Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Panik Malang Korban 'Voucher'

Ribuan nasabah Pohonmas terancam kehilangan modal. Banyak tokoh pendidikan jadi korban.

25 April 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SELEMBAR spanduk seperti berteriak di Desa Kowalu, Kecamatan Bululawang, Malang, Jawa Timur: "Bebaskan daerah kami dari virus Pohonmas." Jangan silap, ini bukan gerakan antihama. Coba baca identitas pemasang spanduk: Forum Santri Anti-Rentenir—disingkat Forsar. Nah, segawat apa gerangan virus rentenir yang menyerbu Desa Kowalu? Adalah PT Pohonmas Mapan Sentosa (Pomas), perusahaan pengganda uang, yang ternyata mangkir membayar kewajibannya. Seperti biasa, nasabah diiming-imingi janji: setelah modal disetor, keuntungan bakal datang berlipat. Nyatanya, jauh panggang dari api. Direktur Utama Pomas, Muhammad Nassa, dan adik sekaligus wakilnya, Jusuf Nassa, memang menjanjikan pembayaran pada Senin pekan ini. Tapi ternyata Nassa bersaudara malah kabur. Penyetor modal tak kalah sigap membentuk Forum Peduli Korban Pomas (FPKP). Lalu, dilancarkanlah investigasi, yang hasilnya: tak satu pun nasabah yang sudah dibayar sesuai dengan janji. Panik pun melanda Malang. Korban Pomas kemudian berbalik memburu tiga jaringan puncak Pomas, yang disebut leader. Jumlah buruan bisa bertambah karena di bawah leader ada pula 13 sub-leader. Tiga korban Pomas, yakni Harianto alias Ateng, Sri Wahyuni, dan Sugeng, telah mengajukan pengaduan ke Kepolisian Resor Kota Malang, dua pekan lalu. Ateng mengaku ditipu sekitar Rp 1,2 miliar, sementara Sri dan Sugeng "cuma" rugi Rp 10 juta hingga Rp 20 juta. Polisi kemudian mencokok tiga leader: Mochammad Choiri, Nur Mufid, dan Yana Reviana—yang juga asisten Jusuf Nassa. Malah istri Choiri, Sulastri, ikut ditahan. Dari penyelidikan, diketahui bahwa Choiri dan Sulastri saja berhasil menjaring sekitar 17.000 unit dana, Mufid sukses menjala sekitar 7.000 unit, Yana menilap 7.000 nasabah, dan Jusuf Nassa sendiri menggaet 15.000 unit dana. Ketiga orang ini dijerat tuduhan penipuan dan penggelapan, dengan ancaman hukuman penjara empat tahun. Jumlah duitnya? Satu unit dana bernilai Rp 6,5 juta, yang dalam enam bulan—menurut janjinya—akan berlipat menjadi Rp 12 juta. Yang ingin punya sepeda motor, misalnya, bisa ikut penggandaan dengan menyetor Rp 6,5 juta saja. Untuk yang ingin mobil, taruhlah Daihatsu Taruna seharga Rp 104 juta, cukup membayar "mahar" arisan sebesar Rp 40 juta. Siapa tak tergoda? "Dalam tiga tahun beroperasi, mereka ditaksir mengeruk 39 ribu unit dana, atau lebih dari Rp 253 miliar," kata Kepala Polisi Resor Kota Malang, Ajun Komisaris Besar Polisi Fatkhur Rahman. Dana sebanyak itu berpindah hanya dalam bentuk lembaran kertas kupon atau voucher tak bermakna. Jumlah korban sulit ditebak. Masalahnya, seorang bisa saja memiliki lebih dari satu kupon. Pada awalnya, Pohonmas melenggang lancar dengan menerapkan sistem piramida yang menyerupai multilevel marketing (MLM). Para anggota gelombang pertama masih kebagian laba. Namun, ketika jumlah anggota membengkak, persisnya Desember 2002, Pomas sempoyongan. Manajemen Pomas tak bisa menebus ribuan voucher. Dampaknya meruyak ke mana-mana. Tiga pegawai Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Malang, misalnya, terpaksa ditahan Kepolisian Wilayah Malang. Mereka, Bahtiar Hermawan, Fathur Rahman, dan Haris Sutiyo, dilaporkan sebuah dealer sepeda motor di Surabaya akan menggelapkan 158 unit sepeda motor Suzuki Shogun karena cicilan yang harus mereka tanggung macet bersamaan dengan kandasnya voucher Pomas. "Mereka kami tahan karena bertindak sebagai pengumpul uang pegawai PDAM yang mengambil sepeda motor, dengan berkedok pengurus koperasi," kata Kepala Kepolisian Wilayah Malang, Komisaris Besar Polisi Mudji Waluyo. Polisi Malang sendiri terus memburu tersangka yang berada di bawah level leader dan sub-leader. Dari 13 sub-leader, baru satu yang dicokok, yakni Agus Basuki, tokoh pendidikan luar sekolah terkemuka di Malang. Agus, yang ditahan sejak pekan lalu, berjanji akan mengembalikan dana yang telah dikumpulkannya. "Saya akan membela nama baik saya, tetapi saya minta waktu," ujarnya. Ia mengaku menjaring 400 nasabah untuk dua jenis usaha, yakni penggandaan uang reguler dan penggandaan untuk pengadaan mobil Daihatsu Taruna. Total, Agus harus menalangi kewajiban pada nasabahnya sebesar Rp 29 miliar. Yang mengejutkan, polisi menemukan banyak dosen dan petinggi di Universitas Brawijaya, Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), serta—yang terparah—Universitas Negeri Malang (disingkat UM, dulu IKIP) yang terlibat. Di Universitas Negeri Malang saja tercatat Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan, Dr. H. Asim, serta dua pejabat fakultas, yang harus bertanggung jawab pada 2.000 nasabah. "Ujian ini datang sepulang saya dari Tanah Suci. Semua pasti ada hikmahnya," kata Asim lirih. Bahkan Kepala Dinas Pendidikan Kota Malang, Shofwan, disebut terlibat sebagai sub-leader. Tapi dengan nada tinggi dia menampik: "Itu fitnah namanya. Saya sama sekali tidak punya anggota." Toh Menteri Pendidikan Nasional, Malik Fadjar, tokoh pendidikan yang pernah berkiprah di Malang, ikut prihatin. "Ini gila," katanya. Arif A. Kuswardono, Abdi Purnomo (Malang)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus