APA salah Widodo suka mengintip temanten baru yang menyewa kamar di rumah ibu tirinya? Barangkali pemuda 18 tahun itu akan hanya menanggung malu, seandainya kemudian temanten wanitanya tak kedapatan meninggal tanpa busana di kamar Widodo. Karena itu, Rabu pekan lalu di Pengadilan Negeri Semarang, ia duduk sebagai tertuduh kasus pembunuhan dan perampokan yang terjadi akhir Juli lalu. Bersama pemuda itu, ikut pula menjadi tertuduh, Purnomo, 19, temannya. Berdasarkan tuduhan jaksa, peristiwa di kawasan Jalan Udowo, Semarang Barat, itu bisa diceritakan kembali. Siapa tak terusik, apalagi seorang pemuda remaja, mendengar kesibukan korban dan suaminya tiap malam. Maka, berdasar pengakuan tertuduh kepada polisi, Widodo sering kali mengintip kesibukan itu lewat celah dinding. Di hari peristiwa terjadi, tengah malam waktunya, kamar sebelah Widodo sepi. Pemuda yang terakhir tercatat sebagai siswa sebuah sekolah teknik (setingkat SMP) itu mengintip lagi. Tak ada kegiatan apa pun selain korban yang tiduran, tapi belum tidur. Ia sendirian, karena -- kemudian diketahui -- suaminya sedang bekerja di Sukoharjo, Solo, sebagai mandor bangunan. Maka, Widodo, yang semula cuma berani mengintip, lalu mencoba mengadakan pendekatan. Dengan janji sebuah radio transistor sebagai imbalan, korban yang berusia 26 tahun itu lantas menyetujui memberikan pelayanan di kamar Widodo. Bahwa tak terjadi perkosaan, didukung oleh keterangan tertuduh -- bahwa kemudian ia keluar, memanggil temannya, yaitu Purnomo, yang kemudian melakukan hal yang sama. Setelah itulah, lalu korban disuruh menengok ke kolong tempat tidur. Kemudian dengan cepat Purnomo membungkam mulut korban dengan sapu tangan, dan ketika itulah Widodo menghantam tengkuk korban dengan sepotong besi setengah meter. Lalu, dengan tenang kedua pemuda mengangkat tubuh korban untuk diletakkan kolong, setelah kalung korban diambil. Esoknya, dengan tenang kedua pemuda pergi membawa sepeda korban. Kata Widodo, barang korban mereka jual laku Rp 48.000. Dengan uang itulah mereka pergi ke Sukoharjo, menemui suami korban. Mereka mengatakan kepada mandor bangunan itu bahwa istrinya sakit keras. Menurut Widodo kepada polisi, ini upaya untuk menghilangkan jejak. Karena sudah mengenal baik kedua pemuda, suami korban lalu pulang ke Semarang. Sementara itu, di rumah petak, keributan telah terjadi. Sekitar pukul 11.00, kata polisi seorang anak kandung pemilik rumah masuk kamar Widodo dan menemukan mayat wanita telanjang. Di rumah papan yang kamar-kamarnya disewakan itu orang pun ramai. Kemudian diketahui, mayat adalah temanten baru, salah seorang penyewa kamar. Polisi segera datang, menemukan batangan besi dan sebuah celana dalam wanita dan pria. Tak lama kemudian, muncul suami korban dan Purnomo. Langsung Purnomo ditahan polisi. Dua hari kemudian, Widodo pun tertangkap. Widodo, yang bertubuh sedang, berkulit cokelat dengan rambut gondrong, memang bertampang lumayan. Bersama tertuduh ke dua, yang bertubuh tinggi dan berkulit kehitaman, dia dikenal tetangga sebagai pemuda badung. Tapi selama ini mereka belum pernah terlibat kejahatan. Menurut ibu angkat Widodo, yang tak bersedia menjelaskan asal-usul anak angkat itu, sebenarnya, Widodo sudah tak bersekolah, karena sering tidak masuk dan tak membayar SPP, kemudian dikeluarkan. Belum jelas benar adakah kasus ini semata hanya karena godaan pengantin baru tiap malam atau ada faktor lain. Setidaknya, oleh ibu angkatnya, kegiatan Widodo tak diketahui selama ini. Bila ia tak di rumah, ternyata juga tak ada di sekolah. Suami korban sendiri kepada TEMPO menyatakan heran, "Kok, mereka, yang saya kenal baik, tega terhadap istri saya."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini