Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) akan menyurati Komnas HAM dalam waktu dekat. Mereka ingin menanyakan perkembangan laporan 43 Warga Negara Indonesia (WNI) yang menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Myawaddy, Myanmar. "Kami berencana akan update ke Komnas HAM,"ujar Koordinar Departemen Advokasi Pengurus Dewan Pimpinan Nasional SBMI Yunita Rohani, Sabtu, 25 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pilihan Editor: Penjelasan Yusril soal Rencana Pemulangan WNI Terpidana Mati di Arab Saudi dan Malaysia
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SBMI telah melaporkan kasus itu pada Desemeber 2024. Laporan ke Komnas HAM tersebut sebagai langkah lanjutan setelah laporan ke Kementerian Luar Negeri pada Oktober 2024.
Sejauh ini, menurut Yunita, Kemenlu masih mengupayakan kepulangan para WNI tersebut. Namun, dari informasi salah-satu korban yang biasa berkomunikasi dengannya, satu dari 43 korban tersebut diketahui sudah kabur dan pulang ke Indonesia.
Yunita hingga kini belum bisa mengakses keberadaannya. SBMI diketahui membuat laporan setelah sejumlah keluarga korban melapor kepada mereka, termasuk beberapa diantaranya laporan langsung dari korban di sana.
Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM Komnas HAM Anis Hidayah menjelaskan, dari 43 orang tersebut mereka berasal dari beberapa daerah. Seperti: Jakarta, Sumatra Utara, Kalimantan dan Jawa Barat.
Dalam wawancara bersama Tempo pada 7 Januari lalu, Anis mengatakan dianatara korban tersebut ada yang telah terjebak di sana selama 6 bulan bahkan lebih. Menurutnya hampir tiap bulan lembaganya menerima aduan TPPO. Tidak hanya laporan korban TPPO Myanmar, ada juga WNI yang jadi korban TPPO di Irak dan Kamboja.
Berdasarkan data Komnas HAM selama 2023-Februari 2024, mereka menerima 92 aduan TPPO. Satu aduan tidaklah tunggal. Seperti yang dilaporkan SBMI, dalam satu aduan mereka melaporkan 43 korban TPPO.
Menurut Anis, TPPO kini makin banyak yang melewati jalur imigrasi, meski jalur tikus juga masih dilalui. Tembusnya para korban melalui jalur imigrasi menurutnya dikarenakan ada keterlibatan pegawai negara. "Karena ada unsur kesengajaan, ada bagian oknum negara yang jadi pelaku," ujarnya dalam wawancara bersama Tempo, 7 Januari 2025.
Keterlibatan itu dibaca oleh Komnas HAM sejak lama. Pegawi yang dimaksud Anis menurutnya bisa berasal dari aparat penegak hukum, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, juga Imigrasi. Maraknya kasus TPPO terjadi karena penegakan hukum yang melibatkan aktor negara tidak ditangani secara serius. "Selama ini rata-rata yang diusut pelaku lapangan. Kok ribuan orang jadi korban”.
Kepala Keasistenan Pencegahan Maladministrasi KU II Ombudsman Febrityas dalam wawancaranya bersama Tempo, Selasa, 14 Januari 2025 mengatakan, salah-satu pekerjaan rumah dalam kasus TPPO adalah rehabilitasi korban. Belum adanya upaya rehabilitasi bagi korban, menimbulkan terjadinya korban berulang.
Sebab setelah dipulangkan, selain mendapat sentimen negatif korban juga kehilangan sumber ekonominya. "Selama ini kira fokusnya ke pelaku, kenapa mereka balik lagi karena di Indonesia nggak ngapa-ngapain. Dipulangkan tapi nggak dicarikan pekerjaan," ujar dia.
Menurut febri, ada dua hal yang harus diperhatikan pemerintah pasca memulangkan korban. Pertama, memastikan korban diterima di masyarakat kembali. Khusunya bagi mereka yang jadi korban TPPO online scam dan judi online. Kedua, integrasi ekonomi dengan memastikan mereka bisa bertahan hidup.