Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Pangkalpinang - Belasan masyarakat yang mengaku sebagai aktivis dan mahasiswa Bangka Belitung menggelar aksi unjuk rasa di Tugu Titik Nol, Kota Pangkalpinang pada Selasa, 14 Januari 2024. Mereka memprotes hasil perhitungan kerugian lingkungan senilai Rp 271 triliun yang dilakukan oleh Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Bambang Hero Saharjo (BHS) dalam kasus korupsi timah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Aksi unjuk rasa tersebut sempat disusupi beberapa orang perempuan emak-emak yang belakangan diketahui sebagai pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Kota Pangkalpinang. Mereka membagikan minuman dan kue dagangan kepada para mahasiswa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Koordinator aksi unjuk rasa mahasiswa Yudha Kurniawan mengatakan angka kerugian negara dalam perhitungan Bambang tidak nyata karena banyak kejanggalan dan tidak sesuai fakta di lapangan.
"BHS hanya dua kali datang ke Bangka Belitung. Bahkan waduk resapan yang selama ini sumber air dihitung dia sebagai kerusakan lingkungan. Modalnya hanya foto Screenshoot dari aplikasi satelit gratisan. Jelas kita menganggap hasil perhitungannya serampangan dan tidak jelas," ujar Yudha saat aksi di depan Tugu Titik Nol Pangkalpinang, Selasa, 14 Januari 2024.
Menurut Yudha, perhitungan Bambang Hero tersebut berimplikasi pada beberapa sektor pembangunan di Bangka Belitung diantaranya perekonomian, tenaga kerja, pendidikan dan kesehatan di Bangka Belitung.
"Multipfier effect sangat terasa dimana daya beli turun, angka PHK tanpa pesangon naik, rendahnya pembayaran iuran BPJS hingga kesulitan membayar UKT (Uang Kuliah Tunggal) bagi mahasiswa. Banyak diantara kami mahasiswa yang mengajukan permohonan relaksasi pembayaran UKT," ujar dia.
Yudha juga menyatakan perhitungan Bambang tidak memenuhi kualifikasi yang tercantum dalam Pasal 2 dan Pasal 4 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup nomor 7 tahun 2014. "Kami ingin BHS bertanggung jawab atas perhitungan yang tidak pasti itu. Bukan hanya dia tapi orang-orangnya juga seperti Basuki Wasis dan lainnya atas perhitungan kerugian negara dari sektor lingkungan secara serampangan ini," ujar dia.
Peserta aksi Windi mengatakan mereka mempertanyakan keakuratan dan ketepatan hasil perhitungan yang dilakukan Bambang. Mereka meragukan metode yang digunakan Bambang.
"Pakai aplikasi gratisan tanpa dijelaskan rinci. Datang ke Bangka Belitung dua kali. Itu pun sebentar. Tidak ada masyarakat sekitar lokasi yang dia sebut sebagai lokasi kerusakan yang dilibatkan," ujar dia.
Persepsi bahwa angka Rp 271 triliun hasil perhitungan Bambang merupakan angka kerugian negara, kata Windi, patut diperbaiki karena banyak publik terlanjur percaya. Saat di persidangan pun, kata dia, Bambang tidak mampu membuktikan kebenaran hasil perhitungannya.
"Malah dia menjawab malas setiap kali pertanyaan ditujukan kepadanya. Dengan hal ini, wajar jika banyak masyarakat geram dan marah kepada Bambang Hero. Perhitungan tidak jelas membuat proses penegakan hukum juga tidak jelas. Yang parah ekonomi masyarakat amburadul," ujar dia.
Pelaku UMKM Pangkalpinang Ibu Surya menambahkan penanganan kasus timah sangat memberikan dampak besar bagi perekonomian masyarakat terutama sektor UMKM karena anjloknya daya beli masyarakat akibat sektor penunjang ekonomi terganggu.
"Apalagi sejak Bambang Hero mengumumkan angka Rp 271 triliun kerugian negara sektor lingkungan. Dia menghitungnya bagaimana. Dia orang luar seolah-olah sok paling tahu dengan kondisi Bangka Belitung. Kalau mau atur, tolong pemerintah pusat atur benar-benar bukan diam membiarkan," ujar dia.
Aksi protes terhadap perhitungan Bambang Hero ini bukan yang pertama kali di Bangka Belitung. Sebelumnya, organisasi masyarakat yang menamakan dirinya Persaudaraan Pemuda Tempatan (Perpat) bahkan mengadukan Bambang ke polisi karena menuding perhitungan tersebut tak tepat.
Bambang Hero Saharjo telah membantah jika perhitungan kerusakan lingkungan yang dia lakukan tidak tepat. Dia menyatakan perhitungan tersebut berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 7 Tahun 2014. Bambang bahkan menyatakan ikut menyusun peraturan itu sehingga dia tahu persis tata cara perhitungannya.
"Jadi, saya tahu itu dari A sampai Z, kok dibilang tidak kompeten? Itu kan ngawur," ujar Bambang Hero Sabtu lalu, 11 Januari 2025.