Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kasus dugaan korupsi dana CSR atau tanggung jawab sosial perusahaan yang tengah diusut oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mencoreng nama Bank Indonesia (BI).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, menyebut bahwa korupsi dana CSR bukanlah modus baru. Menurutnya, dana ini sering digunakan untuk mendukung agenda-agenda tertentu antara BI dan DPR, seperti memuluskan anggaran atau memperkuat posisi BI melalui undang-undang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Dana CSR sering digunakan untuk mengamankan konstituen politik,” ujar Bhima. Simbiosis mutualisme seperti ini, lanjutnya, merusak fungsi checks and balances dalam tata kelola negara.
Ketua IM57+ Institute, Lakso Anindito, juga menyoroti lemahnya pengawasan atas dana CSR. Dana ini sering kali disalurkan melalui yayasan atau organisasi sosial yang sulit diawasi, sehingga rawan menjadi sarana penyamaran dan pengumpulan biaya politik.
Adapun Mantan penyidik KPK, Yudi Purnomo Harahap, menyebut ada tiga modus utama korupsi dana CSR. Pertama, pengajuan proyek fiktif. Kemidian penggunaan dana untuk layering suap. Dan penyalahgunaan anggaran yang tidak sesuai peruntukannya.
Berdasarkan penelusuran Tempo, setidaknya ada empat kasus besar korupsi yang pernah terjadi di BI. Berikut empat di antaranya:
1. Kasus Suap Pemilihan Deputi Gubernur Senior BI
Kasus ini terjadi pada periode pemilihan Deputi Gubernur Senior BI tahun 1999-2004. Skandal tersebut mencuat setelah Agus Condro Prayitno, anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), mengungkap dirinya menerima 10 lembar cek pelawat senilai Rp500 juta. Uang tersebut diberikan sebagai imbalan untuk memilih Miranda S. Goeltom sebagai Deputi Gubernur Senior BI.
Akibatnya, sebanyak 39 anggota DPR periode tersebut menjadi tersangka. Agus Condro divonis 1 tahun 6 bulan penjara, sedangkan Miranda S. Goeltom dijatuhi hukuman 3 tahun penjara dan denda Rp100 juta.
2. Kasus Bank Century
Skandal ini melibatkan penyelamatan Bank Century pada 2008 melalui dana talangan (bailout) sebesar Rp6,7 triliun dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Mantan Deputi Gubernur Senior BI, Budi Mulya, menjadi tersangka utama dan pada 2015 divonis 15 tahun penjara.
Selain itu, Robert Tantular, pemegang saham mayoritas Bank Century, juga dijatuhi hukuman 21 tahun penjara. Namun, ia hanya menjalani 10 tahun karena mendapatkan pembebasan bersyarat pada Juli 2018.
3. Kasus Aliran Dana BI ke DPR
Pada 2003, Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) menghimpun dana sebesar Rp100 miliar yang seharusnya digunakan untuk pendidikan. Namun, dana tersebut diselewengkan, salah satunya untuk menyuap anggota DPR guna memuluskan revisi Undang-Undang BI dan menyelesaikan isu Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Skandal ini menyeret dua tokoh besar BI: mantan Gubernur BI Burhanudin Abdullah dan mantan Deputi Gubernur BI Aulia Pohan, yang juga besan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono. Keduanya divonis 3 tahun penjara.
4. Korupsi Cessie Bank Bali
Kasus korupsi cessie (hak tagih) Bank Bali merugikan negara sebesar Rp 546 miliar. Mantan Gubernur Bank Indonesia Syahril Sabirin awalnya dijatuhi vonis 3 tahun penjara. Namun, setelah proses panjang, termasuk pengajuan peninjauan kembali (PK) oleh Kejaksaan Agung pada 2008, hukuman Syahril diperberat menjadi 4 tahun penjara.
Kasus ini juga menjerat Djoko S. Tjandra, pemilik PT Era Giat Prima. Meskipun sempat divonis bebas, Mahkamah Agung kemudian menjatuhkan hukuman 2 tahun penjara pada 2009. Djoko bahkan kabur selama 11 tahun sebelum akhirnya ditangkap pada Juli 2020.
Amelia Rahima Sari berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: Modus Dugaan Korupsi Dana CSR Bank Indonesia, KPK Mau Telisik Anggota DPR Komisi XI