Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Pabrik uang di djabal rahmah

4 pemuda lhokseumawe, aceh: muhammad yusuf bin usman, risman bin ali munir, m. daud bin dalham & junaidi bin saidi siahaan ditangkap polisi karena membuat uang pecahan rp 10.000 palsu & mengedarkannya.

16 April 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KALAU ingin cepat kaya, bikinlah pabrik uang. Empat pemuda Lhok Seumawe, Aceh, Muhammad Yusuf bin Usman, Risman bin Ali Munir, M. Daud bin Dalham, dan Junaidi bin Saidi Siahaan, telah mencoba, menempuh jalan pintas tadi. Tapi belum sempat menjadi kaya, mereka tertangkap. Pekan-pekan ini keempatnya terpaksa duduk di kursi terdakwa. Kasus uang palsu itu tentu saja menghebohkan daerah Aceh. Sebab, keempat pemuda tadi memproduksi uang palsunya, berupa pecahan Rp 10.000,00 seri Kartini di percetakan Djabai Rahmah, milik seorang tokoh PPP di daerah itu, Haji Ibrahim Y. Dari "Peruri" gelap itu, uang tadi, seperti diakui Yusuf, mereka edarkan di daerah Aceh dan Sumatera Utara. Bahkan, menurut sumber TEMPO, uang itu beredar di daerah lain, seperti Pulau Batam dan Surabaya. Jaksa Badrani Rasyid, yang menyeret mereka ke sidang Pengadilan Negeri Lhok Seumawe, Aceh, menuduh keempat pemuda berusia 20 tahunan tersebut telah memasarkan uang palsu pecahan Rp 10 ribu itu satu-satunya nilai tukar yang mereka tiru dengan cara melakukan perjalanan bis bolak balik Banda Aceh-Medan. Ongkos bus itu mereka bayar dengan uang palsu. Sebaliknya, kondektur mengembalikan sisanya dengan uang asli. "Dengan cara itu saya sudah membelanjakan uang palsu itu sebanyak 112 lembar," kata Yusuf. Menurut mereka, tak seorang kondektur pun, curiga bahwa uang itu palsu. Sebab, uang "produksi" Djabal Rahmah itu memang sempurna, hampir tak beda dengan yang asli. Warna dan ornamennya persis. "Saya baru bisa membandingkannya kalau pada saat yang sama melihat uang asli," kata Serda. Polwan Rilda Artaty, yang ikut menggulung komplotan tersebut. Uang palsu itu, menurut sumber TEMPO, baru ketahuan tiruan bila si penerima sempat mengamatinya dengan teliti. Di kertas uang tiruan itu tidak ada bayangan gambar dr. Cipto Mangunkusumo, yang seharusnya ada. Juga tak ada benang pengaman. Kendati uang itu sudah beredar ke berbagai daerah, kejahatan itu terbongkar di Lhok Seumawe juga. Pada 8 Desember lalu, Risman ikut menonton pertunjukan yang diselenggarakan Taman Hiburan Rakyat Keliling. Di tempat itu ia menukarkan lima lembar uang tiruan dengan cara membeli tiket berkali-kali. Pimpinan pertunjukan A.E. Kusnadi, yang curiga uang tersebut palsu, menyerahkan uang itu ke polisi. Esoknya, Kapolres Aceh Utara, Letkol. Doyot Sudrajat, mengirim anak buahnya ke tempat hiburan itu. Empat Polwan, di antaranya Serda. Rilda, menyamar sebagai penjual tiket. Pukul 10 malam, Serda. Rilda mendapatkan seorang pemuda, Ali bin Affan, 18 tahun, menyodorkan uang palsu untuk beli tiket. Saat itu juga Ali dibekuk. Ternyata, anak muda itu hanya disuruh Risman, yang berdiri tidak jauh dari loket. Ia pun langsung disergap. Berdasarkan pengakuan Risman, polisi menciduk ketiga orang rekannya, Yusuf, Daud, dan Junaidi. Di pemeriksaan polisi, Yusuf mengaku sebagai otak pemalsuan. "Saya butuh biaya merantau ke Malaysia cari pekerjaan," katanya kepada TEMPO. Semula ia mencoba memalsukan uang Rp 10 ribu dengan cara melukis. Gagal, hasilnya kasar. Tapi ia tak putus asa. Bekerja sama dengan rekan-rekan sekerjanya, ia berhasil mencetak uang palsu itu. Yusuf mengaku baru dua kali mencetak uang palsu. Pertama 1.000 Iembar, dengan hasil sempurna 900 lembar, selebihnya rusak. Produksi keduanya - sebanyak 3 ribu lembar, awal Desember lalu, yang masih setengah jadi - keburu disita polisi. "Saya sedih, tak jadi ke Malaysia," kata Yusuf. Haji Ibrahim, pemilik Djabal Rahmah, tak tahu-menahu kegiatan uang palsu itu. Sebab, seperti diakui Yusuf, mereka mencetak uang itu pada malam hari, ketika majikan mereka sudah pulang. "Saya sangat mempercayai mereka dan menganggap mereka anak saya sendiri," kata Ibrahim. Monaris Simangunsong & Irwan E. Siregar (Medan)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus