Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Lembaga Bantuan Hukum Jakarta Arif Maulana mengatakan pembakaran Polsek Ciracas oleh massa pada 12 Desember lalu, harus diusut tuntas. Sebab, kantor polsek adalah salah satu institusi negara. Tindakan massa bisa dianggap sebagai bentuk pelecehan terhadap simbol negara.
Baca: Ditolak Hotman Paris, 5 Juru Parkir Arundina Dibela LBH Jakarta?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kami dari Koalisi Masyarakat Sipil meminta polisi mengusut tuntas," kata Arif di kantor Amnesty Internasional Indonesia, Cikini, Jakarta Pusat, 17 Desember 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pembakaran Polsek Ciracas itu diduga buntut dari pengeroyokan terhadap dua anggota TNI di area parkir pertokoan Arundina, Cibubur, Ciracas, Jakarta Timur, pada 10 Desember 2018. Korban adalah anggota TNI AL Kapten Agus Komarudin dan anggota Paspampres Prajurit Satu Rivonanda.
Selang sehari setelah pengeroyokan, ratusan orang yang diduga anggota TNI mendatangi Polsek Ciracas. Mereka meminta polisi mengeluarkan tersangka pengeroyok. Karena permintaan itu tidak dipenuhi, massa merusak dan membakar sejumlah fasilitas milik Polsek. "Kalau kasus ini tidak diungkap, akan menjadi pelecehan hukum di Indonesia," ujar Arif.
Polisi saat ini telah menangkap lima tersangka pengeroyok Agus dan Rivonanda. Mereka adalah Agus Pryantara, 32 tahun, Herianto Panjaitan (28), Iwan Hutapea (31) berserta istrinya Suci Ramdani (23), dan Depi (35).
Baca: Pengeroyokan TNI, Apa Peran Tersangka Perempuan Suci Ramdani?
Menurut Arif, jika polisi tidak bisa bertindak tegas untuk menangkap para pelaku perusakan Polsek Ciracas, maka masyarakat bakal melihat bahwa hukum tumpul untuk menindak kalangan atas. "Hukum hanya tajam kepada yang di bawah," ujarnya.