NURASYIAH tidak bersalah. Tapi gara-gara payudaranya dicomot
pemuda di depan PHR (panggung hiburan rakyat) Putra Jaya di
Kampung Simpang Dolok, penduduk Kabuaten Asahan (Slmlatera
Utara)sejak 19 Desember lalu jadi geger. Jam malam sejak jam
18.00 sampai 06.00, diumumkan. Para pejabat daerah, Bupati,
Kepala Polisi dan Komandan Kodim Asahan, hari-hari itu
memindahkan kantornya ke pos komando di Simpang Dolok. Bahkan
Komandan Korem Pantai Timur (Sumatera), Kolonel Aziz Siregar,
yang berkedudukan di Pematang Siantar, ikut berkumpul di pos
komando.
Keadaan memang gawat juga. Dua orang penduduk tewas, empat
lainnya luka parah. Rupanya peristiwa yang sudah beberapa kali
terulang di sana kembali meletus: perkelahian massal antar
penduduk kampung. Sejak tahun 1968 peristiwa di Simpang Dolok
ialah kejadian yang ke lima. Sebelumnya terjadi di Labuhan Ruku
(1968), Tanjung Tiram (1969), Air Joman (1970) dan Medan Deras
pada 1976.
Orang Batak Diserang!
Sore itu, 19 Desember, Nurasyiah (18 tahun) bersama Siti, teman
sekampung di Empat Negeri, berdiri di depan PHR Putra Jaya
Simpang Dolok. Mereka tengah menunggu acara pemutaran film.
Ketika itu tiga perjaka, yang kemudian diketahui bernama Desmon
Situm Orang Viktor Sihombing,dan Hotman/Tampubolon, mendekati
Nurasyiah. Desmon tiba-tiba mencomot dada Nurasyiah.
Tentu saja perawan yang merasa diraba payudaranya itu menjerit.
Awaludin, abang si perawan yang kebetulan berada di sana,
datang menolong. Apalagi kalau tak terjadi pertengkaran. Dari
mulai adu omong sampai adu tinju. Dari hanya mulai Desmon lawan
Awaludin sampai terjadi perang antara anak-anak muda. Sebab
kawan-kawan Desmon, yang hendak membantu rekannya, harus pula
berhadapan dengan kawan-kawan Awaludin. Ributlah di depan PHR.
Kios rokok hancur. Gerobak tukang martabak juga jadi korban.
Desmon cs kewalahan lalu kabur. Mereka menuju perkampungan
Batak, Cahaya Pardomuan, 3 km dari Simpang Dolok. Kepada
penduduk Cahaya Pardomuan, ketiga pemuda ini tak menceritakan
kejadian yang sebenarnya. Mereka cuma bilang: Orang Batak
diserang penduduk kampung! Orang sekampung terbakar oleh lidah
Desmon dkk. Persiapan balas dendam pun mulai kelihatan malam
itu.
Polisi cepat dapat mencium situasi hangat itu. Tindakan
pencegahan sudah diusahakan Periksa ini dan itu. Tapi keributan
agaknya tak mudah dielakkan. Siang jam 11, 20 Desember, api
mulai dimainkan. Jalal, penjaja ikan yang tak berdosa, tiba-tiba
dikeroyok 13 penduduk Cahaya Pardomuan - mentang-mentang si
Jalal penduduk Empat Negeri.
Malamnya, setelah peristiwa Jalal, sekitar 200-an orang dari
Pardomuan dan Pando Mayo siap tempur. Mereka hendak langsung
menyerbu Simpang Dolok. Untung petugas keamanan setempat dapat
menguasai keadaan. Korban peristiwa malam itu M. Silitonga.
Sebenarnya Silitonga ini cuma luka-luka biasa saja. Tapi, entah
oleh Siapa, Silitonga dikabar kan tewas.
Maka pagi berikutnya, jam 4, keributan lebih genting tak
terelakkan. Batak dari Cahaya Pardomuan dan Pando Mayo
berhadapan langsung dengan apa yang disebut 'orang kampung'. Di
antara mereka yang tengah panas itu, berdiri 6 orang petugas
keamanan bersenjata 4 dari polisi dan 2 tentara - berusaha
menenteramkan keadaan. Tembakan peringatan berulang-ulang
bermanfaat juga sementara. Tapi lama kelamaan, ketika ada orang
yang berteriak "serbu saja, paling-paling mereka berani menembak
ke atas!", petugas jadi kehabisan daya juga.
Pada saat yang kritis itu, untung, muncul bala bantuan. Sekitar
100 orang petugas, dari kepolisian dan tentara Batalion
Kalasakti, berhasil menengahi pertempuran. Pasukan anti
huru-hara ini langsung dipimpin oleh Muspida Asahan - Bupati H.
Abdulmanan, Komandan Kodim Letkol. Salim dan Danres Letkol
Simanjuntak.
Lebih dari seratus senjata, mulai dari pisau, parang sampai
bambu runcing, diamankan. Juga lebih dari 40 orang, yang
disangka sebagai biang keributan, ditahan.
Merembet
Peristiwa Simpang Dolok memang berhasil diatasi. Tapi di Kwala
Gunung -- agaknya peristiwa itu merembet ke sana - pecah juga
pertempuran. Jam 12 siang petugas keamanan menemukan mayat
Marlon Manurung (40), penduduk Caliaya Pardomuan, di dekat dam
Rawa Dolok.Tubunnya berbekas penganiayaan dengan benda tajam.
Sore itu juga mayat lain, Mampat Silaban (M), diketemukan di
dasar kali.
Marlon Manurung, seperti disarankan oleh para pejabat - untuk
tak lebih mengeruhkan suasana - dikuburkan hari itu juga.
Sedangkan Mampat Silaban, karena diketemukan mayatnya sudah
sore, dimkamkan keesokan harinya. Hanya malam itu mayatnya
disemayamkan di pos komando. Dalam upacara penguburan Muspida
Asahan hadir dan menentramkan hati keluarga korban dan sekalian
penduduk Batak. Dengan begitu dapatlah dicegah urusan balas
dendam.
Hari-hari peristiwa Simpang Dolok membuat keadaan jadi sepi
mencekam. Warung dan kedai menutup pintu. Di sana-sini masih
kelihatan orang bersiaga. Keadaan jadi berlarut-larut dan tak
sedap.
Maka pada 22 Desember. Bupati Abdulmanan Simatupang
mengumpulkan 45 orang tokoh dari 6 kampung yang terlibat
peristiwa Simpang Dolok. Di situ pak Bupati meringis. Ia minta
agar dikampung-kampung dapat tertib kembali. "Sudahlah Hentikan
semua yang tak berguna ini. Damailah kalian." Para tokoh pun
yang semua, datang dengan hati panas, mengikuti tangis Bupati.
Mereka berdamai. Untuk itu perlu pesta adat, potong kerbau
"Saya sediakan kerbaunya." kata Bupati gembira.
Hikmah dari peristiwa Simpang Dolok ada juga. PHR Putra Jaya,
yang selama ini dianggap sumber kebejatan - karena memutar
film-film seks untuk semua umur - ditutup oleh Bupati.
"Sudahlah," kata Bupati, 'tidak nonton bioskop 'nggak apa-apa,
kalau malam tidur saja di rumah, asal tetap ingat KB!"
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini