannya tidak pernah berjalan sesuai menurut
isinya".
Silitonga
Persoalan Makmun ini terkatung-katung, menurut Makmun sendiri
"sudah 23 bulan." Selama itu pula, katanya kepada Presiden
Suharto pula, pihak Kodam telah memperdagangkan 30 ton bahan
bakar dan puluhan drum minyak pelumas milik Fa. Medan Service
Station. Kerugian Makmun katanya: "Waktu itu dapat menguntungkan
sekitar Rp 650 ribu sebulan". Kalau lebih diperinci lagi, inilah
kerugiannya tercemar nama baik, kehilangan matapencaharian,
pinjaman & bunga bank ketika firmanya masih berjalan tak
terbayar karena pompa-bensinnya diambil alih orang lain. Dan
terasa pahit juga, karena selama ini tagihan pajak masih
ditujukan ke alamatnya walaupun sudah dua tahun hasil
pompa-bensin diperas oleh orang lain. Persoalan memang tampak
tak kunjung selesai hingga pejabat militer setempat silih
bergantian. Ya sejak Pangdamnya Brigjen. Yasir Hadibroto
mengikuti Brigjen. Alex Prawira Atmadja hingga yang sekarang
menjabat Brigjen. Soekoco.
Dalam pada itu Pertamina punya kebijaksanaan sendiri. Kepada
Menteri Negara Penertiban Aparatur Negara -- karena instansi ini
juga dilapori oleh Makmun. Pertamina menjelaskan: persoalan
hanya berkisar antara Makmun dengan pihak Kodam II/BB. "Dan
apabila masih ada persoalan-persoalan perdata di antara kedua
belah pihak yang masih tinggal, kiranya kurang layak bagi
Pertamina untuk ikut-ikut memperkarakannya". Begitu penjelasan
Pertamina, bulan April tahun lalu, yang ditanda-tangani oleh
Direktur Perbekalan Dalam Negeri Drs. Joedo Sumbono.
Kelihatannya kepentingan segitiga ini tak bisa ketemu lagi:
pihak Kodam menyerahkan persoalannya kepada Pertamina (walaupun
pernah menganggap SPBU 13111 itu milik Makmun sementara
Pertamina menganggap tidak perlu mencampuri urusnl Makmun yang
hanya bersangkut-paut dengan Kodam. Dan tinggallah nasib Makmun
sendiri yang tak berketentuan. Apalagi oleh karena sengketa ini
tidak harus merugikan pengelolaan pompa bensin itu sendiri. Maka
seketika Pertamina menunjuk pihak ketiga, EH Silitonga,
menggantikan kedudukan Makmun. Begini alasannya: sejak 1 Maret
1974 Pertamina mengambil alih SPBU 13111 dan dilola sendiri.
Bagi Makmun hanya diberi kesempatan sebulan untuk segera
menyelesaikan persoalannya dengan pihak Kodam. Lewat dari waktu
itu, "maka Pertamina akan menunjuk pengusaha baru di luar kedua
belah pihak", demikian Joedo Sumbono kepada Menteri PAN. Makmun
membantah: ketentuan tenggang waktu sebulan bagi penyelesaian
sengketa itu tak berdasar sama sekali. Bahkan seandainya
Pertamina mau memberi tempo 10 bulan pun, "jika sebelumnya.
kepada saya dimintakan persetujuan, tidak akan terselesaikan",
kata Makmun. Sebab: surat-surat Kodam terdahulu, yang simpang
siur maksudnya. "cukup memberi kesan tidak ada keinginan untuk
menyelesaikannya", katanya. Dengan berdirinya Silitonga di
Sana, tentu, membuntukan usaha Makmun untuk memperoleh kembali
SPBU 13111-nya. Harapannya, kini, tinggal menunggu kata putus
dari Pengadilan Negeri di Medan saja.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini