SELAMAT pagi anak-anak," kata guru yang muncul pada layar televisi itu. Selanjutnya, selama sekitar 15 menit, guru itu menjelaskan soal titik, himpunan titik, dan garis lurus. Sekitar 50 siswa kelas V di SD Rantepao, Tana Toraja, Sul-Sel - ada yang duduk tenang di bangku. ada yang naik ke bangku, ada pula yang duduk di lantai - memperhatikan pelajaran itu. Begitu pelajaran lewat video itu seesai, langsung diadakan evaluasi. Hasilnya, angka hasil belajar yang diperoleh berkisar antara 4 dan 7. Peristiwa itu, yang berlangsung Agustus tahun lalu, merupakan bagian dari penelitian Ny. Lily Rompas Kairupan untuk menyusun disertasinya. Dan disertasi berjudul panjang - Pengaruh Sistem Lambang Internal dan Eksternal terhadap Belajar melalui Media Piktorial dan Verbal, Sebuah Studi tentang Belajar melalui Televisi - itu Sabtu dua pekan lalu diajukan dalam sidang promosi doktor di IKIP Jakarta. Hasilnya, dosen yang kini menjadi ketua Satgas Hubungan Masyarakat IKIP Ujungpandang itu lulus sebagai doktor dengan predikat sangat memuaskan. Nyonya Rompas, ibu enam anak, sudah lama prihatin tentang sulitnya mencetak guru yang ulung sekarang ini. Padahal, dengan teknologi yang kini ada di Indonesia, yakni televisi dan video, hal itu bisa diatasi. Misalnya dengan membuat film video tentang suatu pelajaran yang disampaikan oleh seorang guru yang ulung, tutur nyonya berusia 47 tahun ini. Masalahnya kini, ada perbedaan antara belajar dengan teks, dengan buku, atau dengan bahan bacaan, dan belajar lewat film televisi. Yang satu disampaikan dengan cara verbal, lewat kata-kata yang dibaca, yang satu lagi disampaikan secara piktorial, yakni bercerita lewat gambar. "Saya ingin mengetahui sejauh mana efektivitas televisi yang digunakan sebagai media belajar," kata ibu kelahiran Minahasa ini. Nyonya Rompas memilih 104 siswa kelas V SD di dua SD negeri di Rantepao itu sebagai responden. Mereka dianggap ideal dalam penelitiannya ini, karena murid-murid itu sudah mengenal baik media elektronik, tapi belum begitu terpengaruh gaya hidup kebudayaan kota. Responden dibagi menjadi dua kelompok,yang masing-masing beranggotakan siswa yang berkemampuan verbal, berkemampuan piktorial, dan yang berkemampuan ganda. Cara menentukan kemampuan para siswa itu antara lain mereka diminta menceritakan jalan-jalan yang mereka tempuh bila berangkat ke sekolah. Boleh diceritakan dengan karangan, maksudnya dengan kata, boleh diceritakan hanya dengan denah, atau gambar. Tapi boleh juga diceritakan dengan gambar dan kata-kata. Hasilnya, siswa berkemampuan verbal berjumlah sekitar 40 anak. Juga 40 anak yang punya kemampuan piktorial. Sisanya memiliki dua kemampuan sama kuat. Penelitian yang tampaknya sepele ini, tapi dalam disertasi setebal 238 halaman dihitung dengan angka-ankag yang terperinci. membuktikan bahwa tak ada masalah seandainya pelajaran di sekolah disampaikan lewat televisi. Bahkan terbukti bagi anak-anak yang berkemampuan verbal, belajar lewat televisi meningkatkan prestasi belajar mereka. Bagi murid berkemampuan piktorial, dari penelitian Nyonya Rompas, belajar dengan teks atau lewat televisi tak banyak bedanya. Memang ada syaratnya, yakni seperti pelajaran matematika dalam film yang dibikin Nyonya Rompas itu, penyajian guru dalam film itu harus menarik. Sebab, menurut Thomas Mupanding, kepala SD Kristen Rantepao - salah satu sekolah yang dijadikan penelitian - semua siswa yang dijadikan responden kelompok belajar lewat televisi tampaknya begitu terpukau dan menaruh perhatian dengan serius. "Saya sendiri tak bisa membawakan pelajaran sebaik guru dalam film Bu Rompas itu," kata Thomas, yang telah 34 tahun jadi guru SD. Maka, Thomas, 54, ayah 12 anak dan kakek 15 cucu, optimistis seandainya diprogramkan belajar lewat televisi. "Bisa saja 120 siswa sekaligus belajar bersama lewat televisi," katanya. "Itu artinya, tiga kelas belajar sekaligus. Menghemat, daripada pemerintah harus menycdiakan gedung dan guru." Dan, yang tak disebutkan Thomas, belum tentu pula guru yang disediakan memenuhi syarat. Memang, ini diakui sendiri oleh Nyonya Rompas, responden dan jenis pelajaran yang diujikan terbatas. Tapi setidaknya, terbukti, tanggapan murid-murid terhadap televisi sebagai guru ternyata menarik. Seandainya gagasan Nyonya Rompas bersambut, video rental tak hanya berjubel dengan film silat. Seorang anak suatu siang akan datang dan meminjam, misalnya, pelajaran matematika seri ke-6 yang skenarionya ditulis oleh Pak Wirasto, itu pengarang buku laris, Matematika SD untuk Orangtua Murid dan Guru.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini