Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Malam hitam bagi yati

Di padang, seorang oknum polisi yang memerkosa gadis cilik menjadi bahan khotbah jumat. bulan puasa lagi.

20 Maret 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KHOTBAH Jumat pekan lalu oleh Dokter Haji K. Suhaimi di Mesjid Nurul Iman, Padang, agaknya cukup mengguncang sukma. ''Katanya sekarang bulan puasa, bulan beribadah. Tapi malah ada oknum polisi yang melakukan pemerkosaan,'' kata dokter spesialis kebidanan dan pemilik Rumah Sakit Bunda di Padang ini, di hadapan sekitar 3.000 jemaah mesjid terbesar di kota itu. Menutup khotbahnya, Suhaimi, yang juga mubalig dan penulis kolom itu, bahkan mengajak jemaah berdoa agar pemerkosa tersebut ditimpakan hukuman yang berlipat ganda. Sementara itu, Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Sumatera Barat, Kolonel Drs. Yusuf Nairan, tidak pula kalah murkanya. Anak buahnya, Sersan Dua Desminel, 21 tahun, dianggapnya bejat moral. ''Ia sudah selayaknya dihukum berat dan dipecat dari kepolisian,'' kata Yusuf kepada wartawan TEMPO, Selasa lalu. Bahkan Kepala Polisi Resor Kota Padang, Letnan Kolonel Drs. Zamris Anwar, merasa ikut menanggung malu. ''Entah ke mana muka saya ini disurukkan,'' katanya. Perbuatan Desminel itu, menurut mereka, memang pantas dicerca habis-habisan. Korban yang dijahilinya itu, sebut saja namanya Yati, 11 tahun, baru usai salat tarawih sekitar pukul 21.30, Selasa malam 2 Maret silam. Sejak sore ia belajar di rumah temannya dan sempat berbuka puasa di situ. Tapi, walaupun malam semakin larut, ternyata anak ini tidak juga tiba di rumahnya di Limau Manis, Kota Padang. Wajar jika kedua orang tuanya, Khairul Indra dan Hilda, dicekam cemas. Kisah tragis ini, yang membuat Yati tidak muncul ke rumah orang tuanya itu, berawal saat ia menunggu bus kota di halte di depan IAIN, Jalan Imam Bonjol, Padang. Dua pemuda yang naik sepeda motor, Desminel dan Efi Eka Putra, sekonyong-konyong berhenti. Mereka mencoba menggoda Yati. ''Tidak usah takut, Dik. Abang kan polisi. Nanti saya antarkan ke rumah,'' kata Desminel. Ia berlagak, memperlihatkan kartu anggota kepolisian. Teringat pada ajaran gurunya bahwa polisi adalah tempat meminta pertolongan, Yati pun menurut. Yati, yang duduk di tengah motor, semula memang tidak ragu-ragu, meskipun mereka harus berboncengan bertiga. Tapi gadis bertubuh bongsor setinggi 160 sentimeter ini tiba-tiba menangis kecut setelah melihat Desminel melajukan motornya ke arah lain. Kedua pemuda itu kemudian memboyong Yati ke dekat Gelanggang Olah Raga Padang. Di situlah, pada tumpukan balok beton, masa depan anak malang itu dirusak kedua pemuda tersebut. Bahkan Yati dibuat mereka sampai (maaf) tidak siuman. Ia baru sadar setelah raungan sirene pertanda sahur berkumandang di udara Kota Padang pada pukul 3 dini hari. Atas permintaan gadis cilik ini, kemudian barulah mereka mengantarkan Yati ke rumah bibinya di Kelurahan Cengkeh Padang. Namun, dalam kesempatan itu, Desminel masih sempat pula mengancam akan menculik gadis itu jika Yati membuka mulut kepada siapa saja untuk menceritakan perbuatan mereka. Melihat kemenakannya sudah tidak keruan serta muncul pada waktu Subuh dengan pakaian berselaputan darah, paman dan bibi Yati kaget. Tapi pada waktu itu Yati bungkam dan buru-buru pulang ke rumah orang tuanya. Ibunya, Hilda, tentu saja curiga. Alasannya bahwa ia sedang menstruasi tidak dipercayai Hilda. Maklum, Yati belum masanya kedatangan haid. Barulah menjelang Magrib, Yati menceritakan terus terang kisah nestapa yang menimpa dirinya itu. Ayahnya, Khairul, malamnya mengajak Yati mencari Desminel. Karena hanya berjumpa dengan teman Desminel, Khairul berpesan agar Desminel menghubunginya sebelum kasus itu dilaporkan kepada atasannya. Ternyata kemudian Desminel memang muncul menawarkan perdamaian. Namun, anehnya, ia masih nekat mendabik dada. ''Jangan coba-coba melapor kepada atasan saya,'' katanya kepada Khairul, anggota DPRD dari PPP itu. Khairul ternyata masih lebih bisa bersikap tenang. Katanya, ia mau berdamai asalkan paman Yati setuju. Tapi, ketika paman Yati datang, rencana perdamaian sontak buyar berantakan. Soalnya, si paman langsung menghajar Desminel dengan tinjunya. Bagaikan maling tertangkap, oknum polisi ini bahkan mereka ikat dengan kabel listrik. Lalu Desminel diboyong ke kantor POM ABRI. Setelah tiba di situ, barulah nyali Desminel ciut dan mengakui terus terang perbuatannya. Mengenai siapa Desminel ini, menurut sebuah sumber, mungkin ia tersesat masuk polisi. Ia belum bisa diwawancarai. Pemuda ini baru tiga bulan lepas dari pendidikan kepolisian. Dan baru sebulan bertugas, ia sudah berurusan dengan Provos Kepolisian. Sejumlah pelaku jambret yang ditangkap polisi mengaku bahwa Desminel yang menyuruh dan melindungi mereka. Mengapa orang semacam ini lulus menjadi polisi? ''Yah, seleksi calon polisi itu lebih banyak menyangkut persyaratan fisik,'' kata Kapolda Kolonel Yusuf Nairan. Kini Yati, yang berkulit sawo matang itu, kelihatan lebih suka melamun. Terkadang ia juga berubah mendadak: tertawa sendiri. Jiwa anak kedua dari empat bersaudara ini tampak amat terguncang. ''Yang kami rasakan ini lebih dari kematian,'' keluh Hilda kepada TEMPO. Bersihar Lubis dan Fachrul Rasyid

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus