Munas federasi organisasi advokat dan nonadvokat berlangsung mulus. Sebaliknya, nasib Ikadin semakin remang-remang. BULAT, utuh, tanpa benjolan sedikit pun. Begitulah kesan Ketua Umum Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), Gani Djemat, pada penutupan munas perdana enam organisasi advokat dan nonadvokat, Jumat pekan lalu, di Hotel Lembah Bukit Raya, Cipanas, Jawa Barat. Sebagaimana diduga banyak pihak sebelumnya, munas wadah baru federasi yang diberi nama Perhimpunan Organisasi Pengacara Indonesia (Poperi) selama tiga hari itu berjalan mulus. Tak ada ganjalan, adu tarik urat, berebut corong suara, apalagi adu otot -- sebagaimana mode demokrasi advokat selama ini. Berkat arahan dari atas? Menteri Kehakiman Ismail Saleh tegas membantah, wadah itu sama sekali bukan "maunya" Rudini ataupun Ismail. Tapi sebagai "bidan" wadah baru itu, Menteri Dalam Negeri Rudini dan Menteri Kehakiman Ismail Saleh -- kedua pejabat ini pula yang membuka munas tersebut -- tentu saja gembira menyambut hasil akhir pesta musyawarah itu. "Saya sungguh lega. Himpunan baru yang dikehendaki Undang-Undang Ormas dan telah disepakati organisasi-organisasi itu kini sudah terlaksana," kata Ismail. Lewat munas itu, keenam organisasi tersebut sepakat pengurus federasi itu berbentuk presidium. Para ketua organisasi itu secara bergiliran setiap enam bulan sekali dalam masa kepengurusan tiga tahun, akan memimpin federasi itu. Dimulai dari A. Azis Balhmar dari IPHI, Hakim Simamora (LPPH Golkar), Budiman Sagala (LKBH Trisula), Bugi Supeno (LBPH Kosgoro), Yopie Sigar (BPKH MKGR), diakhiri nanti oleh Gani Djemat (AAI). Sementara itu, kursi sekjen -- motor federasi itu -- diduduki Yan Apul (AAI). Menariknya, dari munas yang dihadiri sekitar 200 advokat dan nonadvokat (termasuk pengacara praktek dan pokrol) itu muncul pula nama anggota DPR/MPR dari FKP, A.A. Oka Mahendra dan Albert Hasibuan. Oka ditampilkan dalam susunan anggota Dewan Penasihat, sedangkan Albert, yang juga Ketua Umum Persahi, dalam anggota Dewan Kehormatan. Terpilihnya para pengurus itu praktis tercapai lewat suara bulat, kesepakatan. Tak ada perdebatan yang terlalu sengit. Begitu pula acara lainnya dalam munas, baik pembahasan tata tertib sidang komisi (etik, AD/ART, program organisasi) maupun sidang paripurna, diselesaikan secara aklamasi alias lewat "kor setuju". Kendati begitu, masih ada sedikit percikan, yaitu "rebutan kekuasaan" antara organisasi terkuat -- karena semua anggotanya advokat, AAI (pecahan Ikadin dari munas di Horison pada Juli silam) dan empat organisasi peserta munas lainnya, yang notabene onderbow Golkar, dan anggotanya kebanyakan pokrol, yaitu Kosgoro, MKGR, Trisula, dan LPPH. Malah Kosgoro sempat mematok target, jika tak bisa memperoleh posisi sekjen, akan pasif sama sekali atau malah walk out. Sebab itu, Dirjen Sospol Depdagri Harisoegiman terpaksa bolak-balik ke lokasi munas. Setelah mengontak DPP Golkar, Harisoegiman akhirnya bisa memberi pengertian pada Kosgoro dan tiga rekannya itu untuk tidak perlu menduduki jabatan kunci. Para tokoh munas pun bernegosiasi. Hasilnya, kursi sekjen tetap dipegang Yan Apul, sebaliknya Gani ditempatkan pada urutan terakhir dalam presidium. "Lo urutan terakhir itu yang akan mempersiapkan munas berikutnya. Kan lebih enak buat kami," kata Rudhy A. Lontoh dari AAI. Satu-satunya protes di munas yang mulus itu muncul dari peserta wanita. Soalnya, pada malam penutupan, para peserta munas disuguhi tarian jaipongan, berikut liukan dua penari erotis. Akibatnya, para peserta wanita protes dan meninggalkan acara sehingga tari seronok itu terpaksa dihentikan petugas keamanan. Di luar itu semua berjalan baik. Bahkan sekjen baru, Yan Apul, optimistis dalam waktu tiga tahun, lewat wadah baru itu, keenam organisasi tadi bisa berfusi untuk mewujudkan wadah tunggal, bukan sekadar federasi. Tentang eksistensi dan hubungan wadah baru itu dengan pemerintah, Yan Apul mengaku terus terang bahwa Poperi akan menjadi anak yang manis. "Kami masih perlu dibimbing pemerintah," ujar Yan. Ismail Saleh sendiri mengibaratkan hubungan itu seperti tanaman dan bambu penyangganya. "Pada saat tanaman itu sudah cukup kuat, sang bambu pun selesai melaksanakan tugasnya," kata Ismail. Masa depan "anak manis" itu memang diramalkan cerah. Apalagi Ismail Saleh berharap, wadah itu akan diajak urun rembuk soal RUU Bantuan Hukum, memperoleh kesempatan kursus di Belanda, dan penataran PTUN. Sebaliknyalah nasib "si anak tiri" Ikadin dan ketiga mitranya (Peradin, Pusbadhi, BBH), yang sejak semula tak mau mengikuti munas tersebut. Jangankan berharap bisa bermunas pada Juli mendatang, untuk menyelenggarakan halal bihalal saja, organisasi yang kelahirannya dibidani Ketua Mahkamah Agung Ali Said pada 1985 itu sudah diberangus (lihat Halal Bihalal ...). Begitupun Ketua Umum Ikadin, Harjono Tjitrosoebono, tetap menolak federasi ala Properi, juga hasil munasnya. "Ini soal prinsip Ikadin dan konsekuensi profesi advokat. Bagaimana mungkin advokat dicampuradukkan dengan pengacara praktek, LBH, dan organisasi yang masih di bawah naungan induknya," kata Harjono. Advokat kawakan itu juga menyatakan bahwa Ikadin tetap akan melaksanakan acaranya, termasuk munas pada Juli nanti, kendati bakal terbentur soal izin Menkeh. "Perjuangan ini bukan untuk satu-dua tahun. Sampai kapan pun akan kami jalani," ujarnya tandas. Adakah harapan Harjono itu tinggal mimpi di siang bolong? Soalnya, seperti ditegaskan Rudini dan Ismail Saleh, sesuai dengan Undang-Undang Ormas, hanya ada satu wadah profesi bantuan hukum. Sebab itu, Ismail Saleh, yang mengaku sama sekali tak dendam dengan Ikadin, menyarankan agar Ikadin dkk. segera meleburkan diri ke dalam Poperi. "Supaya tak ketinggalan kereta," kata Rudini. Happy S., Bambang Sujatmoko, dan Sitti Nurbaiti
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini