Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Melati dan soka

40% lebih tenaga di sektor industri adalah wanita. di indonesia, wanita dituntut hak dan tanggung jawab yang sama dengan pria. selain itu wanita dituntut pula mengurus rumah tangga. (kl)

8 September 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI bawah jendela kamar, tumbuh dua puluh empat batang pohon melati. Tiap pagi hari, seberkas sinar matahari menerobos celah pohon jambu, menyambut mekarnya bunga putih yang semerbak itu. Pilihan jenis melati dengan kelopak selapis yang mekar seperti pancaran bintang itu disengaja, karena kaya aroma dan murah menabur bunga. Walaupun cepat gugur, sekejap pagi sajalah tersenyum lembut dengan bunga putih bersih. Siang hari mereda. Besok pagi, bunga mekar ramai kembali. Begitulah ulah melati dari pagi berganti pagi - tiap-tiap hari. Apakah peran melati hanya mencipta suasana, pembangkit cita rasa? Bak tulisan Kartini yang enak dibaca, menyentuh, dan melipur jutaan wanita? Impian bagi mereka yang merasa selalu terpaksa hidup di bayangan dunia pria? Kenapa mesti menjadi masalah, soal peran melati dalam kehidupan, atau peran wanita dalam pembangunan? Kami tidak pernah menghitung berapa kuntum melati yang mekar tiap pagi. Berapa yang gugur pada awal siang hari, dan besok berapa kuncup yang akan merekah menyambut matahari. Cuma kami rajin menyiram, kadang memupuk dan memetik kembang itu dengan penuh kasih sayang. Tidak seperti pengamat peran wanita. Segala statistik diungkapkan. Berbagai rasio dibandingkan. Bahkan dari keterangan sederet angka itu lalu ditarik kesimpulan. Beberapa jitu, banyak yang kebetulan, tetapi kalau tidak hati-hati banyak menyesatkan. Misalnya soal peran scrta wanita dalam angkatan kerja. Statistik bilang, cuma separuh dari angka peran serta pria dalam angkatan kerja. Kesimpulannya: perlu ditingkatkan. Maka, tidak heran Ibu Khromi bertanya, "Bila peran serta angkatan kerja wanita sama dengan pria, siapa yang meneteki anaknya, menimang butetnya, dan membentuk suasana rumah tangganya?" Atau soal kawin cerai. Bila statistik bilang, di antara wanita setengah baya Indonesia rata-rata pernah kawin satu setengah kali, apa yang akan Anda katakan? Atau seperempat dari pasangan kawin bercerai setelah menikah selama lima tahun atau kurang? Bahkan sepertiga dari pasangan itu cerai setelah menikah sepuluh tahun atau kurang? Kesimpulan yang lazim, biarpun tidak selalu benar, ialah bahwa wanita menjadi korban rayuan gombal lelaki. Logikanya, bukankah dalam kejadian perceraian berlaku hukum simetri: Lelaki juga bisa menjadi korban rayuan wanita? Soal ini begitu peka, begitu penuh prasangka, begitu sarat asumsi. Sehingga, kesimpulan terpaksa terkungkung oleh stereotypes. Lihatlah bunga soka, yang ditanam sembarang di sudut pekarangan. Ia kaya warna, tahan hidup tanpa dipelihara. Bahkan bunga merah cerah itu tetap bersorak-sorai sepanjang hari. Tidak peduli matahari pagi, siang, atau sore hari. Semua disambut gembira. Dengan gumpalan kuncup yang kekar, merekah silih berganti, tiada henti-henti. Pcrannya menghias tata warna pekarangan tak kalah dari melati, bahkan mawar, kamboja, atau begonia. Dengan gagah berani soka tiada henti berbunga, bercabang, an merebut suasana. Tetapi kenapa tetap saja orang kurang peduli. Dan masih menyanjung melati tinggi-tinggi? Di hamparan sawah yang basah dan tanah yang lembut, hampir sembilan juta wanita membungkuk-bungkuk menancapkan bibit padi. Atau menuai bulir padi. Atau menyadap getah karet, memanen kelapa sawit. Bahkan menyiang rumput, menyulang jala, atau menguras tambak dan kolam. Lihatlah di pabrik tekstil, industri obat-obatan dan makanan, atau industri kerajinan. Atau tengoklah sektor perdagangan besar, grosir, dan eceran. Empat puluh lima sampai empat puluh delapan persen dari pekerja di sektor industri pengolahan dan perdagangan adalah wanita. Bahkan ribuan mereka sekarang menjorok ke sektor bangunan, angkutan, bahkan keuangan dan jasa-jasa. Kenapa kurang banyak orang yang peduli soal ini? Seperti halnya orang lebih peduli pada melati daripada kepada soka. Kenapa orang lebih peduli pada wanita di jabatan negara, daripada wanita menentukan kendali rumah tangga. Dengarlah apa kata John Keneth Galbraith, ahli ekonomi Amerika kesohor itu. Dia bilang, peran serta wanita dalam pembangunan ekonomi ialah karena kemampuan mereka merangsang dan menghidupi produksi. Wanitalah yang berkemampuan hampir tak terbatas memborong dan memakai segala macam barang konsumsi! Atau chauvinisme John Wayne, menanggapi peran serta wanita dalam angkatan kerja. Wanita dapat dan boleh bekerja di bidang apa saja yang ia suka. Asal, tidak boleh lupa meja makan harus selalu disiapkan untuk saya, dia, dan anak-anak pada waktunya. Bicara pcran wanita di Indonesia atau di mana-mana selalu akan diliputi oleh banyak paradoks. Di satu pihak dituntut kesempatan, hak, dan tanggung jawab sama antara pria dan wanita. Di pihak lain tetap dikehendaki tanggung jawab dan peran yang khas wanita sesuai dengan harkat dan kodratnya. Di satu pihak wanita menghendaki dan kebanyakan diharapkan tetap feminin, lembut dan lemah gemulai. Di pihak lain, wanita menginginkan citra yang kukuh, tegas, tegar, dan tak hendak diperlakukan tidak semena-mena. Di rumah saya ada pohon melati, soka, bahkan mawar, begonia, dan lusinan bunga aneka warna. Mungkin mereka lambang kompleksitas wajah sikap yang empunya terhadap peran bunga di taman yang asri dan menyegarkan itu. Di rumah saya selamanya wanita menjadi penentu masalah rumah tangga. Bahkan, menurut anak-anak, bapak adalah anak ibu yang tertua. Keputusan tentang seluk-beluk kesejahteraan keluarga dan rumah tangga selamanya di tangan wanita! Tiada sengketa. Tiada yang bertan,a. Aturan itu diterima oleh semua seperti mereka menerima datang perginya sang surya. Bagaimana dengan Anda?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus