Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Duel tak seimbang

Dua grup musik yang sama-sama menganut aliran rock keras, giant step bandung dan sas surabaya, duel pertunjukan di senayan. sas ternyata lebih unggul.(ms)

13 Maret 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MALAM Minggu 2 Pebruari, Celon Senayan tidak seramai yang diduga oleh Buena Ventura. Impresario ini sudah mencoba untuk memperte- mukan rombongan musik keras Giant Step (Bandung) dengan SAS dari Surabaya. Sebagaimana diketahui SAS adalah grup AKA dahulu, minus Ucok Harahap. Belum lama berselang, rombongan ini pernah bermain di Taman Ria Monas dengan mendapat sambutan yang hangat sekali dari sekira 10 ribu penonton. Waktu itu lampu mendadak mati di seantero taman, sehingga SAS hanya berhasil main 45 menit. Selebihnya adalah keributan, nyaris perkelahian dan pengrusakan oleh para penonton, mungkin tidak puas akan tingkah listrik atau alasan-alasan lain yang tidak diketahui. Yang terang kemudian para petugas keamanan terpaksa membunyikan bedilnya supaya keadaan bisa tenang. Mungkin ini sebabnya pertunjukan di Senayan yang agak sepi dibandingkan dengan daya tampung gedung -- masih perlu dijaga ketat. Tanpa Sensasi Terlambat setengah jam, sambil menderita koar-koar protes penonton, panitia kemudian menurunkan seorang pembawa acara yang kelihatannya agak ugal-ugalan. Orang ini dengan bangga mengatakan, bahwa malam musik itu akan menjadi malam pertama untuk pesta musik keras di tahun Naga ini. Lalu ia mengangkat tangan supaya lampu dimatikan, langsung memberi isyarat pada Syeh Abidin, Arthur Kaunang, dan Sunatha Tanjung (SAS) untuk mulai saja menabuh peralatannya. Disertai sorak-sorai, lampu kanan kiri panggung yang rupanya memang milik khusus SAS mulai menyemprotkan warna-warni. Tanpa tele-tele, rombongan ini cepat menancapkan lagu Stromhriger dari Deep Purple, sebagai lagu buka. Musiknya yang menggelegar mendapat imbalan cukup dari aksi mereka yang menggelinyang-gelinyang. Memang, Sunatha tukang gitar utama yang memakai stelan putih tampak tenang-tenang saja. Demikian juga Syeh, yang malam itu memakai kostum belang dengan ikat kepala merah senyum-senyum saja di belakang drumnya. Tetapi Arthur yang tidak memakai baju, walaupun repot melayani bas gitar, organ sekaligus moog sinthesizer, masih sempat menontonkan gerak-gerak yang mengingatkan penonton pada ayam yang sedang keok. SAS malam itu berhasil menunjukkan gigi sebagai tukang oper yang baik. Hampir semua lagu yang mereka bawakan direnggutkan dari album grup Mancanegara yang bernama Emerson Lake and Palmer -- sebuah grup yang membawa suara piano dan udara klasik dalam rok dengan berhasil. Grup bule ini rupanya sudah menjadi ibu pungut SAS. Untunglah masih ada perubahan-perubahan sedikit dalam aransemen dengan memasukkan unsur-unsur lagu Jawa tanpa mengganjal kelancaran mereka menampilkan jreng yang membahana. Maka terdengarlah lagu Stairway to Heaven (Led Zeppelin), Stil You Turn Me On, First Impression Part I, Jerussallem (ketiganya milik ELP). Tak dapat dipungkiri, di samping sesal kita karena mereka tidak menciptakan lagu sendiri, SAS memang kompak dan terdiri dari individu-individu yang trampil. Penampilan mereka juga memiliki kontrol yang baik, sehingga tidak terasa berlebih- lebihan. Dengan sederhana saja mereka tumpahkan lagu-lagu bising yang barangkali sulit diterima oleh kalangan penonton yang terbiasa pada musik kamar. Kalau AKA dahalu memang terkenal karena sensasi-sensasi penampilannya yang mungkin didalangi oleh Ucok kini SAS sebagai kelanjutan dari AKA tampaknya lebih mengutamakan kwalitas musik. Memang pada kesempatan mendemonstrasikan ketrampilan masing-masing, Arthur telah menggulingkan organ dan memijitnya sambil berbaring. Ia juga mengangkat gitar, memutar-mutar lalu memeluknya sambil melata ke lantai. Tapi semua ini sampai batas-batas tertentu, sehingga bunyi yang keluar dari ulah itu masih tetap penting, sama pentingnya dengan ulah-ulah itu sendiri. Ini barangkali yang bisa dijadikan beda keras antara SAS di satu pihak dan Giant Step di pihak lain -- dua rombongan yang sama-sama mengangkat aliran rok keras. Giant Step yang muncul belakangan, tampil dengan formasi: Albert Warnerin pada gitar utama, Yanto Sudjono pada drum, Adhi Haryadi pada bass, Dedy Dores pada keybord dan vokal, Benny Subardja pada gitar utama, vokal dan sekaligus pimpinan. Busana mereka ini tampak lebih pesolek, musiknyapun terasa lebih genit. Keistimewaannya dan barangkali boleh dianggap keunggulannya: mereka membawakan lagu-lagu mereka sendiri yang ditulis oleh Rob Dook dan diberikan melodi oleh Benny. Semuanya lagu-lagu berbahasa Inggeris dengan judul yang cukup serem juga. Misalnya: Air Polution, Crime, Suicide, A Fortunnate Paradise. Lagu-lagu ini ada terasa terpengaruh oleh musik Mancanegara juga, semacam jenis musiknya grup yang bernama Genesis. Tapi soal pengaruh atau soal nyontek lagu orang barangkali tidak niat diusut oleh penonton. Yang jelas penonton hanya sanggup memberi keplok lesu pada rombongan yang memusatkan penampilannya pada Benny ini. Dedy Dores tatkala muncul pertama kali berusaha menarik penonton dengan membawa lampu hijau yang dilambai-lambaikannya dalam kegelapan. Ini sebetulnya menarik sekali, tapi sayang sekali tidak benar-benar dimanfaatkannya. Ia terlalu gelisah dan sibuk dengan dirinya sendiri. Selintas saja sudah ketahuan, grup ini tidak mempunyai kematangan pentas. Yang mencuat hanya usaha untuk membuat diri mereka bergoyang, itupun hanya terbatas pada Benny dan Dedy. Lainnya ketutupan pakaian mereka yang tidak praktis untuk penampilan musik keras. Dalam kesempatan pada akhir pertunjukan Benny memanggil SAS naik sementara dia sendiri mengajak kawankawannya masuk daerah SAS. Tapi dengan begini arek-arek Surabaya yang sangat tenang itu lebih tertonjol lagi kemantapan daA kedewasaannya. Giant Step yang terlalu sibuk menonjolkan Benny jadi tertutup oleh SAS yang membagi rata penampilan di pundak bertiga.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus