Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Naga dan kobra yang resah

18 Juni 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENEMBAK misterius punya gara-gara. Unit Bedah Plastik Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung, belakangan ini jadi banyak menerima pasien yang bukan wanita yang ingin memermak wajah supaya kelihatan lebih cantik dan awet muda. Soalnya korban yang tertembus peluru, juga mayat yang ditemukan mati dalam karung, kebanyakan memang penuh tato. Sampai pekan lalu, menurut penjabat direktur rumah sakit itu, dr. Padmo Hoedojo, sudah 30 pemuda yang berminat menjalani operasi. Mereka ingin menghilangkan gambar-gambar di tubuh yang selama ini menjadi kebanggaan. Karena rumah sakit memang berfungsi memberi pelayanan kesehatan bagi yang membutuhkan, kehadiran pasien seperti itu tak ditolak. "Soal yang bertato itu residivis atau orang baik-baik, bukan urusan dokter," kata Padmo. Maka, pihaknya merasa tidak perlu meminta izin kepada siapa pun, untuk melakukan operasi terhadap siapa pun. Biaya perawatan tergolong murah. Cukup Rp 850 sehari, sudah termasuk biaya operasi, makan dan minum. Pasien biasanya dirawat selama tujuh sampai 10 hari. Operasi yang dilakukan, kata Padmo, cukup sederhana. Mula-mula bagian tubuh yang bertato dibedah. Lalu ditambal dengan kulit yang diambil dari bagian perut atau paha pasien sendiri. Tentu saja Unit Bedah Plastik di rumah sakit itu laris. Karena operasi plastik merupakan upaya satu-satunya untuk menghilangkan rajah. "Jangan coba-coba menghilangkannya dengan menyeterika atau merobek dengan pisau. Berbahaya," kata Padmo. Tapi tetap ada yang nekat. Bernard (bukan nama asli) mencoba menghapus gambar kapal di lengannya dengan soda api. Ia menderita. Untung ia tak lupa minta disuntik antitetanus dan obat antiinfeksi kepada dokter. Yasmin, 23 tahun, yang mengaku merajahkan diri bergambar wanita cantik dan tulisan happy love gara-gara patah hati, memakai asam sulfat untuk menghilangkan "cacat"nya. Ia merasakan kesakitan yang amat sangat. Juga Wawan, 24 tahun, memakai bahan kimia yang sama. "Sakitnya nggak ketulungan dan panasnya kayak dibakar," katanya. Selain takut dijemput "penembak misterius", ulah menghilangkan tanda-tanda tersebut, juga karena di seputar Bandung belakangan ini banyak razia. Sejak Mei lalu sudah 50 orang bertato diamankan. Tapi, kata polisi, razia yang diadakan bukan khusus menangkapi orang bertato. Itu adalah Operasi Buana IV, yang seperti operasi sebelumnya, menjaring orang-orang yang dicurigai. Tapi, memang, ada orang dengan tato bergambar tertentu yang terus dicari. "Mereka yang rajahnya bergambar ular naga atau kobra, yang coretannya sedemikian rupa, jelas penjahat. Itu kata mereka sendiri, lho," kata seorang perwira polisi. Di dalam dunia gali Bandung, gambar tersebut konon merupakan lambang, dia itu bos di daerah tertentu. Adapun gambar kunci, biasa menghias gali dengan spesialisasi garong. Sedangkan gambar jantung tertembus panah, tak lain tukang memerkosa. Tentu tak seluruh tato berarti demikian. Namun 15 orang bertato yang merasa tak pernah melakukan dosa, pekan lalu mendatangi polisi Bandung minta perlindungan. Setelah dicatat dan dimintai foto, mereka disuruh pulang. "Lucu. Waktu digambari dulu mereka tidak lapor, kok sekarang minta restu," komentar seorang petugas. Tentu tak lucu lagi, setelah tato dianggap barang haram.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus