APA artinya Pulau Nusakambangan? "Tidak berarti apa-apa bagi
penyelundupan, manakala pembuangan ke empat itu hanya dianggap
sekedar sesuatu risiko dari pekerjaannya saja".
Itu komentar Hakim Bismar Siregar SH kepada TEMPO menanggapi
kebijaksanaan pemerintah, yang akan menyekap setiap tersangka
perkara penyelundupan dan yang didakwa terlibat ke kompleks
Lembaga Pemasyarakatan di Pulau Nusakambangan. Sebab, seperti
kata hakim yang mengadili pejabat tinggi Bea Cukai Abu Kiswo,
ini dua minggu lalu, "kadang-kadang penyelundupan hanya
merupakan akibat saja dari kesempatan yang diberikan oleh oknum
pejabat tertentu seperti yang banyak terjadi selama ini".
Lanjutnya: "Dan sama sekali tidak akan banyak hasilnya kalau
kita hanya mau memberantas 'akibat' dari kesempatan yang
diperolehnya itu." Namun begitu," hendaknya ancaman dan
penahanan berat itu betul-betul dilaksanakan dengan baik dan
tertib, agar apa yang telah diucapkan pemerintah tidak menjadi
kata yang hilang tak berbekas".
Untunglah hari pertama bulan ini, dalam kesempatan jumpa pers
bersama Kapolri, Kas Kopkamtib dan Dirjen Bea Cukai (lihat:
Nasioal), Jaksa Agung Ali Said SH mengumumkan: 17 importir
penyelundup sebagian sudah ditahan di Nusakambangan bersama
oknum pejabat yang terlibat. Dan mudah-mudahan pulau dekat kota
Cilacap, Jawa Tengah itu masih merupakan 'pulau hantu' bagi
setiap tersangka dan narapidana kelas berat. Malah sudah
beberapa tahun sebagian pulau ini dihuni oleh tahanan PKI.
Pengadilan Bismar, yang terletak di Jakarta Utara, dari sudut
lokasinya kebetulan berwenang mengadili beberapa perkara
penyelundupan yang dijerat dari tiga pintu masuk: PeLabuhan
Samudra Tanjung Priok, Pelabuhan Sunda Kelapa dan Pelabuhan
Udara Halim PK. Tahun lalu tercatat 12 perkara penyelundupan
yang masuk. Angka yang tidak menonjol, jika dibandingkan dengan
ribut dan gemuruhnya masalah penyelundupan seperti tersiar
terakhir ini. Omsetnya "seluruhnya lebih kurang Rp 100 juta",
diperjelas Bismar. Dari jumlah inipun, "sebagian besar dari
satu perkara saja yaitu penyelundupan berlian". Selebihnya dari
perkara kelas langgung, seperti penyelundupan candu lewat Pasar
Ikan. Dari angka milik Bismar ini, lalu ditambah beberapa
perkara dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (misalnya perkara
penyelundupan 72 ton cengkeh yang belum selesai) tampaknya
perkara penyelundupan itu lebih banyak dibicarakan di luar meja
hijau. Masuk akal. Karena untuk jenis penyelundupan administrasi
-- manipulasi dokumen untuk memasukkan barang dalam rangka
menghindari atau mengurangi bea masuk -- sudah diperkenalkan
sistim denda damai. Ini istilah resmi, dan bukan semacam
'pritjigo' untuk denda damai pelanggaran lalu lintas. Jaksa
Agung pernah menyatakan, dalam salah sebuah pertemuan dengan
wartawan: "Itu hanya istilah saja, yang penting uangnya tetap
masuk ke kas negara".
Tidak Mau Direcoki
Selama ini tertuduh penyelundup diancam hukuman seperti yang
dirumuskan dalam rangka tindak pidana ekonomi. Paling-paling,
jika seperti dalam kasus Abu Kiswo -- pejabat B & C yang
dituduh terlibat dalam penyelundupan mobil oleh Robby Tjahjadi
-- tuduhan ditambah dengan melakukan tindak pidana korupsi.
Karena operasi anti penyelundupan oleh Kejaksaan Agung baru
dimulai pertengahan bulan lalu, maka hingga kini belum terdengar
kabar siapa yang lebih dulu akan diajukan ke pengadilan. Yang
pasti, seperti kata Ali Said, bagi yang sekarang disekap di
Nusakambangan akan dituntut sebagai pelaku tindak subversi
ekonomi. Jika tidak kena rumusan ini, mungkin masih bisa dijerat
seperti sebelumnya: tindak pidana ekonomi biasa plus korupsi.
Karena sudah ditetapkan rumusnya, maka tersangka akan
diperlakukan menurut Undang-undang Subversi, "dengan segala
akibat hukumnya", kata Jaksa Agung. Artinya: "Saya tidak mau
direcoki dengan peraturan lain, yang hanya membolehkan jaksa
menahan tersangka 30 hari saja dan harus memperoleh izin hakim
lebih dulu untuk memperpanjang selanjutnya", ujar Ali Said.
Akibat hukum yang lain, "mereka juga tidak boleh menghubungi
atau dihubungi orang lain, termasuk penasehat hukumnya". Memang
berat, karena ini "memang tindakan isolasi", lanjutnya. Namun
Jaksa Agung berjanji, semua tindakan itu "untuk kepentingan
tersangka sendiri, agar cepat diselesaikan perkaranya menurut
hukum". femang, masalah bolehnya tersangka didampingi penasehat
hukumnya sejak ia diperiksa pertama kali, masih merupakan janji
undang-undang yang masih berat untuk dilaksanakan.
Tampaknya ancaman pidana subversi ekonomi itu dalam rangka
mencapai target: hukumlah penyelundup itu seberat-beratnya.
Kalangan Kopkamtib malah mempersoalkan: "bagaimana kalau dibuat
undang-undang khusus untuk penyelundupan dengan ancaman hukuman
sedikitnya 20 tahun seperti undang-undang penyalahgunaan
narkotika?" Tapi ada pula yang mempersoalkan: apakah ancaman
hukuman yang harus diperberat -- atau keputusan hakim selama ini
yang terlalu enteng? Diakui, keputusan pengadilan adalah
wewenang hakim yang sama sekali tidak dapat dicampuri. Namun
kabarnya pemerintah telah menghubungi Ketua Mahkamah Agung untuk
membicarakan masalah itu. Jaksa Agung Ali Said. kabarnya, juga
telah minta petunjuk kepada Mahkamah Agung akan hal ini. Sebab,
tampaknya bila jaksa selalu naik banding atas keputusan
pengadilan, hal itu menunjukkan betapa keputusan hakim belum
memadai dengan kerja penanggulangan penyelundupan. Dan petugas,
yang sudah bersusah payah menangkap penyelundup, bisa patah
semangat.
Kembali kepada Bismar Siregar SH. Ia setuju dengan jerat
subversi yang dipasang untuk para penyelundup. Ancamannya,
menurut undang-undang ini, hukuman mati. Tapi, "jika tertuduh
benar-benar patut dituntut semacam itu". Untuk itu, menurut
hakim ini perlu ditinjau beberapa hal: "Barang apa yang
diselundupkannya -- di samping jumlahnya yang besar -- apakah
barang itu benar-benar mempengaruhi kebijaksanaan pemerintah
dalam melindungi sesuatu hasil produksi dalam negeri". Misalnya:
tekstil atau ban mobil. Juga patut dilihat, kalau kerja
menyelundup itu baru sekali dilakukannya, dan bukan mata
pencaharian tetap. "Jika menyelundup itu dilakukan
terus-menerus, apalagi jika ia merupakan salah satu mata rantai
sindikat penyelundupan, memang patut disangka sebagai pelaku
subversi ekonomi". kata Bismar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini