Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Perlindungan Pejuang Lingkungan yang terdiri dari 75 lembaga, 51 Akademisi, serta 14 pegiat hak asasi manusia (HAM), lingkungan dan anti korupsi menyatakan solidaritasnya terhadap Bambang Hero Saharjo. Guru Besar IPB University itu dilaporkan ke polisi atas perhitungan kerusakan lingkungan sebesar Rp 271 triliun akibat kasus korupsi timah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Pelaporan kepada Bambang Hero patut dilihat sebagai upaya judicial harassment atau intimidasi melalui jalur hukum," kata Koalisi Perlindungan Pejuang Lingkungan dalam keterangan resmi pada Selasa, 14 Januari 2205.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Koalisi tersebut mengatakan, keterangan ahli yang diberikan di muka persidangan, merupakan aktivitas akademik yang dilindungi hukum. Hal yang disampaikan ahli adalah bagian tak terpisahkan dari kemampuan atau karya akademis, baik berupa penelitian, pengajaran, dan publikasi.
"Keterangan ahli yang diberikan Bambang Hero di muka persidangan, merupakan hasil pemikiran yang didasarkan metode ilmiah yang telah ia yakini," ujar Koalisi Perlindungan Pejuang Lingkungan.
Dalam proses persidangan, hakim, pengacara maupun jaksa berhak menguji ahli. Sehingga, lanjut koalisi ini, bila keterangan Bambang Hero dianggap tidak tepat, keliru, atau bahkan mengandung unsur kebohongan, maka forum yang secara hukum disediakan adalah mengundang ahli lain untuk mengujinya di pengadilan. Baru kemudian disimpulkan para pihak, termasuk hakim dalam mengambil putusan.
Koalisi Perlindungan Pejuang Lingkungan juga menilai, kehadiran Bambang Hero sebagai ahli dalam persidangan merupakan bagian dari kebebasan akademik. Tindakannya juga merupakan otonomi keilmuan yang menjalankan amanat Tri Dharma Perguruan Tinggi ketiga, yakni Pengabdian Masyarakat. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 47 ayat (1) dan (2) Undang-Undang tentang Pendidikan Tinggi (UU Dikti).
"Berdasarkan sejumlah ketentuan di atas, pelaporan kepada Prof. Bambang Hero tidak layak ditindaklanjuti," ujar Koalisi Perlindungan Pejuang Lingkungan.
Proses hukum yang sedang berlangsung, lanjut koalisi ini, apalagi menghukum keterangan ahli justru merendahkan posisi universitas untuk ikut andil mengembangkan upaya melindungi ilmu pengetahuan. Sebab, universitas itu merupakan bastion libertatis atau benteng kebebasan.
Oleh karena itu bila kasus yang menimpa Bambang Hero tetap diproses hukum dan dinyatakan bersalah, jelas penggunaan hukum negara terlalu jauh masuk ke dalam profesionalitas dan standar etika komunitas akademik. "Kasus itu harusnya diselesaikan melalui forum akademik itu sendiri."
Selain itu, koalisi ini juga menilai kriminalisasi Bambang Hero sama dengan pelanggaran perlindungan pejuang lingkungan. Pelaporan terhadap Bambang Hero, kata koalisi, patut diduga melanggar Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 10 tahun 2024 tentang Perlindungan Hukum bagi Orang yang Memperjuangkan Hak atas Lingkungan Hidup yang Baik dan Sehat (Permen LHK 10/2024).
"Akademisi dan atas pendapatnya melakukan penghitungan kerugian kerusakan lingkungan masuk sebagai subjek yang dilindungi aturan tersebut," ujar Koalisi Perlindungan Pejuang Lingkungan. Pasal 2 Permen LHK 10/2204 menyatakan, orang yang memperjuangkan lingkungan hidup tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata.
Penghitungan kerugian kerusakan lingkungan perlu berpedoman pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 7 Tahun 2014 tentang Kerugian Lingkungan Hidup (Permen LHK 7/2014). Pasal 4 beleid itu menyebut, perhitungan kerugian lingkungan hidup dapat dilakukan oleh ahli bidang pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup dan/atau valuasi ekonomi lingkungan hidup.
"Aduan yang disampaikan oleh pihak pelapor kepada kepolisian mengenai Bambang Hero tidak memiliki dasar dalam melakukan penghitungan kerugian negara merupakan kekeliruan," lanjut Koalisi Perlindungan Pejuang Lingkungan.
Penghitungan kerugian tersebut sudah diakomodasi oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP). BPKP menyatakan kerugian akibat kerusakan lingkungan senilai Rp 271 triliun merupakan bagian dari valuasi kerugian keuangan negara sekitar Rp 300 triliun. Perhitungan ini juga telah diakui oleh Majelis Hakim di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat yang memeriksa dan mengadili perkara ini.
"Kejadian yang dialami oleh Bambang Hero merupakan upaya intimidasi kepada pihak yang terlibat dalam upaya melawan pelaku perusak lingkungan," ujar Koalisi Perlindungan Pejuang Lingkungan.
Berdasarkan data Indonesia Corruption Watch (ICW) pada 2015 hingga 2024, terdapat 50 kasus intimidasi terhadap 123 pegiat antikorupsi. Sebanyak 20 kasus di antaranya adalah upaya judicial harassment.
Untuk itu, Koalisi Perlindungan Pejuang Lingkungan mendesak agar:
1. pemerintah mengevaluasi implementasi aturan perlindungan pejuang lingkungan;
2. kejaksaan memberikan upaya perlindungan kepada Bambang Hero agar kejadian ini tidak berulang;
3. Polda Bangka Belitung tidak melanjutkan proses hukum terhadap Bambang Hero dan kepolisian menghentikan upaya kriminalisasi yang serupa di kemudian hari.