MENURUT KUHP bab Kejahatan Terhadap Kesusilaan, pasal 285, pemerkosa diancam dengan hukuman penjara paling lama 12 tahun. Tapi memang jarang terdengar hukuman maksimal itu dijatuhkan. Di Pengadilan Negeri Medan, misalnya, yang dalam tahun 1983 memvonis 12 kasus perkosaan, rata-rata para pemerkosa cuma dijatuhi hukuman kurungan sekitar satu tahun. Di Jawa Timur, di Pengadilan NegeriJember, Februari lalu juga dijatuhkan hukuman satu tahun. Terpidana, Soewardiono, 40, terbukti melakukan perkosaan dengan jalan membekap mulut Misnati, 20, hingga pingsan, lantas itu terjadi. Tapi di pengadilan ini pula pada bulan sebelumnya, Januari, dijatuhkan hukuman lumayan berat: 6 tahun penjara. Memang, ada bedanya. Usman, sopir yang dihukum enam tahun itu, memperkosa gadis yang baru berumur 11 tahun. Tapi, begitulah, di Bandung, di Surabaya, di Semarang, dan di Yogyakarta, paling tinggi pemerkosa dijatuhi hukuman 6 tahun itu pun jarang terjadi. Yang umum, sekitar 1 atau 2 tahun. Bahkan di Jember, seorang kakek, 65, yang memperkosa gadis berumur 14 tahun, cuma kejatuhan 9 bulan. Alasan hakim, berdasarkan visum, gadis itu tetap perawan, cuma lecet sedikit. Dan Pengadilan Negeri Bandung, Januari 1983, hanya menjatuhkan hukuman 3 bulan penjara bagi Mamat bin Tato, 19. Padahal, Mamat terbukti memperkosa Y.R, 16, di bawah ancaman celurit. Tapi dalam sidang, dengan terus terang Mamat menyatakan, agar dari akibat perbuatannya itu mereka segera dikawinkan. Y.R. memang pacar Mamat. Dan sesudah kejadian itu, hari-hari berikutnya sang gadis ternyata tidak menolak tinggal berhari-hari di rumah sang pacar. Tampaknya memang tidak mudah terjadi kasus perkosaan murni seperti yang diancamkan oleh pasal 285 itu. Kebanyakan, setelah diusut, "ternyata korban pemerkosaan hanya menuntut pertanggungjawaban dari pelaku," kata Ketua Pengadilan Negeri Medan, Hasan G. Shahab. Dengan kata lain, sebenarnya, kejadiannya itu sendiri mengandung unsur kesepakatan. Bahkan Soegijo Soemardjo, Wakil Ketua Pengadilan Negeri Semarang, pernah menolak "pengaduan perkosaan". "Setelah saya periksa, mereka telah mengadakan hubungan empat kali dalam waktu dua bulan. Sedangkan pengaduan diperkosa baru dilakukan dua minggu setelah kejadian terakhir," katanya. "Itu namanya cuma ada ketidakcocokan, bukan perkosaan." Memang ada hal langka, seperti yang tahun lalu dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri Magelang. Abu Naim, 78, oleh pengadilan dijatuhi hukuman 16 tahun. Pertimbangannya, Abu menggarap tujuh gadis yang berumur 7 sampai 10 tahun beberapa kali (TEMPO, 12 November 1983). Menurut Komandan Satuan Reserse Poltabes Bandung, kebanyakan kasus perkosaan setelah diusut ada unsur suka sama suka. Misalnya, kasus Mamat. Ternyata, korban adalah pacar pelakunya. Kalau tidak, "biasanya korban adalah anak nakal, atau memang pelacur," kata Mayor Teddy Djuanda, komandan itu. Soalnya, bila korban benar-benar gadis baik-baik, biasanya sesudah perkosaaan disusul pembunuhan. "Karena takut terbongkar, pelaku membunuh korban itu," kata Teddy pula. Yang tragis, kasus perkosaan yang dilakukan seorang bapak terhadap anak kandungnya. KUHP Pasal 294 mengancam dengan hukuman maksimal 7 tahun untuk kasus ini. Direncanakan, pekan ini, Pengadilan Negeri Bandung membacakan tuntutan bagi Mahmud bin Zakaria, 48, yang sejak 1982 beberapa kali memperkosa kedua anak gadisnya yang berusia 16 dan 18 tahun. Hal ini terungkapkan atas kesaksian kedua gadis itu sendiri. Dalam hal ini, tuntutan bisa datang dari dua pasal: 285 (memperkosa) dan 294 (melakukan perbuatan cabul dengan anaknya, anak tirinya, . . . dan seterusnya). Selama ini, memang belum terdengar balas dendam langsung dari korban perkosaan karena tak puas terhadap putusan pengadilan. Kasus seperti dalam film Lipstick - korban memburu pelaku dan menembaknya sampai mampus - belum sampai kejadian. Setidaknya di Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini