DETIK-DETIK itu berlangsung hening dan mencekam. Tidak ada
suara berisik, walaupun ruang sidang Mahkamah Militer Tinggi
II/Timur di Surabaya, penuh sesak oleh pengunjung. Letkol Pol
Suyono dan Kapten Pol. Moch. Bastari BA, berdiri dengan sikap
sempurna, menanti keputusan majelis hakim.
Pukul 11.15 Kamis pekan lalu Ketua Majelis, Brigjen Karyono,
mengetokkan palu: Letkol Suyono dihukum 6 tahun 6 bulan penjara,
dan Kapten Bastari 5 tahun 8 bulan. Keduanya juga dipecat dari
dinas kepolisian.
Letkol Suyono dan Kapten Bastari yang dipersalahkan melakukan
percobaan pembunuhan berencana terhadap Ny. Supadmi
Sulistiyowati (32 tahun), terpaku mendengar vonis itu. Sementara
di belakang mereka di kursi barisan kedua, duduk Ny. Rr
Suminarsi Suyono dan Ny. Sri Anis Bastari. Kedua wanita ini
tampak menghapus air mata.
Seminggu sebelumnya, Ny. Suminarsih Suyono pingsan di ruang
sidang, ketika oditur menuntut 12 tahun penjara untuk Suyono dan
10 tahun buat Bastari.
Di ruangan lain gedung mahkamah militer itu, seorang wanita yang
tampak anggun, ikut mendengarkan keputusan hakim. Mengenakan
kain coklat bermotif kawung, lengkap dengan kebaya, selendang,
tas dan sepatu yang semuanya berwarna coklat. Dialah Ny.
Supadmi Sulistiyowati, kembang Desa Tanggul, yang datang ke
Surabaya hari itu dengan taksi carteran. "Saya tahu putusan akan
dijatuhkan kepada Pak Yono dan Pak Bas, dari seorang perwira
tinggi yang menjenguk saya," tutur Ny. Supadmi kepada TEMPO.
Ia tidak banyak komentar atas putusan terhadap kedua pamen yang
hampir membunuhnya itu. "Terus terang, senang tidak, susah pun
tidak," katanya. Baginya dengan vonis itu berarti semua
persoalan sudah selesai. "Kalau itu putusannya ya sudah, saya
kan orang awam," ujarnya enteng.
Tetapi sorenya, di rumahnya di Desa Tanggul, Supadmi ikut
menantikan siaran berita daerah yang disiarkan TVRI Surabaya
pukul 17.00. Ketika berita persidangan Suyono dan Bastari muncul
di pesawat televisi 14 inchi kepunyaannya, Supadmi setengah
berteriak -- "Yaa, yaa, itu orangnya," katanya kepada
keluarganya menunjukkan mana yang Suyono dan mana yang Bastari.
Seperti juga oditur, ketika membacakan vonis, majelis hakim
menyesalkan Suyono dan Bastari tidak mengakui kesalahan atau
menyesali perbuatan mereka. Dalam tuntutannya, Oditur Letkol (L)
Iskandar Bais SH, yakin sebelum melakukan pembunuhan yang gagal
itu, Suyono dan Bastari sudah membuat persiapan. Buktinya, kedua
pamen itu membawa senjata api, tali plastik untuk menjerat
leher Ny. Supadmi, dan jip dinas Polri yang diubah nomornya
menjadi nomor mobil pribadi L. 3415 NF. Bukti percobaan
pembunuhan masih membekas di bagian leher, rahang dan tangan
kanan Ny. Supadmi. "Hanya saja, ada hal-hal luar biasa, sehingga
korban tidak celaka," kata oditur Letkol Iskandar Bais.
Kejadian 21 Agustus 1980 lalu itu memang luar biasa. Suyono
yang memang mempunyai hubungan intim dengan Supadmi bersama
Bastari menjemput janda itu di sebuah salon kecanikan di
Tambakreja Surabaya. Dengan jip dinas ketiganya berangkat ke
luar kota.
Sampai di Mojokerto mereka beristirahat dan makan. Kemudian
perjalanan dilanjutkan dengan posisi Suyono memegang kemudi,
Supadmi di sampingnya dan Bastari di belakang. Tidak lama
kemudian, tiba-tiba Bastari memukul Supadmi dari belakang.
Terjadi pergulatan. Bastari gagal mencekek leher Supadmi.
Begitu pula jeratan talinya berhasil dilepaskan Supadmi.
Akhirnya Bastari menodongkan pistolnya, yang kemudian meledak
menembus tangan dan dahi wanita tadi. Bastari masih menyarangkan
sebuah peluru lagi di rahang Supadmi sebelum menggelundungkan
tubuh Supadmi yang sudah dibugili ke jurang Gupit di wilayah
Bojonegoro.
Ternyata perempuan yang dikira sudah mati itu, berhasil keluar
dari jurang. Cerita yang berasal dari Ny. Supadmi ini, diyakini
kebenarannya oleh majelis hakim.
Suyono dalam karirnya pernah menjadi Danres Sidoardjo dan Danres
Ponorogo. Terakhir ia dicalonkan menjadi Bupati Sidoardjo.
Bapak 6 orang anak ini dianugerahi 9 tanda jasa.
Bawahannya, Kapten Bastari, ayah 5 anak, mempunyai 3 tanda jasa.
Kedua eks perwira Polri itu sama-sama tinggal di Jalan
Trunojoyo, Surabaya. "Mereka seperti bersaudara," tutur seorang
penduduk di Jalan Trunojoyo. Keduanya juga sama-sama penatar P4.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini