Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TIGA penyidik mewawancarai Dewi Ariati di ruang pemeriksaan gedung Komisi Pemberantasan Korupsi pada Kamis, 1 Desember 2022. Dewi, 44 tahun, merasa grogi. Ia tengah menjadi saksi perkara suap Ajun Komisaris Besar Bambang Kayun Panji Sugiharto yang tengah ditangani KPK. “Sebab, dalam pemeriksaan pada Agustus lalu hanya ada satu penyidik,” katanya pada Kamis, 12 Januari lalu.
Pemeriksaan berlangsung serius. Mereka menanyai hal-hal detail seputar laporan Dewi di Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI pada 2016. Suasana kian tegang karena Dewi dihujani pertanyaan oleh penyidik yang ia anggap judes. Tangisnya pecah saat ia menceritakan nasib ketiga anaknya saat ini karena kasus tersebut.
KPK mengumumkan Bambang Kayun sebagai tersangka suap dan gratifikasi pada Selasa, 3 Januari lalu. Surat perintah penyidikan terhadap Bambang Kayun sudah diteken dua bulan sebelumnya. Bambang langsung ditahan pada hari itu.
Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan Bambang diduga menerima suap dalam perkara pemalsuan surat perebutan hak waris perusahaan kapal PT Aria Citra Mulia di Bareskrim. Bambang bukan penyidik. Ia menjabat Kepala Subbagian Penerapan Pidana dan Hak Asasi Manusia Bagian Penerapan Hukum Biro Bantuan Hukum Divisi Hukum Polri. “Kami menerima laporan ini dari masyarakat,” ujarnya.
Selain terhadap Bambang, KPK menetapkan pasangan suami-istri Emylia Said, 52 tahun, dan Herwansyah, 59 tahun, sebagai tersangka. Keduanya dituduh sebagai penyuap Bambang Kayun. Firli menyebutkan Bambang Kayun diduga menerima besel sekitar Rp 50 miliar dan Rp 1 miliar karena membantu Emylia dan Herwansyah saat menghadapi laporan Dewi di Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim.
Sintasari bersama suaminya, Amir Mahmud, seusai diperiksa penyidik sebagai saksi di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, 11 Januari 2023. TEMPO/Imam Sukamto
Delapan bulan setelah dilaporkan, Bareskrim menetapkan Emylia dan Herwansyah sebagai tersangka pemalsuan kartu keluarga Dewi. Proses hukum kandas saat hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan gugatan praperadilan keduanya pada Oktober 2016.
Emylia dan Herwansyah diduga kabur ke Singapura pada Mei 2021. Polisi sudah memasukkan pasangan itu ke daftar pencarian orang setelah menerima laporan baru Dewi pada April 2021.
Perkara Dewi dan Emylia bermula saat Mochammad Said Abdulrahman Kapi meninggal pada 16 Oktober 2013. Dewi adalah istri keempat Said. Dari pernikahan ini, mereka dianugerahi tiga anak: Aisyah yang kini berusia 22 tahun, Annisa (20), dan Ananda Abdullah (17).
Said menikah empat kali. Ia pengusaha dan pemilik perusahaan kapal angkut PT Aria Cipta Mulia yang diperkirakan memiliki aset hingga triliunan rupiah. Emylia tercatat sebagai anak pertama istri kedua Said. Sebelumnya, Emylia dan suaminya kerap membantu Said mengoperasikan PT Aria Cipta.
Dewi baru mengetahui peran Bambang Kayun setelah melaporkan kasus pemalsuan dokumen ke Bareskrim. Ia juga akhirnya mendengar kabar ihwal suap kepada Bambang yang dilakukan selama 2016-2021. “Saya baru tahu dari 2020 setelah ada pegawai Emylia yang membuka semua cerita kepada kami,” tuturnya.
Berdasarkan informasi dari pembisik itu, KPK lantas membuka penyelidikan kepada Bambang Kayun. Dua penegak hukum dan tiga orang yang mengetahui kasus ini bercerita bahwa Bambang menerima duit dari Emylia setidaknya sekitar Rp 56 miliar. Ada enam rekening yang Bambang pakai untuk menampung besel.
Foto Emilya Said dan Herwansyah di beberapa pemberitaan media online, Sabtu 14 Januari 2023. TEMPO/Gunawan Wicaksono
Bambang diduga melibatkan seorang teman dekat perempuannya asal Pontianak, Kalimantan Barat, yang bernama Yayanti. Bambang menjabat Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Pontianak pada 2008. Emylia dan Bambang juga berkenalan lewat seorang pegawai PT Aria Citra Mulia yang berdomisili di Pontianak.
Yayanti ditengarai ikut menyimpan uang pemberian Emylia kepada Bambang. Karena tak pernah hadir saat dipanggil penyidik, pegawai KPK menjemput paksa Yayanti pada Rabu, 28 Desember lalu. “Keterangannya dibutuhkan agar perbuatan tersangka makin jelas,” kata pelaksana tugas juru bicara KPK, Ali Fikri.
Seorang saksi yang mengetahui kasus ini menceritakan modus Bambang menyamarkan suap Emylia dan Herwansyah. Salah satunya lewat jual-beli tanah. Bambang seolah-olah menjual tanah kepada Emylia dengan harga Rp 3 miliar. Padahal harga tanah di pasaran untuk kawasan tersebut hanya sekitar Rp 200 juta.
Bambang juga kerap memberitahukan setiap perkembangan penyidikan kasus kepada Emylia. Saat Dewi melapor ke Bareskrim pada 2016, Direktur Tindak Pidana Umum kala itu dijabat Brigadir Jenderal Agus Andrianto. Agus dianggap “musuh” karena melanjutkan proses hukum laporan Dewi.
Agus dipromosikan menjadi Wakil Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Utara pada Januari 2017. Kepada Emylia, Bambang mengklaim berhasil memindahkan Agus. Atas “jasanya” itu, Emylia menyerahkan “uang terima kasih” kepada Bambang sebesar Rp 5 miliar.
Sesaat sebelum dibawa ke tahanan, petugas KPK memperlihatkan Bambang Kayun yang mengenakan rompi oranye dengan kedua tangan yang diborgol pada Selasa, 3 Januari lalu. Ia hanya membalas dengan senyuman saat belasan wartawan bertanya tentang kasus yang menjeratnya.
Pada Desember 2022, Bambang mengajukan permohonan praperadilan kasusnya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Hakim menolak gugatan Bambang. Kuasa hukum Bambang saat pengajuan gugatan tersebut, Jiffy Ngawiat Prananto, mengatakan kliennya berpegang teguh pada proses hukum terkait dengan penyidikan yang sedang berlangsung. Menurut dia, KPK belum menanyakan secara tegas dan lugas ihwal materi-materi atas penerimaan uang dan lainnya kepada Bambang Kayun. "Tentunya menjadi pertanyaan di benak kami, mengapa hal yang belum dikonfirmasi ke klien kami tersebut justru terkesan beredar di luar seperti itu?" ujar Jiffy.
Modus Pemalsuan Dokumen Emylia dan Herwansyah
Mochamad Said Abdulrahman Kapi wafat karena kanker dalam usia 68 tahun pada 2016. Ia tak membuat surat warisan. Ia meninggalkan uang dan aset perusahaan PT Aria Citra Mulia bernilai triliunan rupiah. Said menikah empat kali dan memiliki delapan anak. Satu anak dari istri keduanya mengembuskan napas terakhir pada 2009.
Ia menikah dengan Dewi Ariati, istri keempatnya, pada 2000. Saat itu Dewi baru saja lulus sekolah menengah atas. Ia sudah bercerai dengan istri pertama dan kedua. Saat meninggal, ketiga anaknya dari pernikahan dengan Dewi masih bersekolah di Singapura. Dewi juga ikut tinggal di sana bersama Said. Selama ini keluarga besar Said berdomisili di Pontianak.
Sebelum meninggal, Said menyiapkan tabungan untuk ketiga anaknya di Bank DBS cabang Clementi, Singapura, masing-masing bernilai US$ 2 juta. Said terus menambah isi rekening ketiga anaknya hingga totalnya mencapai Rp 500 miliar. “Karena mereka masih anak-anak, jadi tanda tangannya atas nama Almarhum dan anak-anak,” ujar Dewi.
Saat pulang ke Indonesia pada 2015, Dewi mengecek ketiga tabungan anaknya. Ia syok karena hanya tersisa saldo masing-masing US$ 2.000 di rekening Aisyah dan Annisa. Adapun di rekening Ananda hanya tersisa uang US$ 45 sen.
Ia baru mengetahui uang tabungan itu bisa ditarik hanya dengan menggunakan paspor. Ingatannya langsung melayang ke Emylia Said, anak tirinya atau anak pertama istri kedua Said. Selama ini Emylia dianggap sebagai anak yang dituakan dan kerap membantu Said menjalankan bisnis PT Aria Citra Mulia.
Kepala Badan Reserse dan Kriminal Polri Komisaris Jenderal Agus Andrianto di Gedung rupatama Mabes Polri, Jakarta Selatan, 9 Agustus 2022. TEMPO/Febri Angga Palguna
Emy juga diduga memalsukan kartu keluarga Dewi. Kartu keluarga palsu itu menyebutkan Dewi sudah bercerai dengan Said. Dengan kartu keluarga palsu itu pula Emylia seolah-olah menjadi wali bagi ketiga anak Dewi. “Orang Singapura enggak tahu ini kartu keluarga asli atau palsu. Identitas di sana juga hanya berdasarkan paspor,” ucap Dewi.
Setelah berkonsultasi dengan banyak pihak, Dewi melaporkan Emylia dan Herwansyah atas tuduhan pembuatan kartu keluarga palsu ke Bareskrim Polri pada Februari 2016. Awalnya proses penyidikan berjalan lambat. Dewi menemui Direktur Tindak Pidana Umum kala itu, Brigadir Jenderal Agus Andrianto.
Mereka menanyakan alasan lambatnya pemeriksaan. Sementara itu, bukti sudah yang diajukan dianggap kuat. Belakangan, Agus Andrianto mengetahui kasus itu mandek lantaran ulah anak buahnya kala itu, Kepala Unit Direktorat Tindak Pidana Umum Ajun Komisaris Besar Agus Prasetyono.
Ajun Komisaris Besar Agus Prasetyono diduga mengulur-ulur kasus ini setelah berkongkalikong dengan Ajun Komisaris Besar Bambang Kayun. Keduanya sama-sama lulusan Akademi Kepolisian 1993.
Agus Prasetyono tak merespons permintaan wawancara Tempo hingga Sabtu, 14 Januari lalu. Surat permohonan wawancara beserta daftar pertanyaan yang dikirim melalui WhatsApp hanya berstatus dua centang biru tanpa jawaban.
Lewat gelar perkara pada Oktober 2016, Emylia dan Herwansyah akhirnya menjadi tersangka. Tapi status itu tak bertahan lama. Beberapa hari kemudian, keduanya melawan lewat gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan bantuan Bambang Kayun. Mereka menang karena diduga mendapat “petunjuk” dari markas reserse ihwal kelemahan penetapan status tersangka itu.
Misalnya pemeriksaan notaris tak disertai izin dari Dewan Kehormatan Notaris. Keterangan sang notaris dalam kasus ini dianggap tak sah. Surat pemberitahuan dimulainya penyidikan yang dikirimkan kepada para tersangka juga tak mencantumkan tanggal penetapan. “Kasus ini melelahkan. Saat jadi direktur, saya berusaha mendudukkan masalahnya,” ujar Komisaris Jenderal Agus Andrianto yang kini menjabat Kepala Bareskrim.
Saat dimutasi dari Direktorat Tindak Pidana Umum, Agus hanya memantau penyidikan kasus ini dari jauh. Saat itu ia sudah menduga Bambang Kayun cawe-cawe dalam kasus yang menjerat Emylia dan suaminya. “Dia sudah saya ingatkan, tapi masih berbuat, ya risiko yang harus mereka tanggung,” tuturnya.
Besel Ahli Waris
Agus enggan membeberkan siapa saja petinggi kepolisian yang membantu Bambang Kayun. Tapi KPK juga dipastikan sudah menelusuri transaksi Bambang selama 2016-2021. “Nanti akan terbuka BK main dengan siapa saja. Kecuali BK mau menanggung ini sendirian,” ucapnya.
Kandas lewat laporan pemalsuan kartu keluarga, Dewi kembali melapor ke Bareskrim pada 2018. Ia mengadukan pemalsuan dokumen yang dilakukan Emylia dan Herwansyah saat mengubah struktur kepemilikan saham PT Aria Citra Mulia pada 16 Oktober 2016 atau pada tanggal kematian Said Kapi.
Pada akta perusahaan 2010, ketiga anak Dewi tercatat masing-masing memiliki saham sebesar Rp 200 juta atau 20 persen di PT Aria Citra. Emylia dan suaminya dituduh menyulap akta dan mengalihkan semua saham kepada keduanya. Saat itu Direktur Tindak Pidana Umum dijabat Brigadir Jenderal Herry Rudolf Nahak yang kini menjabat anggota staf ahli Sosial Ekonomi Kepala Polri dengan pangkat inspektur jenderal.
Di fase pelaporan ini, adik ipar Emylia, Kolonel Amier Mahmud, ikut mondar-mandir ke Trunojoyo, sebutan untuk Markas Besar Polri. Amier menikah dengan Sintasari Said, adik kandung Emylia, atau anak kedua Said dari istri kedua.
Amier dan istrinya mengaku tak terlibat perkara yang menyeret Bambang Kayun. Ia mengklaim sudah memutuskan hubungan dengan Emylia dan Herwansyah sejak puluhan tahun lalu.
Setelah diemban Herry Nahak, Direktur Tindak Pidana Umum dijabat Brigadir Jenderal Nico Afinta dan Ferdy Sambo. “Setiap pejabat Direktur Tindak Pidana Umum berganti, kasus ini kembali ditangani. Kami kembali dipanggil, tapi tidak ada perkembangan apa-apa,” ujar Amier. Selama periode tersebut, Emily bahkan menggugat status pernikahan Dewi dan istri ketiga, Fifi Qur’aniah, dengan Said. Gugatan itu kandas di Mahkamah Agung.
Keluarga Dewi dan Amier kembali bersemangat saat Agus menjabat Kepala Bareskrim. Pada awal Mei 2021, Direktur Tindak Pidana Umum kala itu, Brigadir Jenderal Andi Rian, menetapkan kembali Emylia dan Herwansyah sebagai tersangka dalam kasus pemalsuan pernyataan para pemegang saham PT Aria Citra Mulia. Polisi juga memasukkan Emy dan Herwansyah dalam daftar pencarian orang.
Meski berstatus buron, Emylia dan Herwansyah dikabarkan masih wira-wiri ke Indonesia. Amier mendengar informasi bahwa Emylia sempat menjenguk ibunya di Purwokerto, Jawa Tengah, pada Agustus 2021. Herwansyah juga disebut tengah berada di dalam negeri dan menderita stroke. “Saya punya videonya, tapi mereka tak kunjung ditangkap,” katanya.
Hingga kini keberadaan Emylia dan Herwansyah masih misterius. Tempo menyambangi kantor PT Aria Citra Mulia di Menara Aria Kompleks Plaza Harmoni, Jakarta Pusat, pada Jumat, 13 Januari lalu. Namun gedung lima lantai itu pagarnya tertutup rapat. Debu tebal melapisi pagar dan dinding bangunan.
Surat dan berbagai dokumen yang terbungkus amplop berbagai ukuran menumpuk di pintu. Petugas parkir Plaza Harmoni, Suharyo, mengatakan gedung tersebut sudah dua tahun tidak dipakai. “Beberapa hari lalu sempat disegel polisi. Namun dilepas kembali,” ujar Suharyo.
Dewi berharap KPK turut membuka peran pihak lain yang membantu Bambang Kayun. Ia juga masih membuka pintu maaf untuk Emylia dan Herwansyah. Ia bersama ketiga anaknya kini bertahan hidup dengan menjual harta yang tersisa. Ia mengontrak rumah di Yogyakarta sejak beberapa tahun lalu.
Ia mengaku sebenarnya tak tega memenjarakan anak tirinya itu. Tapi Dewi membutuhkan biaya untuk kuliah anaknya. “Kalau dia menyerah, kembalikan apa yang jadi hak saya dan anak-anak, beres,” ucapnya.
RIKY FERDIANTO (JAKARTA), PITO AGUSTIN RUDIANA (YOGYAKARTA)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Catatan:
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Artikel ini mengalami perubahan berupa penambahan keterangan dari kuasa hukum Bambang Kayun, Jiffy Ngawiat Prananto, pada Senin, 16 Januari 2023 pukul 18.12.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo