Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Medan mengungkapkan seorang pemuda di Kota Medan, Sumatera Utara, berinisial MHS (15 tahun) tewas karena diduga dianiaya oknum TNI. MHS merupakan siswa di sebuah sekolah menengah pertama atau SMP.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Kasus ini terjadi pada Jumat, 24 Mei sekitar 16.30," kata Direktur LBH Medan, Irvan Saputra, dalam konferensi pers di kantor YLBHI, Jakarta Pusat pada Jumat, 2 Agustus 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Ia menceritakan peristiwa ini berawal dari tawuran yang terjadi di bantaran rel kereta di Jalan Benteng Hulu, Tembung Medan. Pada sore itu, MHS hendak mengambil uang di sebuah minimarket untuk membeli makan. Kemudian MHS melihat aksi tawuran tersebut. "Namun, ketika melihat beberapa menit di situ, ternyata ada penertiban yg dilakukan oleh tiga pilar," ujar Irvan.
Tiga pilar itu adalah Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), Bintara Pembina Desa (Babinsa), dan Keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas). Ketika penertiban, arah pengejaran peserta tawuran ke arah MHS. Namun, petugas malah menangkap MHS.
"MHS diduga mengalami penyiksaan yang dilakukan oleh anggota TNI, yaitu Babinsa kelurahan setempat," beber Irvan. "Ketika dia didapat, langsung dipukul bagian leher ataupun dekat kepalanya."
Ia membeberkan MHS lalu terjatuh ke bawah bantaran rel kereta api yang tingginya sekitar dua meter. Walhasil, MHS mengalami luka di bagian kepala. Namun, MHS mencoba untuk naik lagi ke atas. "Ketika naik lagi ke atas, kembali lagi dugaan penyiksaan itu dilakukan, hingga akhirnya MHS sempat tidak sadarkan diri dan ditinggalkan begitu saja."
Setelah kejadian itu, teman-teman MHS yang mengetahui kondisi pemuda itu lalu membawanya ke klinik terdekat. Di Klinik Wahyu itulah, MHS mendapatkan perawatan berupa perban pada kepala dan pemeriksaan lainnya. Diketahui pula kondisi tangan dan kaki MHS yang lecet.
Kemudian MHS dibawa pulang ke rumah. Pada saat kejadian ini, ibu MHS Lenny Damanik sedang tidak berada di kediaman mereka. Sebab, Lenny sedang menghadiri upacara pemakaman sanak keluarga di kota lain.
"Ketika pulang ke rumah, ternyata MHS merasakan sakit yang sangat luar biasa. Bagian dadanya ini merasakan sakit semua, bahkan dari keteranhan saksi-saksi, tukang urut juga, dia tidak bisa didudukkan," beber Irvan.
Sehingga, MHS hanya bisa berbaring. Kawan-kawan MHS lalu berinisiatif memanggil tukang urut yang masih memiliki hubungan keluarga dengan MHS. Kepada tukang urut itu, MHS mengaku jatuh. Ia berbohong karena takut dimarahi jika mengatakan melihat tawuran.
Melihat keadaan MHS yang mulai pucat, ujar Irvan, si tukang urut memberikan uang kepada teman pemuda itu untuk membelikan makan. Setelah itu, tukang urut menyuapkan makanan kepada MHS. "Baru satu suapan pertama, MHS langsung muntah-muntah," ujar Irvan.
Akhirnya tukang urut ini bertanya lagi "kamu ini enggak jatuh, sebenarnya kenapa?" MHS lalu mengatakan "tolong jangan bilang Mamak. Aku tadi lihat tawuran, terus aku dipukul tentara."
Irvan menyebut si tukang urut sontak terkejut dengan jawaban MHS. Akhirnya MHS dibawa ke Rumah Sakit Muhammadiyah. Namun, rumah sakit itu tidak bisa menangani MHS karena keterbatasan alat. "Maka pergilah ke Rumah Sakit Madani di Medan juga," ucap Irvan.
MHS sampai di rumah sakit itu sekitar pukul 20.30 malam. Dokter dan perawat telah melakukan tindakan kepaja pelajar ini hingga dini hari. Akhirnya sekitar pukul 04.00 subuh, MHS menghembuskan napas terakhirnya. "Ibu MHS melihat melalui video call dengan keluarganya sambil nangis-nangis," kata Irvan.