Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Ombudsman Buka Peluang Panggil Paksa Firli Bahuri Cs di Kasus Endar Priantoro

Ombudsman bisa meminta bantuan kepolisian untuk menghadirkan Firli Bahuri dkk apabila ada unsur kesengajaan untuk menghindari pemanggilan.

30 Mei 2023 | 14.20 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Anggota Ombudsman Robert Na Endi Jaweng saat konferensi pers laporan hasil pemeriksaan dugaan maladministrasi dalam integrasi dan pengalihan pegawai oleh BRIN, Kamis, 30 Juni 2022. Tempo/M. Faiz Zaki

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Ombudsman RI membuka peluang memanggil paksa Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Firli Bahuri dkk terkait laporan Brigadir Jenderal Endar Priantoro. Pemanggilan paksa akan dilakukan apabila Firli dan pejabat di KPK yang menjadi terlapor dalam kasus itu tak kunjung memenuhi panggilan Ombudsman.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Ombudsman bisa menghadirkan dan berwenang menghadirkan terlapor secara paksa dengan bantuan dari kepolisian, ketika kami melihat ada unsur kesengajaan apalagi secara terang benderang menyampaikan arguementasi yang justru mempertanyakan kewenangan Ombudsman,” kata Komisioner Ombudsman Robert Na Endi Jaweng di kantornya, Jakarta, Selasa, 30 Mei 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Endi mengatakan ketentuan tersebut tercantum dalam Pasal 31 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman. Menurut dia, Ombudsman bisa meminta bantuan kepolisian untuk menghadirkan terlapor apabila menilai ada unsur kesengajaan untuk menghindari pemanggilan pemerikaan Ombudsman. “Ombudsman sangat serius untuk merespons sikap dari KPK dan kami akan lanjutkan proses dengan pilihan-pilihan yang sesuai kewenangan yang ada di Ombudsman,” kata dia.

Ombudsman RI menerima laporan dari Endar Priantoro pada pertengahan April 2023. Endar melaporkan Firli, Sekretaris Jenderal KPK Cahya H. Harefa, dan Kepala Biro SDM KPK Zuraida Retno Pamungkas. Endar menganggap ketiganya melakukan tindakan maladministrasi ketika mencopot dirinya dari jabatan Direktur Penyelidikan KPK.

Setelah melakukan pemeriksaan awal, lembaga pemantau pelayanan publik ini menyimpulkan bahwa laporan dari Endar masuk dalam kewenangan Ombudsman. Pemeriksaan yang dilakukan Ombudsman awalnya berjalan mulus. Endar selaku terlapor dan pihak Polri selaku lembaga terkait bersedia memberikan keterangan dalam pemeriksaan.

Akan tetapi, kendala muncul ketika Ombudsman mulai memanggil pihak terlapor, yakni Firli dan para pejabat KPK. Endi mengatakan Ombudsman melayangkan surat panggilan terhadap Firli pada 11 Mei 2023. Firli menjawab surat itu pada 17 Mei 2023 dengan menyatakan meminta waktu. Pada 11 Mei itu, Ombudsman juga melayangkan surat panggilan kepada Cahya Harefa. Atas panggilan kedua itu, KPK memberikan jawaban yang justru mengagetkan Endi. “KPK justru mempertanyakan terkait kewenangan Ombudsman menangani laporan ini,” kata Endi.

Ombudsman, kata Endi, tidak ambil pusing untuk menjawab surat itu. Ombudsman kembali melayangkan surat panggilan kepada Cahya untuk kedua kalinya pada 22 Mei 2023. Ombudsman meminta Cahya Harefa hadir dalam pemeriksaan yang dijadwalkan dilakukan pada Senin, 29 Mei 2023. Bukannya memenuhi panggilan itu, KPK justru kembali mengirimkan surat. Tak hanya mempertanyakan kewenangan Ombudsman, kali ini KPK disebut mewanti-wanti Ombudsman untuk tidak melakukan penyalahgunaan wewenang. 

“Ini lebih luar biasa lagi, karena ada lembaga yang memberikan pandangan yang pada intinya agar Ombudsman tidak jatuh pada penyalahgunaan wewenang,” ujar dia.

Atas dua kali penolakan ini, Endi mengatakan lembaganya telah memutuskan untuk tetap melanjutkan pemeriksaan laporan Endar Priantoro. Dia mengatakan Ombudsman yakin betul sudah menjalankan wewenangnya sesuai prosedur dan amanat Undang-Undang. Dia mengatakan Ombudsman akan melakukan pemanggilan ketiga. Apabila pemanggilan ketiga ini tetap diabaikan, maka Ombudsman memiliki dua opsi. Pertama adalah melakukan pemanggilan paksa dengan bantuan polisi. Atau opsi yang kedua adalah menganggap KPK tidak menggunakan haknya untuk memberikan klarifikasi terkait laporan yang dibuat oleh Endar Priantoro. 

“Setiap lembaga harus berjalan di atas etika hubungan antar lembaga, jika ada lembaga yang tidak berjalan di atas etika itu, bahkan mempertanyakan kewenangan lembaga negara lain, ini sama dengan lembaga yang saya kira perlu kita pertanyakan moralitas dan sikap profesionalnya,” kata dia.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus