SUMADI bingung. Petani miskin di Desa Sendangsari, Kulonprogo, Yogyakarta, ini kesulitan uang. Perut isterinya makin membuncit, menandakan anak keduanya segera lahir. Belum lagi desakan dari orang tempat ia berutang yang datang silih berganti minta segera dilunasi. Di tengah kebingungannya itu, awal September tahun lalu, muncul Kartodinomo, warga desa tetangga. "Saya ingin belajar ilmu pengasihan agar disukai cewek," kata pedagang sapi itu pada Sumadi. Meski usianya sudah 53 tahun, rupanya Karto sedang menaksir seorang wanita di desanya. Dikabarkan bahwa Sumadi, selain bisa menghilang, juga mempunyai ilmu menaklukkan hati cewek. Lebih-lebih jika melihat tingkah laku lelaki berusia 32 tahun ini -- meskipun sekolahnya hanya sampai kelas V SD dan sudah beristri -- yang sering gonta-ganti cewek. Bagai mangsa mendekati perangkap, keinginan Karto disanggupi Sumadi. "Nanti malam datang ke rumah saya," katanya. Karto juga diminta membawa emas sepuluh gram. Menjelang tengah malam, Karto ke rumah Sumadi dan memberi emas yang disyaratkan itu. Sumadi kemudian mengajak Karto ke tempat yang jaraknya sekitar enam kilometer dari rumahnya untuk bersemadi. Di tengah gelap gulita itu, Sumadi mengeluarkan sebutir telur yang dibawanya. "Kamu harus minum ini," ujarnya. Tanpa ragu, Karto menenggak telur itu sampai tuntas. Selang beberapa detik, dirasakan kepalanya pusing dan perutnya mulas. Tak lama, Karto kejang dan tak sadarkan diri. Telur yang diminumnya itu ternyata sudah dicampur racun tikus. Setelah itu, Sumadi melucuti korbannya. Baju, celana, dan uang Rp 100 ribu dalam dompet Karto disikat. Selanjutnya, korbannya yang tinggal bercelana dalam saja itu diseretnya ke rel kereta api yang tak jauh dari tempat mereka semadi. Seperti sudah diduga, tak lama setelah tubuh korban diletakkan melintang di atas rel, terdengar kereta api. Begitu kereta api lewat, karuan tubuh yang masih bernafas itu terpotong menjadi lima bagian. Dua bulan kemudian datang pula Surono dan Sidik Purnomo, masing-masing berumur dua puluh tahun. Mereka mencari kiat melancarkan rencana nikah. Kepada kedua pemuda itu sang dukun minta syarat serupa. Hanya Sidik yang sanggup memenuhinya. "Saya ditolak karena tidak memenuhi persyaratan," kata Surono, yang bekerja sebagai tukang kayu itu. Malamnya, Sidik diajak Sumadi bersemadi. Berlangsunglah adegan seperti ketika Karto dihabisi. Hanya, kali ini Sidik tak gampang ambruk. Sumadi menjerat leher Sidik. Tewas. Lalu, mayatnya diletakkan Sumadi di atas rel. Khawatir perbuatannya diketahui Surono, esoknya Sumadi mengajak Surono ke Gua Lowo di Desa Sendangsari, yang sering dipakai bertapa. "Saya heran, mengapa ia bersedia mengajari saya ilmu," pikir Surono ketika itu. Tapi, rasa herannya itu kalah oleh keinginannya untuk menggaet cewek. Maka, ketika mereka di dalam gua, tanpa tanya-tanya, telur yang disodorkan Sumadi segera diminumnya. Telur yang sudah dicampur racun tikus itu pun bereaksi. Dalam kesakitannya, Surono mendengar ucapan Sumadi yang pamit pulang mengambil lilin guna menerangi gua yang mulai gelap. Padahal, Sumadi tak berniat kembali. Ia mengira Surono akan tewas dengan sendirinya. Dengan sisa tenaga Surono merangkak ke luar gua. Ketika itu seorang warga dusun yang berniat mandi di dekat gua itu melihat Surono. Ia dilarikan ke rumah sakit. Selamat. Dan terbongkarlah perbuatan Sumadi. Ia ditangkap polisi, serta mengakui semua perbuatannya itu. Mulai Selasa pekan lalu, Sumadi diadili di Pengadilan Negeri Wates, Kulonprogo. Ia didakwa melakukan pembunuhn berencana berturut-turut, dan diancam hukuman mati. Rustam F. Mandayun dan Moch. Faried Cahyono (Yogyakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini