Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEHARUSNYA Syahrul Yasin Limpo tiba di Jakarta dari Makassar untuk menghadap para pemeriksa di Komisi Pemberantasan Korupsi pada Rabu, 11 Oktober lalu. Pada hari itu penyidik hendak memeriksanya untuk meminta klarifikasi ihwal dugaan pemerasan dan gratifikasi para pejabat Kementerian Pertanian kepada politikus Partai NasDem tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KPK menuduh Syahrul memungut upeti dari para pejabat eselon I dan II Kementerian Pertanian untuk mendapatkan jabatan atau mempertahankannya. Nilai upeti bervariasi dari Rp 50 juta hingga Rp 400 juta per pejabat. Jadwal pemeriksaan hari itu adalah agenda kedua setelah Syahrul tiba dari lawatannya ke Spanyol dan Italia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut agenda Menteri Pertanian, ia tiba di Jakarta pada Ahad, 1 Oktober lalu, setelah bertolak pada 24 September lalu. Namun Syahrul terbang lagi ke Singapura ketika tahu para penyidik KPK sudah menunggunya di Jakarta. Sejumlah politikus Partai NasDem menjemputnya. Namun ia memilih datang ke markas Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya alih-alih ke KPK.
Di sana, Syahrul melapor telah diperas Ketua KPK Firli Bahuri. Buktinya adalah foto pertemuannya dengan Firli di sebuah gelanggang olahraga badminton di Mangga Besar, Jakarta Barat, pada Maret 2022. Dalam pertemuan tersebut, Syahrul mengaku dimintai uang oleh Firli sebesar Rp 50 miliar untuk meredam perkara pemerasan kepada anak buahnya di Kementerian Pertanian.
Setelah itu, ia ke Makassar. Ibunya, Nurhayati Yasin Limpo, sedang sakit. Penyidik KPK pun terbang ke Makassar untuk menjemput Syahrul. Di Makassar, penyidik sempat menggeledah rumah Syahrul. Namun penyidik kembali kehilangan jejak sampai mereka tahu Syahrul kembali ke Jakarta pada Rabu dinihari, 11 Oktober lalu, memakai pesawat terakhir.
Tunggu punya tunggu, penyidik KPK tak juga melihat Syahrul di Gedung Merah Putih. Penyidik mendapat informasi Syahrul berada di kantor Visi Law Office pada Kamis pagi, 12 Oktober lalu. Visi Law Office adalah kantor pengacara Febri Diansyah dan Rasamala Aritonang, pengacara Syahrul, di Jalan Metro Pondok Indah 26, Jakarta Selatan.
Para penyidik pun bergerak ke sana. Namun Syahrul sudah tak ada. Ia terdeteksi ke luar kantor lewat pintu belakang dan menghilang dengan menumpang mobil yang berbeda.
Baru sorenya penyidik mendapat informasi Syahrul berada di Apartemen Oakwood di Gandaria, Jakarta Selatan. Mereka bisa masuk ke lantai F setelah menangkap sopir Syahrul di lantai bawah.
Dalam keterangan versi Febri Diansyah, ia mengantarkan Syahrul ke luar kantor Visi Law Office dari lantai 2 ke teras pada Kamis itu. Syahrul lalu keluar dari kompleks kantor melewati pintu depan. Waktu itu, Febri mengungkapkan, tak ada penyidik KPK yang berusaha menangkapnya meski ada beberapa mobil terparkir di jalan masuk kantor.
Febri membantah tuduhan menyembunyikan Syahrul di kantornya. Menurut dia, Syahrul datang ke Visi Law Office untuk mendiskusikan jadwal pemeriksaan KPK. Syahrul, Febri menambahkan, menyanggupi datang ke KPK pada Jumat, 13 Oktober lalu. Karena itu, Febri mengontak penyidik KPK guna meminta konfirmasi mengenai jadwal pemeriksaan Syahrul. “Kami mendengar Pak SYL ditangkap setelah salat magrib,” ujarnya.
Butuh dua setengah jam setelah penyidik kehilangan jejak Syahrul di kantor Visi Law Office untuk mendeteksi keberadaannya. Syahrul rupanya mampir ke Apartemen Oakwood. Malam itu juga penyidik membawa Syahrul ke KPK dan memeriksanya. Syahrul lalu memanggil Febri dan Rasamala untuk mendampinginya. Namun kehadiran keduanya ditolak karena mereka sedang menjadi saksi dugaan penghalangan penyidikan.
Dalam penggeledahan rumah dinas Menteri Pertanian pada akhir September lalu, penyidik KPK mendapat salinan nasihat hukum Febri dan Rasamala. Dokumen yang sama juga mereka temukan di telepon seluler Kasdi Subagyono dan Muhammad Hatta. Keduanya turut menjadi tersangka. Kasdi adalah Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian, sementara Hatta adalah Direktur Alat dan Mesin Pertanian Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian.
Dokumen itu berisi tata cara membebaskan Syahrul yang berpijak pada dokumen presentasi penyidik atas kasus ini. Penyidik KPK menduga dokumen penyelidikan mereka bocor ke pengacara Syahrul. Febri dan Rasamala adalah mantan pegawai KPK. Febri bahkan menjabat juru bicara. Keduanya mundur dari KPK selepas berkonflik dengan Ketua KPK Firli Bahuri bersama 59 pegawai lain yang dinyatakan tak lulus tes wawasan kebangsaan.
Setelah penyidik menolak Febri dan Rasamala, Syahrul menunjuk Arianto Winanto Soegijo dan Ervin Lubis menjadi pengacaranya. Pemeriksaan selepas penangkapan itu baru selesai pada pukul 03.15 esoknya. “Pemeriksaan baru seputar verifikasi identitas dan aset-aset serta memastikan tugas, pokok, dan fungsi Menteri Pertanian,” ucap Arianto.
Penyidik belum masuk ke substansi perkara, seperti transaksi di rekening Syahrul, temuan ratusan amplop berisi uang tunai senilai Rp 30 miliar, serta kepemilikan perhiasan dan tas mewah, cek BCA senilai Rp 2 triliun, dan barang mewah lain. “Mengapa KPK buru-buru menangkap Pak SYL sementara beliau sudah siap ke KPK besoknya?” kata Arianto.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan penangkapan Syahrul secara paksa dilakukan karena ia tak hadir dalam pemeriksaan pada Rabu, 11 Oktober lalu. “Tim penyidik memutuskan menangkapnya pada 12 Oktober,” tuturnya.
Orang dekat Syahrul menduga penyidik KPK memburu Syahrul untuk meredam laporannya ke polisi tentang usaha pemerasan oleh Firli Bahuri. Sewaktu Syahrul masuk ruang tahanan di Gedung Merah Putih, para pejabat Kementerian Pertanian, bupati, dan wali kota yang menghuni penjara itu menyambutnya dengan sukacita. “Mereka mengacungkan jempol atas upaya perlawanan Pak SYL,” ujar narasumber yang menemani Syahrul masuk tahanan ini.
Tak hanya melaporkan Firli Bahuri, Syahrul menggugat penetapan status tersangka pemerasan, gratifikasi, dan pencucian uang terhadapnya ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Menurut Arianto, tim pengacara Syahrul belum bisa menyusun pembelaan secara detail karena para penyidik KPK belum masuk ke substansi perkara yang membuat Syahrul mundur dari jabatan Menteri Pertanian itu.
Ali Fikri mengatakan penyidik tak terburu-buru mengusut dugaan gratifikasi, pemerasan, dan pencucian uang yang menjerat Syahrul. Para penyidik, dia menjelaskan, sedang memilah barang bukti dari penggeledahan di rumah dinas Syahrul pada 28 September lalu. “Termasuk aliran uang yang diterima dan dinikmati oleh para tersangka,” tutur Ali.
Menurut Ali, KPK makin yakin ada tindak pidana selama Syahrul menjadi Menteri Pertanian setelah memeriksa para saksi. Mereka adalah Denis Gunardi Wibowo, ajudan Kasdi; Kepala Subbagian Tata Usaha Persuratan Sekretariat Jenderal Kementerian Firmansyah; dan Rininta Octarini, staf Sekretariat Jenderal Kementerian. KPK belum menjadwalkan pemeriksaan keluarga Syahrul yang diduga turut menikmati uang pemerasan dan gratifikasi dari anak buah Syahrul.
Soalnya, KPK sudah mengajukan permohonan cegah tangkal kepada Direktorat Jenderal Imigrasi untuk Ayunsri Harahap, istri Syahrul; Indira Chunda Thita, anak perempuan Syahrul yang juga anggota Komisi Pertanian Dewan Perwakilan Rakyat dari NasDem; dan Andi Tenri Radisyah Melati, anak perempuan Indira Chunda. KPK mencegah mereka bepergian ke luar negeri selama pemeriksaan terhadap Syahrul Yasin Limpo.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Fajar Pebrianto berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Acungan Jempol Menyambut Syahrul"