Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan mantan Sekretaris Mahkamah Agung, Nurhadi, sebagai tersangka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kasus tersebut merupakan hasil pengembangan operasi tangkap tangan pada 20 April 2016 dengan nilai suap Rp 50 juta yang diserahkan oleh bekas pegawai PT Artha Pratama Anugerah, Doddy Ariyanto Supeno, kepada mantan Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution. Duit tersebut diduga uang muka untuk mengatur perkara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seperti diberitakan Majalah Tempo edisi 2 Mei 2016, KPK sempat menggeledah rumah Nurhadi di Jalan Hang Lekir V, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan pada akhir April 2016.
Kala itu, Sekretaris Mahkamah Agung itu mengurung diri bersama istri dan anak perempuannya di dalam kamar. Dua penyidik silih berganti mengetuk pintu kamar di lantai dua itu. Tapi Nurhadi tak menggubrisnya.
Dari dalam kamar justru terdengar suara kloset diguyur berulang kali. Karena satu jam pintu kamar tak kunjung dibuka, penyidik menggedornya. Tak lama kemudian, pintu terbuka dan istri Nurhadi, Tin Zuraida, keluar setengah berlari dengan dalih hendak mengambil pakaian dalam. Kedua tangannya disilangkan di badan seperti tengah menutupi sesuatu. "Tingkahnya janggal," kata seorang sumber yang mengetahui penggeledahan tersebut.
Karena curiga, seorang penyidik perempuan memeriksa Tin di kamar lain. Ketika Tin digeledah, ditemukan banyak sobekan kertas basah di balik baju tidurnya. Penyidik lain bergegas masuk ke kamar Nurhadi.
Di dalam kamar itu, mereka menemukan empat tas jinjing hitam di dekat lemari baju. Dua tas masih utuh berisi uang, sementara dua tas lagi sudah terbuka dan tak ada isinya. Tak jauh dari tas kosong, penyidik menemukan kertas pembungkus uang berceceran.
KPK pernah memeriksa Tin pada awal Juni 2016. Namun, ketika ditanya wartawan, ia tak mau berkomentar sama sekali.