Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Persepakbolaan skandinavia

Perkembangan sepak bola swedia dan kebangkitan sepakbola di skandinavia swedia gagal mencapai babak final piala eropa 1992.

27 Juni 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERHATIAN orang kini tertuju ke Swedia. Penyelenggara kejuaraan sepakbola Piala Eropa 1992 itu ternyata memiliki dua sisi yang menjadi pusat perhatian. Pertama, sebagai tuan rumah kejuaraan bergengsi itu, setidak-tidaknya mengharuskan mekanisme organisasi sepakbola negeri ini selalu siap tempur guna melaksanakan kewajibannya dengan baik dalam nuansa sepakbola Eropa, yang terus-menerus dilanda arus holiganisme. Kedua, persiapan tim Swedia yang dinilai amat melegakan suporternya, terbukti sebagai tim yang tidak diunggulkan mampu masuk semifinal walau akhirnya kalah dari Jerman. Dengan dua tim dari jazirah Skandinavia, yaitu Swedia dan Denmark masuk babak semifinal Piala Eropa 1992, banyak pengamat yang mulai menatap dengan kedua belah mata tentang persepakbolaan Skandinavia, dan tidak lagi sekadar mengerlingnya. Saya termasuk salah satu pengamat yang mencoba mengingat kilas balik kejayaan Swedia pada tahun 1958 dan juga peranan Denmark ketika di Piala dunia 1986 Meksiko. Ada pertanyaan yang dilayangkan kepada saya, sejauh mana kebangkitan sepakbola Skandinavia dalam takaran kejuaraan sepakbola Piala Eropa 1992? Memang harus diakui pada tahuntahun akhir ini, sepakbola di Swedia, Denmark, Finlandia dan Norwegia mengalami peningkatan prestasi. Penyebabnya, terutama di Swedia dan Denmark, karena mekanisme kompetisi di Eropa yang semakin menggelar kesempatan pemain asing berkiprah. Di samping itu, Swedia sendiri memiliki unsur tehnokrat yang mampu menyerap pengetahuan sepakbola modern dan sekaligus menjadi komoditi yang memperoleh pasaran lumayan. Bisa kita sebutkan, misalnya, di Italia, Inggris, dan juga Spanyol, kesempatan emas diberikan kepada pemainpemain asing untuk berlaga di kompetisi antarklub yang selalu rutin diputar setiap tahunnya dalam sesi yang tetap pula. Italia memperbolehkan tiga pemain asing pada tiap-tiap klub, begitu pula Spanyol dan Inggris. Dampak positif memang ada dan bisa dimiliki oleh tuan rumah atau penyelenggara kompetisi itu sendiri, yaitu menaikkan pasaran penonton dan sekaligus memberikan banyak pemasukan dan profit bagi penyelenggara yang mendatangkan pemainpemain asing yang berkualitas tersebut. Bisa diartikan industri sumber daya jelas telah memberikan jaminan positif dalam mereguk keuntungan materi. Namun di sisi pembinaan, bisa berakibat sebaliknya bagi negara yang mendatangkan pemainpemain asing tersebut. Selain alih keterampilan, juga sebagai wadah makin mempertajam keterampilan yang dimiliki oleh pemain asing itu, yang biasanya memiliki keterampilan yang lebih menonjol dibanding dengan bibitbibit dari dalam sendiri. Akibatnya, kesempatan maju untuk pemain dalam negeri terdesak oleh pemainpemain asing. Satu contoh yang membuat masyarakat sepakbola Inggris harus iri hati kepada Swedia adalah ucapan Graham Taylor secara jujur yang mengakui bahwa pola Inggris telah diambil Swedia, yang pemainnya banyak masuk klubklub di Inggris. Bahkan, di Piala Eropa 1992 ini, Swedia yang mirip Inggris itu mampu mengombinasikan dengan sepakbola modern lainnya. Perpaduan itulah yang mampu mengangkat Swedia ke permukaan. Italia sendiri juga harus menerima kenyataan pahit, tidak lolos ke babak final Piala Eropa 1992. Padahal, kompetisi klubnya sangat meriah dengan kehadiran pemain-pemain asing dari Belanda, Jerman, dan lain sebagainya. Hanya Jerman, tampaknya lebih berhatihati dan hanya memperbolehkan satu pemain asing untuk klub yang mentransfernya. Apakah ini akan tetap dipertahankan, agaknya belum bisa dijawab. Selain disebabkan faktor-faktor mekanisme kompetisi di persepakbolaan Skandinavia, yang menopang kemajuan kualitas sepakbola di jazirah itu, pelatihnya pun memiliki bobot yang mendapat nama baik di sepakbola Eropa. Kemudian pemainpemain Swedia atau Denmark akhir-akhir ini memang mengalir deras ke daratan Eropa lainnya. Dan peranan keahlian manajemen pembina sepakbola di Swedia amat menonjol dengan duduknya pembina Swedia menjadi Presiden UEFA. Mampukah Swedia mengulang sejarah kejayaan 34 tahun silam, ketika ia menjadi tuan rumah Piala Dunia dan sekaligus masuk final? Ketika Piala Dunia 1958 itu, Swedia mampu menjadi finalis setelah di semi final berhasil menyingkirkan Jerman Barat 31. Kini, nostalgia itu dipakai untuk membangkitkan semangat Swedia dalam meraih sukses di Piala Eropa 1992. Motivasi pemain tampaknya cukup tinggi. Sayang, nostalgia dan motivasi itu tidak cukup. Swedia justru dipukul 13 oleh Jerman yang menyandang predikat juara dunia. Reputasi Swedia dalam Piala Eropa kali ini memang tidak secerah prestasi tahun 1958. Tercatat dalam delapan kali mengikuti Piala Eropa, terhitung sejak tahun 1960 (tidak masuk babak final) sampai dengan 1988, Swedia sebenarnya memiliki rekor yang selalu diperhitungkan. Tahun 1964 masuk babak perempat final, tahun 19681988 hanya sampai babak pertama. Dan baru pada tahun 1992 ini langsung melejit masuk babak semifinal. Membandingkan kebangkitan sepakbola di Skandinavia, terutama Swedia, kita teringat pada kejayaan sepakbola Uruguay, yang menjadi juara pada permulaan Piala Dunia tahun 1940. Pada era itu Uruguay merupakan satusatunya negara Amerika Latin, yang memiliki mekanisme kompetisi dan organisasi persepakbolaan yang termaju. Brasil dan Argentina pada waktu itu belum ada apaapanya. Kemudian kedua negara itu merangkak pelanpelan dengan meniru dan mengikuti pola yang diterapkan Uruguay. Baru pada 1952 Brasil dan Argentina mulai membututi Uruguay dan akhirnya mampu menyalipnya tahun 1958. Dan Uruguay bahkan lebih prihatin lagi, sampai kini pun belum mampu menjadi juara dunia lagi. Gambaran di atas, tampaknya menjadi cermin bagi Swedia, yang berusaha bangkit setelah 34 tahun lamanya menanti masamasa kejayaan itu. Sekali lagi, sayang tim tuan rumah ini tak bisa mencapai babak final.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus