MALAM Minggu 2 Pebruari, Celon Senayan tidak seramai yang
diduga oleh Buena Ventura. Impresario ini sudah mencoba untuk
memperte- mukan rombongan musik keras Giant Step (Bandung)
dengan SAS dari Surabaya. Sebagaimana diketahui SAS adalah grup
AKA dahulu, minus Ucok Harahap. Belum lama berselang, rombongan
ini pernah bermain di Taman Ria Monas dengan mendapat sambutan
yang hangat sekali dari sekira 10 ribu penonton. Waktu itu lampu
mendadak mati di seantero taman, sehingga SAS hanya berhasil
main 45 menit. Selebihnya adalah keributan, nyaris perkelahian
dan pengrusakan oleh para penonton, mungkin tidak puas akan
tingkah listrik atau alasan-alasan lain yang tidak diketahui.
Yang terang kemudian para petugas keamanan terpaksa membunyikan
bedilnya supaya keadaan bisa tenang. Mungkin ini sebabnya
pertunjukan di Senayan yang agak sepi dibandingkan dengan daya
tampung gedung -- masih perlu dijaga ketat.
Tanpa Sensasi
Terlambat setengah jam, sambil menderita koar-koar protes
penonton, panitia kemudian menurunkan seorang pembawa acara yang
kelihatannya agak ugal-ugalan. Orang ini dengan bangga
mengatakan, bahwa malam musik itu akan menjadi malam pertama
untuk pesta musik keras di tahun Naga ini. Lalu ia mengangkat
tangan supaya lampu dimatikan, langsung memberi isyarat pada
Syeh Abidin, Arthur Kaunang, dan Sunatha Tanjung (SAS) untuk
mulai saja menabuh peralatannya. Disertai sorak-sorai, lampu
kanan kiri panggung yang rupanya memang milik khusus SAS mulai
menyemprotkan warna-warni. Tanpa tele-tele, rombongan ini cepat
menancapkan lagu Stromhriger dari Deep Purple, sebagai lagu
buka. Musiknya yang menggelegar mendapat imbalan cukup dari aksi
mereka yang menggelinyang-gelinyang. Memang, Sunatha tukang
gitar utama yang memakai stelan putih tampak tenang-tenang
saja. Demikian juga Syeh, yang malam itu memakai kostum belang
dengan ikat kepala merah senyum-senyum saja di belakang drumnya.
Tetapi Arthur yang tidak memakai baju, walaupun repot melayani
bas gitar, organ sekaligus moog sinthesizer, masih sempat
menontonkan gerak-gerak yang mengingatkan penonton pada ayam
yang sedang keok.
SAS malam itu berhasil menunjukkan gigi sebagai tukang oper
yang baik. Hampir semua lagu yang mereka bawakan direnggutkan
dari album grup Mancanegara yang bernama Emerson Lake and Palmer
-- sebuah grup yang membawa suara piano dan udara klasik dalam
rok dengan berhasil. Grup bule ini rupanya sudah menjadi ibu
pungut SAS. Untunglah masih ada perubahan-perubahan sedikit
dalam aransemen dengan memasukkan unsur-unsur lagu Jawa tanpa
mengganjal kelancaran mereka menampilkan jreng yang membahana.
Maka terdengarlah lagu Stairway to Heaven (Led Zeppelin),
Stil You Turn Me On, First Impression Part I, Jerussallem
(ketiganya milik ELP). Tak dapat dipungkiri, di samping sesal
kita karena mereka tidak menciptakan lagu sendiri, SAS memang
kompak dan terdiri dari individu-individu yang trampil.
Penampilan mereka juga memiliki kontrol yang baik, sehingga
tidak terasa berlebih- lebihan. Dengan sederhana saja mereka
tumpahkan lagu-lagu bising yang barangkali sulit diterima oleh
kalangan penonton yang terbiasa pada musik kamar. Kalau AKA
dahalu memang terkenal karena sensasi-sensasi penampilannya yang
mungkin didalangi oleh Ucok kini SAS sebagai kelanjutan dari AKA
tampaknya lebih mengutamakan kwalitas musik. Memang pada
kesempatan mendemonstrasikan ketrampilan masing-masing, Arthur
telah menggulingkan organ dan memijitnya sambil berbaring. Ia
juga mengangkat gitar, memutar-mutar lalu memeluknya sambil
melata ke lantai. Tapi semua ini sampai batas-batas tertentu,
sehingga bunyi yang keluar dari ulah itu masih tetap penting,
sama pentingnya dengan ulah-ulah itu sendiri. Ini barangkali
yang bisa dijadikan beda keras antara SAS di satu pihak dan
Giant Step di pihak lain -- dua rombongan yang sama-sama
mengangkat aliran rok keras.
Giant Step yang muncul belakangan, tampil dengan formasi: Albert
Warnerin pada gitar utama, Yanto Sudjono pada drum, Adhi Haryadi
pada bass, Dedy Dores pada keybord dan vokal, Benny Subardja
pada gitar utama, vokal dan sekaligus pimpinan. Busana mereka
ini tampak lebih pesolek, musiknyapun terasa lebih genit.
Keistimewaannya dan barangkali boleh dianggap keunggulannya:
mereka membawakan lagu-lagu mereka sendiri yang ditulis oleh Rob
Dook dan diberikan melodi oleh Benny. Semuanya lagu-lagu
berbahasa Inggeris dengan judul yang cukup serem juga. Misalnya:
Air Polution, Crime, Suicide, A Fortunnate Paradise.
Lagu-lagu ini ada terasa terpengaruh oleh musik Mancanegara
juga, semacam jenis musiknya grup yang bernama Genesis. Tapi
soal pengaruh atau soal nyontek lagu orang barangkali tidak niat
diusut oleh penonton. Yang jelas penonton hanya sanggup memberi
keplok lesu pada rombongan yang memusatkan penampilannya pada
Benny ini. Dedy Dores tatkala muncul pertama kali berusaha
menarik penonton dengan membawa lampu hijau yang
dilambai-lambaikannya dalam kegelapan. Ini sebetulnya menarik
sekali, tapi sayang sekali tidak benar-benar dimanfaatkannya. Ia
terlalu gelisah dan sibuk dengan dirinya sendiri. Selintas saja
sudah ketahuan, grup ini tidak mempunyai kematangan pentas. Yang
mencuat hanya usaha untuk membuat diri mereka bergoyang, itupun
hanya terbatas pada Benny dan Dedy. Lainnya ketutupan pakaian
mereka yang tidak praktis untuk penampilan musik keras.
Dalam kesempatan pada akhir pertunjukan Benny memanggil SAS naik
sementara dia sendiri mengajak kawankawannya masuk daerah SAS.
Tapi dengan begini arek-arek Surabaya yang sangat tenang itu
lebih tertonjol lagi kemantapan daA kedewasaannya. Giant Step
yang terlalu sibuk menonjolkan Benny jadi tertutup oleh SAS
yang membagi rata penampilan di pundak bertiga.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini