Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Main hakim atau apa

Serda (pol) agus supriatna,28, menderita luka-luka akibat dianiaya john tomasouw,66, dan keluarganya, saat melakukan tugas.

12 Juni 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TOKOH dalam film Dirty Harry dilukiskan sebagai polisi yang berlepotan lumpur dan darah, sekaligus sering dibayang-bayangi maut. Agaknya, risiko ini lumrah dalam menu kerja polisi. Bahkan bisa mencederai seperti dialami Sersan Dua Agus Supriatna, sewaktu bertugas. Bersama Sersan Dua Agah dan seorang informan, Agus bermaksud mencari tersangka pembunuh Roni. Menurut info, Roni yang meninggal di depan Bandung Indah Plaza, pertengahan Mei lalu, diduga dibunuh Deni. Yudi Fox warga Perumnas Sadang Serang, Bandung mungkin tahu di mana Deni berada. Maka, menjelang subuh pada Idul Adha itu, Agus dan dua rekannya berangkat ke Perumnas Sadang Serang. Pada Selasa pekan silam itu Agus mengetuk rumah yang diinfokan tempat tinggal Yudi, sedangkan Agah dan si informan menunggu di mobil Corolla putih. Dari rumah itu, keluar seorang lelaki, dan diketahui bernama John Tomasouw, 66 tahun. ''Ada Yudi?'' tanya Agus, anggota Reserse Kepolisian Sektor Kota Bandung Tengah itu. ''Yudi mana?'' John balik bertanya. ''Yudi Fox,'' kata Agus, yang sudah delapan tahun menjadi polisi itu. ''Nggak ada,'' sahut John, yang mungkin tak tahu bahwa Yudi Fox adalah nama lain dari Isak, anaknya. Sewaktu Agus mau meninggalkan rumah itu, John menanyakan identitasnya. ''Saya polisi, Pak,'' ujar Agus. ''Saya militer,'' sambut John yang pensiunan ABRI itu. John menarik Agus masuk ke dalam rumah. Mereka perang mulut. Tiba-tiba, cerita Agus, ia diteriaki ''maling'' oleh John. Bersamaan dengan itu, dua anak John Isak dan Renaldo serta sobat mereka, Olif, muncul. Tanpa diduga, John dan ketiga orang ini menyerang Agus. Karena kewalahan, bintara berusia 28 tahun itu lari ke arah mobilnya. Melihat koleganya dikejar-kejar, Agah segera melepaskan tembakan peringatan. Tapi John dan kawan-kawannya tak peduli. Mereka tetap memburu Agus. Agah dan si informan, yang mungkin jeri, kabur mencari pertolongan. Sedangkan Agus, begitu ada kesempatan, langsung masuk ke mobil dan menutup pintunya. Sial. Kunci mobil dibawa Agah. Sembari merusak mobil, John dkk. menarik Agus keluar. Bertubi-tubi pukulan dan tendangan mendera Agus. John dkk. merebut pistol Agus. Mereka menghajar Agus dengan gagang pistol, tongkat golf, dan potongan kayu. Pengeroyokan itu baru berhenti setelah regu polisi dari Kepolisian Wilayah Kota Besar (Polwiltabes) Bandung datang. Tapi John dkk. baru siangnya dipanggil polisi dan kemudian ditahan. Kapolwiltabes Bandung, Kolonel Waliran, menilai penganiayaan itu sangat serius. ''Sersan Dua Agus kan sudah mengaku petugas, malah sampai melepaskan tembakan peringatan. Masa, masih dikeroyok juga,'' katanya. Sementara itu, Yuniar, 30 tahun, anak John, dilepaskan karena penyakit liver dan ginjalnya kambuh. Ia mengaku insiden itu terjadi karena salah paham. ''Kami sama sekali tak tahu bahwa dia itu polisi yang sedang bertugas,'' kata istri mendiang Roni, yang sedang dirawat di Rumah Sakit Boromeus. Menurut Yuniar, Agus datang dengan berpakaian preman, dan tidak menunjukkan identitas ataupun surat tugas. Sedangkan ayahnya, John, rupanya trauma akibat beberapa kali didatangi tamu tak dikenal pada dini hari. Waktu itu, tutur Yuniar, ia terbangun dan melihat ayahnya ditodong pistol oleh Agus. Spontan Yuniar berteriak ''bangsat'', yang dalam bahasa Sunda berarti maling. Beberapa saudaranya terbangun. Terjadilah perkelahian. Ia sendiri mengaku hanya menonton. Trauma peristiwa masa lalu, seperti kasus perampokan atau penodongan, menurut Brigadir Jenderal Benyamin L.S. Mamuaya, memang bisa memicu kenekatan masyarakat. ''Namun, jangan terus main hakim sendiri,'' kata Wakil Kepala Kepolisian Daerah Jawa Barat itu kepada Ahmad Taufik dari TEMPO. Happy Sulistyadi dan Taufik Abriansyah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus