Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Sudah bergelemak peak

2 orang jaksa dari kejaksaan negeri praya menahan 7 orang penggarap tanah. tanah itu sendiri dalam status sengketa antara amak menah dan haji yusup. kasusnya ditangani pengadilan negeri praya. (hk)

17 Januari 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MAKLUMLAH tanah, biar di dusun pun urusannya bisa bersuhu tinggi juga. Misalnya yang baru terjadi di Desa Kelebuh, Kecamatan Praya Barat, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat. Tanggal 19 Juli tahun lalu, suatu persetujuan jual beli tanah seluas dua hektar antara Amak Menah dan Haji Yusup sudah ditutup, dengan mengambil tempat di kantor kecamatan tersebut dan salah seorang saksinya adalah camat sendiri. Disetujui bahwa tanah seluas itu akan dibayar oleh Haji Yusup dengan padi sebanyak 14 ton. Siapa yang membayar bea administrasi, yang 1«% dari harga tidak dicantumkan dalam perjanjian, tapi menurut Yusup sudah disepakati bahwa Amaklah yang akan membayar. Ada pula klausul lain di luar perjanjian, tapi hanya disepakati bersama secara lisan, bahwa Amak setuju bila pembayaran diberikan kepada beberapa orang familinya yang terdekat, dalam bentuk padi pasti. Menurut Yusup kepada Pembantu TEMPO di Mataram ia telah melaksanakan kewajibannya dengan memberikan padi kepada Amak Tiram sebanyak 2% ton, Amak Bah 1,925 ton, Amak Menah 1,4 ton, Inak Ruminah 3 ton, Dim 5 kwintal, Amak Ira juga 5 kwintal dan Amak Sadirah 12 kwintal. Sisanya, katanya akan dilunasi selesai panen mendatang ini. Jadi sampai sini tak ada yang mencong dalam pelaksanaan kesepakatan itu. Tapi, tanpa diketahui fihak pembeli, Amak Menah telah menggadaikan tanah tersebut pada Sinarmin dan Amak Sadira. Alasannya adalah karena Haji Yusup belum melunasi pembayaran. Peristiwa ini memaksa Pengadilan Negeri Praya memberikan perhatiannya. Amak Menah, yang dalam usia 60 tahun itu ada dalam keadaan lumpuh, dimintai keterangan via Kepala Desa Kelebuh, Haji Husen. Dan petinggi desa inipun pergi menemui Menah di rumahnya yang 7 km dari kota Praya atau 37 km dari Mataram. Di pengadilan, ternyata surat-surat yang dimiliki petani tua itu cukup lengkap, kecuali satu: belum ada izin dari instansi agraria. Karena itu pengadilan kemudian merasa perlu mengeluarkan semacam perlindungan hukum sambil menantikan hasil pemeriksaan lebih lanjut. Dengan surat ketetapan per 23 Oktober 1975, Ketua Pengadilan Negeri Praya, R. Riyanto SH ditentukan bahwa sebidang sawah seluas satu hektar, persil no. 42 dan sebidang tanah ladang dengan luas yang sama dan bernomor persil 437, untuk sementara berada dalam kewenangan Amak Menah, sambil menanti keputusan lebih lanjut. Potong Kompas Ini tentu bukan berita bagus buat Yusup. Tapi ia tak pendek akal. Dihubunginya Lalu Aripin, seorang yang dikenal biasa mengurus perkara, pokrollah. Yusup menjanjikan upah lelah Rp 50 ribu pada Lalu bila ia bisa memenangkan urusan ini. Persekot Rp 10 ribupun telah pula dikeluarkan dari kocek Yusup. Tapi sementara itu Sinarmin dan Amak Sedira, sudah mulai mengerjakan tanah tersebut dengan menyuruh 7 orang menggarapnya. Lalu Aripin, yang rupanya penasaran untuk segera mengantongi yang Rp 40 ribu, juga jadi penasaran untuk mengambil jalan potong kompas, dengan menghubungi 2 orang jaksa dari Kejaksaan Negeri Praya, masing-masing Munawar dan Mas'udin. Maka pada 18 Nopember, Jaksa Mas'udin memanggil Menah, Yusup serta salah seorang keluarga dekat Menah, di kantor Kejaksaan, Mas'udin mempersiapkan sebuah berita acara perdamaian katanya atas Perintah Kepala Kejaksaan Negeri setempat dengan bubuhan kata-kata" Untuk Keadilan di sudut kiri di atas selembar kertas bermeterai Rp 25. Di situ dinyatakan, Nuralim alias Amak Menah telah menyerahkan tanah sawah dan kebun pada Yusup. Pembikinan berita acara tersebut disaksikan juga oleh Kepala Desa Kelebuh dan Keliang Desa Pengeot, Haji Mahyudin. Ada pula tandatangan si jaksa serta stempel Kejaksaan Negeri Praya. Jamak-jamak Namun entah mengapa, tiga hari setelah pembikinan berita acara itu, Amak Menah dkk masuk lagi ke tanah-tanah tersebut: ia dianggap telah melanggar perdamaian. Karena itu esoknya, Jaksa Munawar dan Mas'udin datang ke Kelebuh dan menahan ke tujuh orang yang menggarap tanah tersebut. Menah sendiri, tidak diapa-apakan. Ramai juga pengalaman mereka itu selama dititipkan di Lembaga Pemasyarakatan setempat untuk masa hampir satu bulan. Jaksa Munawar, menurut keterangan Kepala Desa Husen kepada TEMPO, pada hari itu meminjam mesin tik desa dan sempat mengetik surat pengantar yang ditujukan kepada Kepala Kejaksaan Negeri Praya dan menyuruh Kepala Desa untuk menandatanganinya. Agaknya ini merupakan pembenaran bahwa penahanan ketujuh orang itu adalah atas dasar surat sang Kepala Desa. Kenapa mau ditandatangani? "Saya mau saja, sebab berdasarkan kepercayaan saya kepada aparat negara", kata Kepala Desa kepada TEMPO. "Saya berfikir jamak-jamak saja (maksudnya polos-polos saja) waktu itu. Tidak mengira, bukan begitu cara yang harus ditempuh", tambah Haji Husen. Di dalam surat yang ditandatangani Haji Husen itu juga disebutkan bahwa ketujuh orang tersebut telah membuat onar di desanya dan meminta alat negara untuk turun tangan. Ini sebenarnya bertentangan dengan perasaan Haji Husen sendiri, sebab desa yang dituainya itu termasuk desa yang aman tenteram di Lombok Tengah. Karena itu selama ketujuh orang itu mendekam dalam tahanan, ia telah dua kali menyurati Kejaksaan Negeri, minta pembebasan mereka. Bergelemak-peak Akan Yusup, ia menyampaikan perasaan sedihnya atas semua yang terjadi. Ia katanya tidak pernah memberi kuasa pada Lalu Aripin untuk mengurus perkara sampai ke Kejaksaan, dan mengakibatkan penangkapan orang-orang desa tersebut. Yang dimintanya hanya mengurus ke Pengadilan Negeri saja. Lalu Aripin sendiri, dengan adanya berita acara perdamaian di atas, merasa tugasnya memenangkan Haji Yusup sudah selesai. Karena itu iapun melayangkan sepucuk surat kepada Kepala Desa Kelebuh supaya mengingatkan Haji Yusup akan janjinya untuk memberikan uang yang Rp 50 ribu. Perjanjian itu rupanya dibuat di hadapan Kepala Desa sendiri. Lalu juga mengingatkan bila Yusup tidak mau membayar jumlah tersebut, jangan harap Yusup akan bisa memperoleh tanah sengketa itu dan bahkan bukan mustahil ia akan memenangkan Amak Menah pula. Maklum pokrol. "Tugasnya belum selesai", komentar Yusup tentang peringatan Aripin ini. "Kan sampai sekarang tanah itu belum sepenuhnya saya miliki, walaupun padi dan uang telah banyak sya keluarkan", katanya merasa terpojok juga. Yang jadi persoalan di Praya kini adalah kenapa sampai dua petugas penuntut umum itu sampai ikut-ikut membikin berita acara perdamaian tersebut, yang memang bukan masuk lingkup wewenang mereka. Padahal Pengadilan Negeri telah pula menjatuhkan putusan sela seperti tersebut di atas. Semua kejadian ini, begitu dugaan orang, tentulah berkat peranan Lalu Aripin yang rupanya punya hubungan amat intim dengan kedua jaksa tersebut. Memang sukar menebak, sebab pada kebanyakan kesempatan, profesi pokrol, lebih-lebih di daerah, tak lebih dari penghubung, atau kasarnya, calo dengan pihak tertentu untuk membereskan perkara. Taufik SH, Kepala Bidang Pengawasan pada Kejaksaan Tinggi NTB di Mataram ata pertanyaan TEMPO tidak bersedia memberikan keterangan secara dinas. Secara pribadi ia mengatakan belum mengetahui persoalan itu karena laporan belum masuk ke kantornya. Bisa dibayangkan pejabat yang agak tinggi ini tidak bakal membenarkan tindakan Mas'udin cs. kecuali bila ada unsur pidana dalam urusan yang sudah bergelemak peak itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus