Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Pembalasan Si Pengemudi Ojek

Hasan dibunuh, motifnya balas dendam karena membunuh Syahlan Pane kakak si Achmad. (krim)

8 September 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DUA tahun lamanya Achmad menunggu. Selama itu pula ia memendam, dendam atas kematian kakaknya, Syahlan Pane, 37. Tekadnya sudah kukuh: ia harus membalas kematian kakaknya dengan kematian pula bagi si pembunuh. Secara kebetulan, suatu hari ia diberitahu nama pembunuh Syahlan Pane. Maka, bak cerita silat, ia menanti lawannya, Hasan, pada suatu pagi subuh, dengan golok tergengam erat di tangannya. Begitu Hasan muncul di Jalan Sicanang, Belawan, sekitar 26 km dari Medan, Achmad, 32, segera menyerang. Yang diserang, yang sebenarnya bertabiat panas dan berangasan, tak sempat memberikan perlawanan. Tak ampun lagi, ayunan golok Achmad pun merobek pipi, perut, dan sekujur tubuh Hasan. Terakhir, Achmad membabat semua jemari tangan dan kedua lutut korban, yang masih bergerak-gerak. Setelah korban tak berkutik, dia merasa puas. "Utang nyawa sudah saya bayar," ujarnya kepada Monaris Simangunsong dari TEMPO, di tahanan Polsekta Medan Belawan, pekan lalu. Peristiwa pembunuhan ini, yang sampai minggu-mlnggu ini masih 1adi pembicaraan hangat di Belawan, terjadi subuh 19 Agustus. Kejadian itu cukup mengagetkan polisi. Achmad, ayah empat anak yang sehari-hari bekerja sebagai penemudi sepeda motor ojekan, selama ini dikenal baik dan ramah. "Dia sering pula memboncengkan petugas polisi, dan tak ada tanda-tanda bahwa dia mampu menjadi pembunuh," kata seorang anggota polisi di Belawan. Polisi memang menyayankan kenekatan Achmad bertindak main hakim sendiri. Padahal, bila ia melaporkan sangkaannya terhadap Hasan, sebagai yang diduga keras telah membunuh kakak kandungnya dua tahun lalu, ia kini tak harus berada dalam tahanan polisi. Achmad sendiri mengaku, semula ia memang berniat melapor ke polisi. Tapi ia kemudian berubah pikiran, karena, "Saya sudah telanjur berjanji kepada Almarhum Kakak, untuk menghabisi yang membunuhnya." Syahlan Pane, 37, terbunuh Agustus 1982. Ketika itu, ia, yang sehari-hari bekerja sebagai kernet, tengah memasukkan bis mini milik majikannya ke dalam garasi di Desa Sungai Mati, Belawan. Tak dinyana, semua gerak-geriknya itu diikuti oleh seseorang. Ketika Syahan lengah, orang tadi kontan menghunjamkan beratinya. Sebelum menghembuskan napas, korban sempat berkata bahwa penikaman itu terjadi karena ia tak mau di-kompas - dimintai uang. Ia, ketika itu, juga sempat menyebut nama si penikam, hanya suaranya sudan begitu lemah sehingga tak jelas terdengar. Achmad baru tahu bahwa yang membunuh kakaknya adalah Hasan, yang selama ini dikenalnya, sehari menjelang HUT Proklamasi Kemerdekaan RI, 16 Agustus 1984. Yang memberitahu adalah Dina (bukan nama sebenarnya), 20, istri Hasan. Wanita yang bekerja di tempat main bilyar itu memberitahukan perbuatan suaminya, karena sudah tidak tahan lagi menanggung derita. "Empat tahun kami menikah, ia sudah tiga kali masuk bui karena melakukan kejahatan. Perangainya tak pernah berubah," katanya kepada TEMPO. Sewaktu Dina memberitahukan perbuatan suaminya itu, menurut Achmad, ia sempat terkesiap. Sebab, Hasan bukan orang asing baginya. Pria yang tak mempunyai pekerjaan tetap itu, kata Achmad, sering ditraktirnya makan. Ia juga tidak pernah menarik bayaran, bila Hasan menaiki ojeknya. Padahal, kehidupannya sendiri sudah sangat sulit. Sudah menjadi pengemudi ojek di pelabuhan Belawan sekitar enam tahun, ia berpenghasilan paling-paling Rp 2.000 sehari. Itu hanya pas-pasan untuk menghidup anak-anak dan istrinya. Apalagi setelah Syahlan meninggal, ia sedikit banyak juga mesti membantu keluarga Almarhum. Selain sering ditinggal pergi, Dina juga mengaku sering dipukul atau dihajar oleh suaminya. Bahkan, kata ibu satu anak itu, tia bulan yang lalu ia nyaris ditikam dengan sebilah pisau, saat mereka naik kendaraan umum. Untung, seorang polisi mengetahui hal itu. Hasan lalu ditangkap, dan kemudian diadili. Ia dihukum 2 bulan penjara, karena dipersalahkan membawa senjata tajam. Menurut sumber di kepolisian Belawan, Hasan yang tak punya pekerjaan tetap itu memang seorang resldivis Ia sudah beberapa kali berurusan dengan pohsl, karena melakukan tindak kriminal. Maka, sewaktu diberitahu bahwa suaminya terbunuh, Dina tak merasa begitu sedih. Walaupun begitu, Dina membantah seolah dialah yang mengabarkan kepada Achmad bahwa Hasan-lah yang membunuh Syahlan. Ia mengaku tak pernah berkata begitu. Sedangkan Achmad berkeras bahwa dari Dina-lah ia mendapatkan kepastian tentang siapa yang membunuh abang kandungnya. "Demi Tuhan, terkutuklah saya dan anak-anak saya, kalau saya berbohong," ujarnya sengit. Polisi sendiri tampaknya tak kelewat memusingkan hal itu. Seandainya betul Dina mengadu, menurut sumber di kepolisian Belawan, akan sulit juga untuk menuduh dia terlibat dalam pembunuhan itu. "Belum ada undang-undang yang mengatur tindakan terhadap orang yang mengadu kepada orang lain," kata sumber itu. Yang juga masih dipertanyakan: Betulkah Hasan yang membunuh Syahlan dua tahun lalu itu? Yang jelas, "Keterangan Dina bisa saya percaya," jawab Achmad. Ia kelihatannya kini puas, dan tak merasa menyesali perbuatannya. "Saya siap dibawa ke pengadilan. Hukuman apa pun akan saya terima," katanya dengan mantap di tempat tahanan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus