Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pengungkapan kasus judi online dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang melibatkan Firman Hertanto masih berlangsung di Badan Reserse Kriminal Polri. Meski sudah menetapkan Firman sebagai tersangka utama, polisi belum mengungkap perkembangan penanganan kasus ini sejak pertama kali dirilis kepada publik pada 16 Januari 2025 lalu.
Soal penyidikan kasus ini, Kepala Biro Penerangan Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Trunoyudo Wisnu Andiko meminta perkembangannya ditanyakan langsung kepada Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Brigadir Jenderal Helfi Assegaf. “Langsung ke beliau saja ya,” ujarnya saat ditemui di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Jumat, 21 Februari 2025.
Dalam sebulan terakhir kepolisian berhasil mengungkap praktik ilegal judi online, yang melibatkan komplotan besar. Pada Januari lalu, Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri membongkar jaringan judi online besar di Semarang, Jawa Tengah. Pengungkapan kasus ini membongkar adanya Konsorsium 303 sebagai otak kukuhnya bisnis haram ini.
Temuan Bareskrim Polri menyebutkan, Firman diduga mencuci uang haram hasil judi online di Hotel Aruss, Semarang. Seseorang yang mengetahui proses penyidikan perkara ini menyebutkan polisi mencurigai Firman sebagai pemimpin atau kepala konsorsium. Dalam konsorsium judi online itulah, kata dia, ada pihak yang berperan sebagai “humas”. Hotel Aruss jadi tempat Tindak Pidana Pencucian Uang atau TPPU dilakukan telah disita.
Firman ditengarai tidak beroperasi sendirian. Seseorang yang mengetahui kasus ini mengatakan Firman diduga dibantu oleh dua orang bernama Johan dan Husinda. Keduanya berperan sebagai penampung uang deposit judi online sebelum diserahkan kepada Firman.
Dalam kasus ini, Komisaris PT Arta Jaya Putra, Firman Hertanto alias Aseng ditetapkan sebagai tersangka lantaran diduga menjadikan Hotel Aruss Semarang sebagai tempat pencucian uang haram judi online. Seorang sumber Tempo yang mengetahui proses penyidikan perkara menyebutkan, polisi mencurigai Firman sebagai pemimpin atau kepala Konsorsium 303 tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam konsorsium judi online, kata sumber Tempo, ada pihak yang berperan sebagai “humas” judi online. Seorang humas bernama Johan juga sudah ikut diperiksa setelah Bareskrim memulai penyidikan TPPU dalam kasus ini. Terindikasi ada mutasi dana senilai ratusan miliaran rupiah di rekening perbankannya.
Peran humas judi online bukan hanya sekadar humas dalam artian awam. Dalam pengungkapan kasus ini, terkuak sejumlah sosok yang juga ditengarai tersangkut jaringan tersebut. Seorang sumber Tempo tersebut mengatakan, seorang yang diduga humas judi online bernama Johan turut diperiksa. Terindikasi ada mutasi dana senilai ratusan miliaran rupiah di rekening perbankannya.
Johan selama ini menjalankan tugas sebagai humas dalam konsorsium bersama Sinda, koleganya. Konsorsium merupakan sebutan untuk para pelaku yang berafiliasi. Sementara humas adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut orang yang ditunjuk konsorsium menjadi penghubung dengan pihak luar. Tujuannya, agar anggota mereka bisa menjalankan bisnis dengan aman.
Sumber lain mengetahui bagaimana sindikat judi online mengatakan, konsorsium dan humas memiliki kontribusi membuat bisnis kotor tersebut tidak kunjung habis. Humas adalah orang yang mendapat tugas dari kepala konsorsium untuk mendistribusikan uang pengamanan kepada oknum-oknum lembaga penegak hukum.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam kasus judi online di Semarang, mulanya peran sebagai “humas” dijalankan Sinda sejak 2018 lalu, setelah menggantikan pendahulunya Oedja alias Ayen Durian. Setelah memiliki jaringan yang membuat Konsorsium 303 menjadi paling besar, Sinda kemudian merekrut Johan. Merekalah yang memberikan uang sogokan kepada oknum agar bisnis haram tak digulung.
Modus operandi yang digunakan adalah setiap bulan, para bandar menyetorkan Rp 15 juta per situs judi yang mereka kelola ke empat rekening, dua di antaranya atas nama Rico F dan Oey R. “Karena masing bandar memiliki ratusan web, humas itu bisa mengumpulkan Rp 40 miliar setiap bulannya,” kata sumber tadi. Tak hanya menjadi humas, Sinda ditengarai memiliki situs judi online.
Apa itu Konsorsium 303?
Dinukil dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), konsorsium merupakan himpunan beberapa pengusaha yang mengadakan usaha bersama atau kumpulan pedagang dan industriawan, perkongsian untuk kepentingan bersama. Sedangkan kode angka itu diduga merujuk Pasal 303 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang tindak pidana perjudian.
Penyebutan Konsorsium 303 mengacu istilah yang diduga digunakan untuk bisnis gelap perjudian yang dilakukan beberapa orang. Istilah ini sempat muncul dalam kasus pembunuhan Brigadir J alias Nofriansyah Yosua Hutabarat oleh Ferdy Sambo. Kala itu personel kepolisian dari berbagai pangkat perwira, termasuk Ferdy, diduga terlibat dalam konsorsium ini.
Adapun Pasal 303 KUHP berisi tentang ancaman pidana baik penjara maupun denda kepada siapa pun yang tanpa izin menawarkan atau memberikan kesempatan untuk orang lain bermain judi, untuk menjadi ladang usaha atau bisnis. Bagi yang melanggar larangan, akan dikenakan hukuman paling lama 10 tahun penjara atau maksimal denda Rp 25 juta.
Pasal 303 ayat (1) KUHP:
Diancam pidana penjara paling lama sepuluh tahun atau pidana denda paling banyak Rp25 juta, barang siapa tanpa mendapat izin:
1. Dengan sengaja menawarkan atau memberikan kesempatan untuk permainan judi dan menjadikannya sebagai pencarian, atau dengan sengaja turut serta dalam suatu perusahaan untuk itu.
2. Dengan sengaja menawarkan atau memberi perusahaan kesempatan kepada khalayak umum untuk bermain judi atau dengan sengaja turut serta dalam untuk itu, dengan tidak peduli apakah untuk menggunakan kesempatan adanya sesuatu syarat atau dipenuhinya sesuatu tata-cara.
3. Menjadikan turut serta pada permainan judi sebagai pencarian.
Adapun Konsorsium 303 menjadi sorotan seiring berkembangnya kasus pembunuhan Brigadir J. Hal itu bermula dari beredarnya sebuah bagan di media sosial yang menunjukkan nama dan peran orang-orang yang diduga terlibat dalam suatu jaringan bisnis ilegal.
Sejumlah desas-desus bisnis ilegal yang mencuat dalam konsorsium 303 meliputi prostitusi, perjudian, solar subsidi, penyelundupan suku cadang palsu, tambang ilegal, hingga minuman keras. Sejumlah personil Polri disebut terlibat dalam konsorsium tersebut.
Indonesia Police Watch (IPW) menyebut bahwa konsorsium itu bahkan memiliki markas tak jauh dari Mabes Polri. Mereka mengatakan markas itu merupakan sebuah rumah yang hanya berjarak sekitar 200 meter.
Salah seorang sumber Tempo yang ditemui di Kembangan, Jakarta Barat pada Rabu malam, 24 Agustus 2022, menyebut bagan-bagan, struktur di Konsorsium 303 yang beredar di media sosial itu sudah benar. Ia mengatakan ada orang sebagai tangan kanan Ferdy Sambo dalam dugaan urusan judi. “Dia yang kendalikan setoran judi dari bandar Konsorsium 303,” ujarnya.
Tiga tahun lalu, ia kerap mengirim SMS dan WA melaporkan lokasi-lokasi judi. Tapi, laporan itu tak ditanggapi polisi. Sumber ini juga mengklaim punya foto surat 19 orang yang ditangkap lalu dibebaskan. “Saya punya alat bukti cukup untuk memproses hukum 19 orang itu karena tangkap di lokasi judi ada 2 alat bukti yaitu uang tunai dan alat peraga judi. Tapi, kenapa dilepas,” ujarnya.
Nandito Putra, Alif Ilham Fajriadi, Hatta Muarabagja dan Kakak Indra Purnama berkontribusi dalam penulisan artikel ini.