Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Kriminal

Maumere: Kota Kecil yang Marak Kasus Kekerasan Seksual

Dalam beberapa bulan terakhir, dua anak perempuan berusia 15 tahun menjadi korban kekerasan seksual yang diduga melibatkan aparat kepolisian.

10 April 2025 | 10.30 WIB

Kepala Pos Polisi (Kapospol) Desa Permaan Kepolisian Sektor Alok, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT), Ajun Inspektur Dua (Aipda) Ihwanudin Ibrahim (kanan) yang diduga melakukan pelecehan seksual terhadap dua remaja berusia 15 tahun, 19 Maret 2025. Salah satu korban tewas bakar diri karena peristiwa itu. Dok. Kompolnas/Polres Sikka
Perbesar
Kepala Pos Polisi (Kapospol) Desa Permaan Kepolisian Sektor Alok, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT), Ajun Inspektur Dua (Aipda) Ihwanudin Ibrahim (kanan) yang diduga melakukan pelecehan seksual terhadap dua remaja berusia 15 tahun, 19 Maret 2025. Salah satu korban tewas bakar diri karena peristiwa itu. Dok. Kompolnas/Polres Sikka

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Maumere, ibu kota Kabupaten Sikka di Nusa Tenggara Timur, kembali menjadi sorotan akibat tingginya angka kasus kekerasan seksual terhadap anak. Dalam beberapa bulan terakhir, dua anak perempuan berusia 15 tahun menjadi korban kekerasan seksual yang diduga melibatkan aparat kepolisian.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Ajun Inspektur Dua Ihwanudin Ibrahim, anggota Polres Sikka, diduga melakukan kekerasan seksual terhadap dua remaja perempuan berusia 15 tahun. Kasus ini mencuat setelah salah satu korban, AFN, yang diduga mengalami trauma mendalam, ditemukan tewas bunuh diri pada November 2024. Sementara itu, korban lainnya berinisial KZN, hingga kini belum mendapatkan perlindungan memadai dan diduga mengalami tekanan akibat kasus tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ketua Tim Relawan untuk Kemanusiaan Flores (TRUKF) Suster Fransiska Imakulata, mengungkapkan kekecewaannya terhadap penanganan kasus ini. Ia menyebutkan bahwa upaya mereka untuk melaporkan kasus ini ke ranah pidana terhambat oleh birokrasi dan kurangnya respons dari aparat penegak hukum. "Kami sudah berusaha membuat laporan, tapi selalu ada alasan dari pihak kepolisian," kata Fransiska kepada Tempo saat dihubungi Rabu, 9 April 2025.

Situasi ini menambah daftar panjang kasus kekerasan seksual terhadap anak di wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT). "Maumere ini kota kecil tapi penuh dengan kejahatan yang luar biasa," ujar dia dengan nada prihatin.

Fransiska menyebut, di wilayah itu sejak awal Januari hingga saat ini ada lima korban kekerasan seksual inses. "Orang dekat semua pelaku, om perkosa ponakan, bapak kecil perkosa ponakan. Ada yang guru juga jadi pelaku kekerasan seksual seperti itu."

Menyoal sulitnya laporan pidana terhadap Aipda Ihwanudin, Fransiska menyebut kasus ini sulit dibongkar lantaran pelakunya justru aparat penegak hukum. Ia menilai jika pelakunya sipil, polisi dengan cepat menangkapnya. Berbeda jika pelakunya merupakan polisi.

"Jadi hukum itu tumpul ke atas tapi tajamnya ke bawah untuk orang-orang yang itu. Jadi saya itu rasa seperti ya mau bilang jadi jenuh tapi kita tidak boleh bilang jenuh karena ini namanya satu perjuangan pasti tidak akan pernah selesai," ucap dia.

Yang mengkhawatirkan juga, tutur Fransiska, pelaku kekerasan seksual bukan orang-orang yang tidak mengerti hukum, tapi orang-orang berpendidikan. "Jadi mau polisi, mau itu keluarga dekat ini kan lingkaran-lingkaran yang sebenarnya kita punya harapan itu sangat aman untuk anak-anak bisa bertumbuh di keluarga bisa belajar di sekolah bisa ke mana-mana."

Intan Setiawanty

Memulai karier jurnalistik di Tempo pada 2023. Alumni Program Studi Sastra Prancis Universitas Indonesia ini menulis berita hiburan, khususnya musik dan selebritas, pendidikan, dan hukum kriminal.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus