Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Nahas menimpa mayor sanusi

Wakapolresta tegal tewas dikeroyok sebelas pemuda pada hari idul adha. pengeroyok mengaku tidak tahu bahwa korban adalah polisi. perlukah petugas berpakaian seragam di tempat tugas?

12 Juni 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SETELAH memarkir mobilnya, Mayor Sanusi menyapa sejumlah pemuda yang sedang menyantap sate kambing sambil menenggak minuman keras. ''Jangan mabuk-mabukan di hari raya Idul Adha,'' katanya lembut. Wakil Kepala Kepolisian Resor Kota (Wakapolresta) Tegal, Jawa Tengah, ini kemudian berlalu menuju sebuah rumah yang tidak jauh dari situ. ''Ya, ya,'' sahut mereka serabutan. Selasa siang pekan lampau, Sanusi sedang patroli sendiri, cuma berpakaian preman. Ia baru sehari dilantik di pos barunya itu. Tadinya ayah dua anak ini dinas di Kepolisian Wilayah Kota Besar Semarang. Lewat di situ maksudnya menuju rumah temannya untuk memperbaiki handy talky. Karena sang kawan tak di tempat, Sanusi lalu kembali ke mobilnya. Perwira menengah polisi yang berusia 36 tahun itu lewat lagi dekat kerumunan anak muda tadi. Tiba-tiba ia dihampiri Bambang Sanaf, salah seorang pemuda yang sedang mabuk-mabukan itu. Si Bambang, yang beken dipanggil dengan julukan Bambang Saraf, kemudian merangkul Sanusi sambil menyodorkan minuman keras. Bukan hanya itu. Tess! Tangan kanan Bambang menghunjamkan pisau ke perut Sanusi. Diserang mendadak, Sanusi pun roboh. Rombongan anak muda yang menyaksikan kejadian itu bukannya melerai, tapi malah mengeroyoknya. Ada yang menambahi tikaman bertubi-tubi, dan ada pula yang menghunjamkan pecahan botol bir ke arah kepala polisi tersebut. Kemudian, diketahui dari visum, ada sekitar delapan tusukan di tubuh korban. Menurut cerita saksi mata, setelah korban tak berdaya, salah seorang kawanan anak muda itu melindaskan sepeda motornya ke tubuh Sanusi. Usai dengan amuk yang tak setimpal ini, mereka sebagain besar calo bis lalu lintang-pukang, meninggalkan tubuh Sanusi yang bersimbah darah. Melihat korban dalam keadaan gawat, warga masyarakat setempat berusaha menolong. Sanusi segera dilarikan dengan becak ke Rumah Sakit Umum Tegal. Dalam perjalanan, polisi yang malang ini mengembuskan napasnya yang penghabisan. ''Selain kehabisan darah, liver korban juga pecah,'' kata sumber TEMPO. Sehari setelah kejadian, jenazah lulusan Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian ini dimakamkan di tanah kelahirannya di Garut, Jawa Barat. Sementara itu, kawanan pemuda ganas tadi diduga ada 11 pelaku hengkang ke luar Kota Tegal. Namun, polisi sigap membekuk mereka. Dua hari setelah kejadian, delapan tersangka pelaku dapat dicokok. Ada yang ditangguk di Comal dan Purwokerto, Jawa Tengah, tanpa perlawanan. Sedangkan tiga orang lagi, yang diduga sebagai pelaku utama, masih terus diburu. ''Dalam waktu singkat mereka pasti dapat kami tangkap. Tempat persembunyain mereka sudah terlacak,'' kata Letnan Kolonel Deddy Suardy, Kapolresta Tegal, kepada TEMPO. Dalam pengakuan mereka kepada polisi, kejadian ini berawal dari rasa tersinggung oleh teguran Sanusi. Sehingga, ketika melihat Sanusi lewat lagi di situ, Bambang pun segera beraksi, seperti diceritakan tadi. ''Saya menyesal atas perbuatan ini,'' kata Santo, salah seorang pengeroyok. ''Saya benar-benar tidak tahu bahwa dia polisi,'' kata pelaku lainnya, Irawan. Umumnya mereka baru sadar bahwa mereka ceroboh membunuh Wakapolresta Tegal setelah membaca berita di koran. Bambang Saraf serta dua kawannya yang masih sembunyi tentu juga telah membacanya. Tapi apakah mereka lebih lihai dari polisi untuk main kucing-kucingan, hanya soal waktu saja yang akan membuktikan. Menurut Letnan Kolonel Deddy Suardy, para pemuda itu melakukan pengeroyokan dalam keadaan sadar. Maksudnya, mereka tidak sedang mabuk. Buktinya, kata atasan Mayor Sanusi ini, mereka mampu melakukan penusukan di daerah yang mematikan. Lebih jauh, Deddy Suardy mengungkapkan, akhir-akhir ini banyak pemuda Tegal suka menenggak minuman beralkohol. Dan pihak kepolisian pernah melancarkan operasi mencegah mabuk-mabuk ini. Apakah kejadian barusan ada kemungkinan mengandung unsur balas dendam? ''Tidak ada unsur dendam. Sebab, mereka tidak tahu bahwa Sanusi adalah polisi,'' katanya. Tewasnya Wakapolresta Tegal ini juga mendapat perhatian Kapolri Letnan Jenderal Banurusman. ''Niat baik saja bagi aparat ternyata tidak cukup,'' katanya seraya wanti-wanti agar setiap petugas harus dibarengi sikap waspada. ''Harus ada bekal, setidaknya keterampilan ilmu bela diri,'' kata Banurusman kepada wartawan. Sementara itu, komentar lain datang dari Satjipto Rahardjo. Menurut ahli kriminologi ini, keberanian masyarakat melawan petugas polisi karena penegakan hukum yang dilakukan petugas semakin longgar. ''Akibatnya, kewibawaan penegak hukum, termasuk polisi, ikut merosot. Dan ada indikasi muncul pelecehan kewibawaan,'' katanya. Untuk itu, guru besar Universitas Diponegoro Semarang ini menyarankan agar polisi melakukan introspeksi. ABSelain itu, katanya, pembinaan kepada masyarakat lewat Binmas perlu ditingkatkan. Lepas dari telaah masih banyaknya kelemahan polisi, dari musibah Mayor Sanusi agaknya duduk soal cukup bersahaja. Yaitu, ketika berdinas, polisi sebaiknya tetap berseragam, apalagi berada di wilayah baru. Tapi, bagaimana dengan seorang reserse yang tidak berpakaian seragam? Sedangkan yang sudah menyebutkan identitasnya malah terkadang bisa kena sasaran salah paham pula (lihat juga: Main Hakim, atau Apa). Gatot Triyanto dan Bandelan Amarudin

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus