Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Pak pos vs menteri pos

Hariyanto dan sutadi pegawai pos menggugat menteri pariwisata, pos, dan telekomunikasi, karena mereka dituduh mencuri kantung pos. (hk)

9 Juni 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JARANG terjadi pegawai rendahan berani menggugat atasan tertingginya. Ka sus yang langka itu terjadi di Pengadilan Negeri Surabaya. Dua pegawai kecil di Kantor Pos Besar Surabaya, Hariyanto dan Sutadi, menggugat Menteri Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi untuk membayar ganti rugi sebesar Rp 10Juta. Kedua pegawai kecil itu merasa dirugikan nama baiknya, karena dituduh mencuri kantung pos, yang berisi uang tunai sebesar Rr.1.750.000. Selain terkena skors selama tiga tahun, mereka merasa dapat aib akibat ditahan polisi, dan kemudian diadili sebagai pencuri Ternyata, tuduhan itu tidak benar: kedua pegawai pos itu dibebaskan Mahkamah Agung, 27 Oktober lalu. "Karena tidak terbukti, berarti tuduhan itu fitnah," ujar kuasa Hariyanto, ayah kandungnya, Ramelan Suriyanto, yang bekerja di Biro Bantuan Hukum Pengayoman Surabaya. Ramelan merencanakan terus menggugat sampai ke Mahkamah Agung, walau gugatannya ditolak oleh Pengadilan Negeri Surabaya, akhir bulan lalu. Hariyanto dan Sutadi tertimpa nasib sial, hampir enam tahun lalu. Awal Oktober 1978, seperti biasanya, kedua pegawai itu menjemput 26 kantung pos di Kantor Pos Pembantu lapangan udaraJuanda, Surabaya, dengan mobil terbuka. Kesemua kantung pos itu dibawa Sutadi bersama sopir Suroto ke Kantor Pos Besar Surabaya. Sementara itu, Hariyanto tetap tinggal di lapangan menunggu kiriman pos lewat udara. Sesampai di Kantor Pos Besar, Suroto memarkir mobilnya di deretan mobil-mobil pos lainnya dari berbagai tujuan. Sutadi melaporkan bawaannya itu kepada Ketua Pos, sementara tiga petugas gudang mengangkat kantung-kantung ltu ke gudang. Ternyata, menurut petugas gudang, kantung-kantung itu hanya. berjumlah 25. Tidak seorang pun di antara petugas yang terlibat dalam proses pemindahan kantung pos itu tahu di mana satu kantung itu tercecer. Yang pasti, hari itu Juga polisi menangkap Sutadi, Hariyanto, dan sopir Suroto,berikut petugas gudang dan pegawai pos Kantor Pembantu Juanda. Cerita selanjutnya, seperti biasanya, Hariyanto mengaku bersama kedelapan orang rekannya diperiksa polisi seperti maling. "Selain digebuki ada yang disundut rokok," ujar Hariyanto, 30, di persidangan. Awal Februari 1980, Sutadi dan Hariyanto dihukum masing-masing 3 bulan penjara, sementara keenam rekannya dibebaskan. Nasib baik datang bagi kedua pegawai golongan I-A itu. Dua tahun kemudian mereka dibebaskan Pengadilan Tinggi Jawa Timur. Bahkan, berdasarkan penetapan Pengadilan Tinggi, 9 Mei 1983, kedua pegawai yang statusnya diskors itu berhak mendapatkan rehabilitasi. Mahkamah Agung pun kemudian menguatkan putusan peradilan banding itu. Berdasarkan penetapan rehabilitasi itu, Hariyanto melapor ke Perum Pos dan Giro Pusat, Bandung. "Ada sebelas kah saya menghadap pimpinan di pusat," ujar Hariyanto. Hasilnya, ia bersama Sutadi dipekerjakan kembali. Desember lalu, gaji berikut tunjangan untuk mereka dicairkan, dan kedua pegawal pos itu menerima ranel . Namun, keputusan itu tidak sepenuhnya menggembirakan kedua orang itu. Sebab, rapel, yang seharusnya diterima Rp 964.000, dipotong Rp 437.000. Seperti juga keenam rekannya yang sudah direhabilitasikan sebelumnya, mereka berdua juga wajib membayar ganti rugi atas hilangnya kantung pos itu. "Apa tidak gila. Sudah ditahan, digebuki, disidang, diskors, sekarang rapelnya disunat lagi," gerutu Hariyanto. Walau dipekerjakan kembali, Hariyanto merasa rehabilitasi jabatannya tidak penuh. Sebab, kini ia tidak lagi bertugas sebagai pengangkut kantung-kantung pos, tetapi turun menjadi Pak Pos yang bertugas mengantar surat-surat ke rumah-rumah penduduk dengan sepeda. Padahal, kata Harivanto, jika saja tidak dituduh mencuri kantung pos itu, tentu pangkatnya minimal sudah I-B. Berdasarkan semua itu, Hariyanto dan Sutadi nekat menggugat menterinya ke pengadilan. Hanya saja, gugatannya itu, 24 Mei lalu, ditolak Pengadilan Negeri Surabaya. "Saya rasa dengan ditolak itu sudah adil," ujar hakim yang mengadili gugatan itu, Yahya Wijaya. Menurut Yahya, pihak Kantor Pos berbuat yang wajar dengan melaporkan kehilangan itu kepada polisi. "Yang menuduh mereka mencuri bukan pihak Pos, melainkan polisi," kata Yahya. Tentang nama baik kedua pegawai kecil itu, menurut YahYa Wijaya, tidak ada persoalan lagi. "Sebab, mereka sudah dipekerjakan. Berarti mereka orang baik-baik," ujar Yahya. Puas?.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus