GADIS pembantu rumah tangga itu disuruh majikannya membeli sesuatu pada suatu sore. Tapi tak pulang - sore itu, keesokan harinya, dua hari kemudian tiga hari kemudian . . . Baru, seminggu kemudian Norman Nasution, sang majikan, menerima telepon dari seseorang tak dikenal. Kata orang itu, Norman bisa menemui pembantunya di dermaga feri di kawasan Sei Gerong. Benar, Norman menemukan T.M., pembantu rumah tangganya sejak 1980, dalam keadaan "memprihatinkan dan baru beberapa jam kemudian ia bisa menceritakan kejadian yang menimpanya," kata Norman Nasution. Dan ceritanya, selama hilang T.M. disekap di sebuah rumah, konon diperkosa banyak orang. Para tertuduh pemerkosanya akhir bulan lalu dihadapkan ke sidang Pengadilan Negeri Palembang. Pekan ini, sidang dilanjutkan. Mungkin berita itu kini tak lagi mengejutkan. Terasa, saat ini, berita perkosaan sudah menurun bobotnya - sudah hampir menjadi berita rutin. Boleh dikata, tiap hari sejumlah surat kabar memberitakan kasus jenis pelanggaran susila itu. Seperti film Indonesia, beberapa waktu lalu, hampir selalu menyuguhkan adean perkosaan. Tapi tidak jelas adakah angka perkosaan memang naik. Dari Statistik BPS 1982, misalnya, pada 1980 terjadi lebih dari 1.500 kasus perkosaan. Tapi dari Januari sampai dengan Juni 19 saja, ada 924 kasus perkosaan di seluruh Indonesia. Di DKI Jakarta, pada 1980 ada 186 peristiwa. Pada 1981 naik lagi menjadi 209 kasus. Pada 1982 memang menurun lagi menjadi 192 kasus. Tapi dariJanuari sampai denganJuni 1983 saja, di DKI Jakarta sudah terjadi 122 kasus. Tapi menurun atau tidak kasus pelanggaran susila ini, wartawan TEMPO di beberapa kota yang diminta melaporkan kasus perkosaan belakangan ini, ternyata, tidak mengalami kesulitan menemukan kasus-kasusnya. Di Bangkalan, Madura,Januari lalu terjadi sekali kasus perkosaan. Korbannya, seorang nyonya berumur 21 tahun, kebetulan baru tinggal sembilan bulan di Kota Garam itu. Nyonya itu, Rukmiyati namanya, asli dari Cibatu, Purwakarta, Jawa Barat. Terdakwanya, Mudjianto, 35, sopir Colt angkutan umum. Ceritanya, dituturkan sendiri oleh Rukmiyati kepada TEMPO, sore itu dia naik Colt dari Terminal Sanggan, mau pulang ke rumah sehabis berobat. Tapi sebelum sampai di tujuan eh, semua penumpang habis, tinggal sang nyonya sendirian. Rukmiyati tak menaruh syak, karena sopir mengaku dari desa yang sama. Namun, dalam perjalanan rayuan pun dimulai oleh si sopir. "Sampeyan bahenol, lho," kata Rukmiyati menirukan kata sopir. Dan setelah rayuan tak mempan, muncullah ancaman. "Kalau kamu cerewet kubunuh. Mau, celurit, ya," kata Mudjianto menurut Rukmiyati. Walhasil, niat si sopir kesampaian juga meski, ketika kendaraan berhenti di gelap malam, Rukmiyati mencoba lolos, keluar dari mobil, dan mencoba melarikan diri. Tentu saja, Mudjianto larinya lebih cepat. Maka, di bawah ancaman celurit, di semak-semak di bawah jembatan, Rukmiyati tak berdaya. Menjadi penumpang sendirian di sebuah kendaraan umum memang sering diceritakan para wanita korban perkosaan. Juga, kasus di Purworejo, Jawa Tengah, Februari lalu. Tak hanya seorang sopir yang menggagahi Warsih, 19, tapi juga kernetnya. Dua orang itu, Slamet Handoyono dan Muhsin, akan divonis pekan ini. Keduanya, kepada TEMPO, terus terang mengakui perbuatannya, dan menyesal. "Saya memang khilaf," kata Slamet, sopir, ayah dua anak. Juga, Muhsin mengakui terus terang perbuatannya. Malahan, seperti hendak menebus dosa, ia bercita-cita mengawini Warsih. "Bukan saya menolak hukuman, tapi ini tanggung jawab saya berbuat tak senonoh," katanya. Juga, Kepolisian Resort Medan kini sedang menangani kasus perkosaan terhadap Erni, 18, oleh lima laki-laki. Sulitnya, kelima laki-laki itu mengaku tidak melakukan paksaan. Dan Erni, menurut pihak kepolisian, tidak pula menolak, tapi sebenarnya tidak pula ingin melakukannya. Repot. Yang terdengar tragis memang kasus di Palembang, meski agak sulit juga disebut sepenuhnya kasus perkosaan. Tidak jelas benar adakah T.M. dipaksa dua siswa sebuah STM di Palembang, atau memang suka sama suka. Baru selepas dari dua siswa itu, T.M. jatuh ke tangan seorang laki-laki yang kemudian diketahui bernama Taufik Lukman dan Mawi Godek. Oleh dua orang belakangan itu, T.M. lantas diserahkan kepada seorang bernama Alfian, yang kemudian menyekap gadis itu selama sekitar enam hari. Konon, Alfian dan beberapa orang yang menikmati T.M. membayar kepada Taufik. Di tangan Alfian itulah T.M. mengaku digagahi dua puluh orang. Tak jelas yang dimaksudkan gadis keluaran kelas III SD itu apakah dia ditiduri beberapa orang sebanyak dua puluh kali selama disekap. Atau, ada dua puluh orang menidurinya beberapa kali. Yang jelas, yang diajukan ke sidang pengadilan ada sembilan orang (termasuk sopir oplet yang waktu itu kebetulan ditumpangi T.M.). Dua orang lagi, Taufik dan Mawi, menurut sumber TEMPO, beberapa waktu lalu kedapatan mati dan tak diketahui siapa pembunuhnya. Bila berita perkosaan terasa tak mengundang perhatian lagi, ada yang lebih tidak menarik. Yakni, soal vonis bagi pemerkosa. Aneh, hampir tak pernah terdengar hukuman yang berat. Paling-paling pemerkosa cuma dijatuhi hukuman penjara beberapa tahun (lihat: Box). Tak jelas adakah karena hukuman yang tidak berat itu kasus perkosaan hampir tiap hari terdengar. Mungkin karena itu pula, para hamba hukum se-Sumatera Utara bulan lalu bersepakat, bikin vonis lebih berat bagi pelaku "pemetik bunga". Biar kapok, dan yang lain tidak mencobanya, mungkin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini