Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Operasi mister ong, sang penagih

Prapas Suviporn, 52, pengusaha Muangthai saat berada di Jakarta diculik oleh komplotan Mister Ong. Minta ditebus sekitar Rp 1,2 milyar. Pelaku dapat dibekuk polisi. Berlatar utang Pravas pada ong.

23 Januari 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DELAPAN Januari 1988, pukul 05.00. Subuh itu Prapas Suviporn, 52 tahun, masih pulas di kamar 508 Hotel Mareopolo, Jalan Teungku Cik Ditiro, Jakarta Pusat. Direktur Keuangan sebuah perusahaan asuransi terkenal di Bangkok itu baru dua hari di Jakarta untuk urusan bisnis. Dan pagi 8 Januari lalu itu ia terbangun. Pintu kamarnya diketuk orang. Begitu dibuka, ayah delapan anak itu berhadapan dengan tiga lelaki yang tak dikenalnya. Seorang di antaranya, Salim Markus Purba, 35 tahun, menodongkan pistol. Dua lainnya yang menggebrak -- TPD yang dipanggil Tommy, 30 tahun, dan EPU alias Ronny, 32 tahun. Prapas diminta berbenah dan dipaksa ikut mereka. Malang bagi dua teman bisnis Prapas Uthai Littilak dan T.C. Ovi -- yang menginap di kamar 510. Setelah dibangunkan, mereka dipaksa keluar mengikuti kawanan penculik itu. Sebab, kalau dua kawan Prapas itu tak dipaksa ikut, penculikan tentu akan mereka laporkan ke polisi. Petugas Marcopolo tak curiga mereka digiring keluar hotel. Di halaman, ketiga warga Muangthai itu disuruh duduk di jok belakang mobil Suzuki Carry. Dengan ancaman pistol, dan mata ditutup, mereka di bawa ke rumah Ronny di Tebet. Di sana menunggu OTH alias Mister Ong, 34 tahun. Ia pengusaha dan warga negara Malaysia. Ketika di sanalah Ong minta tebusan 19 juta bath (sekitar Rp 1,2 milyar). Runding punya runding, dan setelah setuju dibayar bertahap, lalu Prapas menelepon anaknya di Bangkok. Pesannya: mentransferkan 1,2 juta bath ke rekening Ong, di Penang, Malaysia -- via sebuah bank gelap. Ketiga pengusaha Muangthai itu disekap di Tebet, Jakarta Selatan. 11 Januari 1988. Mereka dipindahkan ke sebuah rumah di Cipulir Permai Blok W-18, yang dikontrak sehari sebelumnya. "Di Tebet, Prapas merasa gerah," tutur sebuah sumber. Setelah di situ, Prapas dimita lagi menelepon anaknya, agar mentransfer uang 1,5 juta bath (seperti pertama tadi) -- juga untuk rekening Ong di Penang. Dan itu nahas bagi Ong dan kawanannya. Hari itu juga, 11 Januari, anak Prapas melapor ke polisi Muangthai -- yang segera pula mengontak rekannya di Jakarta. Sekaligus, hari itu juga, Letkol. Anek Sangchai, Mayor Peeraphan Prempoti dan Kapten Sakolrat Thirasawaddhi dari Bangkok Metropolitan Police Bureau terbang ke Jakarta. 12 Januari 1988. Ketiga polisi Muangthai tiba di Jakarta. Sebuah tim dibentuk, terdiri dari para petugas Mabes Polri bagian Interpol, Polda Metro Jaya, dan ketiga polisi Kerajaan Muangthai itu. Karena polisi Muangthai itu memberi tahu bahwa Prapas diculik di Bangkok, maka sore itu pukul 17.30 tim pelacak mengecek ke Bandara Soekarno-Hatta. Karena itu pula diketahui: Prapas mendarat pada 6 Januari untuk urusan bisnis kayu, bukan lantaran diculik. Selukuh hotel di Jakarta dihubungi. Tapi Prapas, yang menginap di Marcopolo, sejak 8 Januari subuh sudah entah ke mana. Tim pelacak kemudian menganalisa pembicaraan telepon antara Prapas dan anaknya mengenai cara transfer uang. Lewat petunjuk itulah diketahui bahwa Prapas disekap di Cipulir Permai. 13 J~nuari 1988, pukul 15.15. Sore itu sepi, dan hujan sedang turun. Tim Reserse Polda Metro Jaya di bawah pimpinan Lettu. Nyoman menggerebek rumah di ujung kompleks Cipulir Permai yang bercat kuning muda, beratap sirap, dan berpagar tembok yang tingginya 1 meter itu. Penggerebekan lancar, tanpa perlawanan. "Ketika itu mereka sedang di ruang tamu. Kelihatannya biasa-biasa saja, dan penculik berunding dengan Prapas. Ketiga warga Muangthai itu diselamatkan tanpa cedera," kata Kadispen Polda Metro Jaya, Mayor Latief Rabar. Setelah diperiksa, hari Minggu lalu ketiga warga Muangthai itu pulang, dijemput anak Prapas. Prestasi bagus bagi Polda Metro Jaya, yang meringkus penculik dalam waktu 24 jam. Barang bukti yang disita: seuntai kalung emas 75 gram, lima liontin, sabuk dan dua ballpoint bersalut emas, dan sebentuk cincin emas permata. Semua milik korban itu dilucuti penculiknya. Sedang uang muka untuk tebusan, 2,7 juta bath, masih di sebuah bank di Penang, atas nama Ong. Komplotan itu kini meringkuk di Polda Metro Jaya. Yang mengaturnya Mister Ong. Sedangkan Salim, Ronny, dan Tommy yang menurut seorang warga Cipulir Permai mahir ngomong Cina, Indonesia, dan Jawa - hanya membantu. Mereka tak mengapa-apakan Prapas (sasaran penculikan), sebab dia dengan Mister Ong berteman lama. Begitu sampai di Jakarta, Prapas, yang bermaksud membeli kayu itu, menghubungi rekannya, yang rupanya juga rekan bisnis Ong. Dari rekan itulah si Mister tahu Prapas menginap di Marcopolo. Ong yang di Penang itu sering bisnis ke Jakarta. "Prapas sudah lama saya cari. Dia ada utang pada saya," kata Ong, seperti dikutip sebuah sumber. Ong lalu menghubungi Ronny di Tebet. Ronny kemudian menghubungi Tommy dan Salim. Mereka bersedia menculik Prapas, karena dijanjikan imbalan tinggi (tak mau disebut jumlahnya). Ong menyebut perbuatannya itu bukan rnenculik. "Saya menagih utang," katanya, seperti diceritakan sumber TEMPO. Pada 1983 Ong dan Prapas - masing-masing bermodal 4 juta bath - berkongsi dagang sejenis bahan kimia di Bangkok. "Tapi bagian keuntungan yang mestinya saya peroleh tak pernah diserahkan Prapas. Bila saya ke Bangkok, ia menghilang. Saya ditipu," tutur Ong. Di Cipulir Permai Prapas dipaksa membayar uang itu. Namun, Prapas menolak dituduh menipu. Menurut pengusaha Muangthai itu, seperti dikutip sumber tadi, "Barang itu masih di gudang. Belum laku." Budiman S. Hartoyo dan Muchsin Lubis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus