KASUS mirip Pomas juga terjadi di Jakarta. "Kami dirugikan puluhan miliar," kata Simon J. Sibarani, Wakil Ketua Tim 16, wadah "mitra bisnis"—nama yang diberikan untuk nasabah—yang merasa dirugikan Probest International. Tim ini mendatangi Markas Besar Polri dan melaporkan Burhan Sofyan, Direktur Utama PT Probest International, dua pekan lalu.
Burhan juga diadukan secara pribadi oleh Priyandono Layarus, pengusaha restoran di Jakarta, dan Soelidarmi, pensiunan hakim yang tinggal di Yogyakarta. Layarus saja mengaku rugi US$ 40 ribu, atau sekitar Rp 3,5 miliar. Adapun para mitra bisnis itu—diakui berjumlah 2.600 orang—tersebar di Jawa, Lampung, dan Kalimantan. Jumlah ini tentu belum lengkap karena jaringan Probest menjangkau seluruh Indonesia, bahkan hingga ke luar negeri.
Cara kerja Probest hampir mirip dengan sistem MLM, meski mereka menyebut bidang usahanya e-bisnis. Penjualan barang—mulai dari aksesori, tiket liburan, sampai perlengkapan rumah tangga—dilakukan lewat Internet, dengan standar harga dolar. Selain "mitra bisnis", pembeli umum juga diladeni.
Mitra bisnis sendiri ada dua macam. Yang pertama mitra bisnis perorangan—disebuti shop and earn programme—yang berbelanja hanya untuk diri sendiri. Jenis kedua adalah mitra bisnis jaringan—disebut shop and biz programme—yakni mitra bisnis individu yang juga aktif mencari mitra bisnis baru untuk Probest. Pembagian keuntungan dihitung berdasarkan jumlah poin dari pembelian barang.
Makin tinggi poinnya, tentulah makin banyak keuntungan—istilahnya maximum loyalty—yang dinikmati. Bagi mitra bisnis jaringan, selain poin, masih tersedia sejumlah persentase keuntungan dari kegiatan berbelanja jaringan di bawahnya (downline). Di sinilah "mimpi" Probest mulai menggoda: seorang mitra bisnis bisa mendapat keuntungan hampir sembilan kali modal.
"Saya menyerahkan semua tabungan saya," kata Suudi, 47 tahun, yang bergabung pada Juli 2001. Pensiunan perusahaan elektronik itu kini banyak termenung, membayangkan masa tua tanpa bekal yang jelas. "Mobil saya malah terpaksa saya jual," ia menambahkan, dengan suara bergetar.
Padahal, selain menyetor dana, mitra bisnis juga rajin berbelanja, seperti diharuskan Probest. Malahan Probest meminta mitra bisnis menyetor tambahan modal—disebut sebagai support system—agar modal tidak hangus. Kini, banyak mitra bisnis yang justru merasa mimpi indahnya hangus. "Ada yang terpaksa menggadaikan rumah, diceraikan suami, bahkan gila," kata Simon. Kini, sebagian nasabah mengaku tak lagi berharap keuntungan, asal modal awal mereka bisa kembali. Para mitra bisnis pun mulai terang-terangan menganggap Probest menipu.
Tapi manajemen Probest, lewat kepala bagian sumber daya manusianya, Husni Rahmatullah, menolak anggapan itu. "Mereka belum memahami sistem Probest," kata Husni, seraya mengakui perusahaannya memang tidak berhasil mencapai target penjualan.
Polisi tampak kagok bergerak. "Bagaimana kami mau mengusut, wong izin perusahaannya masih berjalan," kata Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Kombes Edmon Ilyas. Menurut Edmon, pihaknya baru menerima dua pengaduan dari nasabah Probest. Sebaliknya, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jakarta sudah menyatakan Probest menyalahgunakan izin usahanya dari perdagangan umum ke bisnis serupa multilevel.
Arif A. Kuswardono
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini