EDWARD Octavianus Batubara pamit pada orang tuanya. Anak sulung dari tiga bersaudara yang berusia 20 tahun itu, pada pagi Jumat dua pekan lalu itu, hendak ke Bogor. "Jangan cari saya. Saya mau jalanjalan," kata Edward pada ibunya. Ucapan itu agaknya seperti kata perpisahan dengan keluarganya. Ternyata Edward tidak ke Bogor, tetapi mampir di Toko Swalayan Cahaya, Slipi Jaya Plaza, Jakarta Barat. Selama di sini tindak tanduknya rupanya mengundang perhatian Welfi, 27 tahun. Wakil Komandan Satpam Cahaya yang hari itu berpakaian preman segera meringkus Edward. Setelah diperiksa, menurut cerita Welfi pada polisi di Polsek Palmerah, di balik jaket yang dipakai Edward ditemukan sepasang sepatu bekas. Adapun sepatu baru merek Kickers seharga Rp 92.500, yang menurut Welfi dicuri Edward, dilihatnya dipakai oleh anak itu. Tanpa tanya ini itu lagi, Welfi menggiring Edward ke Gudang ekspedisi di lantai IV. Dan bak orang kerasukan, di situ Welfi menghajar rahang dan kepala Edward, hingga tangannya bengkak. Walau tangannya tak bisa bicara lagi, bukan berarti penyiksaan selesai. Setelah itu Welfi memainkan dengkulnya. Hasilnya, dari mulut Edward keluar darah segar. Satpam Sucipto dan Firmansyah, teknisi listrik, yang sedang di situ ikut pula ambil bagian, bergiliran menghajar muka Edward. Kemudian datang Armilun Hutasuhut, Komadan Satpam Cahaya. Menurut Armilun, Edward mengaku dan bersedia mengganti sepatu yang dicurinya. Edward membuat pernyataan dan siap diajukan ke pengadilan. Setelah itu Edward dipaksa membuka pakaian. Sambil memegangi hasil curiannya, anak seorang kontraktor ini dipotret dua kali. Dalam potret itu kini sudah disita polisi mulut korban tampak nyonyor, dan sinar matanya redup. Setelah Armilun keluar, Welfi dan Sucipto kembali menghajar Edward. Penyiksaan baru berhenti jam dua siang setelah korban terkapar. Edward, yang ketika itu sudah pingsang dilarikan ke RS Cipto Mangunkusumo. Menurut catatan di Unit Gawat Darurat, Edward masuk sekitar pukul 16.10. Dua puluh menit kemudian ia meninggal dunia. Dokter Herkutanto, S.H., yang menangani korban menyatakan bahwa Edward tewas karena pembunuhan. Leher kanan dan perutnya memar kebiruan. Hasil analisa: Edward gegar otak. Orangtua Edward, Oku Mansuara Batubara tidak percaya anaknya yang baru lulus SMA itu mencuri sepatu itu. Maklum, sebagai kontraktor, semua kebutuhan Edward tercukupi. Selain uang saku Rp 100 ribu sebulan, misalnya, Oku juga menyediakan motor Honda untuk Edward. "Di rumah, ia memiliki banyak sepatu. Jadi, bagi saya, tuduhan pencurian itu tidak masuk akal," kata Oku. Sementara itu, pihak Toko Swalayan Cahaya yang dihubungi TEMPO menolak memberi keterangan. "Saya tak berani beri keterangan. Takut salah," kata Edy Rosnady, penyelia Cahaya. Lain lagi Syamsuar, orang tua Welfi. Ia malah tak percaya anaknya berbuat sekasar itu pada Edward. Namun, katanya, ia akan menuntut Toko Swalayan Cahaya agar bertanggung jawab atas peristiwa itu. "Welfi melakukan itu kan saat bertugas," katanya kepada Yoyok Gandung dari TEMPO. Hingga kini sudah sepuluh tersangka yang diperiksa, tapi baru tiga, yang menurut polisi, terbukti terlibat langsung dalam pembunuhan Edward. Yaitu Welfi, Sucipto, dan Firmansyah. Kepala Dinas Penerangan Polda Metro Jaya, Letnan Kolonel Latief Rabar, menilai ketiga oknum itu telah bertindak melampaui wewenangnya sebagai penjaga keamanan. "Apalagi mereka berlagak seperti reserse," katanya. Bambang Aji
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini