Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sosok

Penghulu di tengah bunga

Pengusaha anggrek di Jakarta, sudah menyilang 100 jenis anggrek.

4 April 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RUMAH itu terletak di sudut salah satu jalan di Kota Lawang, Malang. Pekarangannya luas. Pelataran belakangnya saja, ada seluas 3.000 mÿFD. Pemiliknya, Atmo Kolopaking, menghabiskan sebagian besar waktunya di pekarangan rumah itu, atau di salah satu ruangan yang dijadikannya labortorium. Tidak ada tempat yang tidak dimanfaatkannya di lingkungan rumah itu. Ada deretan pohon anggrek. Ada parapara tempat pot kecil, setengah besar, besar -- berderet, ratusan jumlahnya. Di sudut yang lain, puluhan botol bertumpuk, menanti untuk disterilkan. Itmo Kolopaking, adalah salah seorang dari cuma beberapa gelintir penyilang anggrek di Indonesia. Dia bahkan bisa digolongkan penyilang paling tekun. Lahir di Kebumen (Ja-Teng) sekitar setengah abad yang lalu, sejak SMP, dia ingin jadi insinyur pertanian. Tapi orang tuanya ingin agar Atmo jadi dokter. Walhasil, dia tidak jadi dua-duanya. Namun hobi yang ditekuninya kini, tak banyak berbeda dengan pekerjaan seorang insinyur pertanian atau ahli botani lainnya. Sebab, selain dia mengusahakan toko bahan bangunan di Lawang dan Malang, Atmo lebih dikenal sebagai penyilang anggrek sejak tahun 1950-an. "Anggrek apa saja saya silang," ujar Atmo. Kini, lebih dari 1000 persilangan telah dikerjakannya. Yang berhasil, ada sekitar 200-an. "Dan yang telah mendapat pengesahan dari London, sekitar 120 jenis anggrek," ujar Atmo. Dan dia memang satu-satunya orang Indonesia yang mendapat sertifikat The Internasional Authority for the Registration of Orchid Hybrids, satu-satunya badan resmi per-anggrek-an dunia yang berpusat di London. Proses mendapat sertifikat resmi itu, sebetulnya tidak sulit. Atmo mengetahui hal ini pada 1968, ketika salah seorang temannya di Jakarta mengajarkan bagaimana posedurnya. Caranya ialah catatan lengkap yang memuat data-data mulai dari penyilangan sampai setelah hasil penyilangan itu berbunga, foto berwarnanya, siapa ayah dan ibu si anggrek hasil dari perkawinan tersebut. Semua data itu dikirim ke London. "Waktu pertama kali saya kirim ke London," cerita Atmo, "saya bangga sekali. Karena langsung mendapat pengesahan". Dia tidak menyebutkan, siapa "orangtua" si anak yang kemudian bernama Phalaenopsis Budiardjo itu. Phalaenopsis (Ph), adalah jenis yang biasa disebut anggrek bulan. Nama Atmo cukup populer di kalangan penggemar anggrek internasional. Bahkan banyak pengunjung dari luar negeri khusus datang ke Malang untuk melihat kebun anggrek Atmo di Lawang. "Sekitar 25% dari hasil penyilangan yang saya kirim ke London, ditolak," ujarnya lagi. Penolakan biasanya karena penyilangan serupa telah dilakukan orang lain sebelumnya. Setiap tahun, pusat registrasi di London ini membuat daftar panjang entang nama-nama anggrek yang berhasil disilang. Tahun 1970, Atmo mengawinkan Denrobium Meta Sari Mustika dan Denrobium Anosmum. Eddy Jaya Remaja seorang penggemar anggrek juga, kemudian membelinya satu juta rupiah. Maklum, anggrek tersebut bernama Denrobium Eddy Jaya Remaja. "Ini memang bibit termahal yang pernah saya jual," kata Atmo, "dan ternyata, bunganya luar biasa indahnya." Lima lembar dari Denrobium itu berwarna putih, sedangkan hanya selembar -- yang merupakan lidah -- berwarna merah. Bunganya pun cukup banyak. Belakangan, Atrno mendengar bahwa Denrobium Eddy Jaya Remaja itu telah dibeli Nyonya Imelda Marcos. Tentu dengan harga yang lebih mahal. "Siapa saja boleh minta namanya diabadikan," tukas Atmo, "tidak perlu bayar." Sekarang sebanyak 12 orang sedang menunggu giliran agar namanya diabadikan sebagai nama suatu anggrek hasil penyilangan. Kebanyakan, memang nama-nama terkenal. Atau tokoh-tokoh penggemar anggrek. Antara lain yang telah berhasil adalah Ph. Sri Rejeki Bardosono, istri bekas Ketua PSSI. Jenis dari keluarga anggrek bulan ini kemudian diabadikan dalam perangko Rp 40. Ketika diikutkan dalam pameran anggrek di Singapura, jenis ini keluar sebagai salah satu pemenang. Dalam upacara kecil awal Maret lalu anggrek hasil silangan Atmo terbaru Ph. Egnie Soegiyono telah diserahkan kepada yang empunya nama. Egnie adalah istri Walikota Malang, yang pernah menjuarai turnamen golf memperebutkan piala Tien Suharto pada 1977 dan 1980. "Nama ini atas usul PAI Malang," katanya. PAI ialah singkatan dari Persatuan Anggrek Indonesia. "Tapi saya tidak hanya memberi nama orang-orang terkenal saja," tambah Atmo. Karena ayah dari tiga orang anak ini pernah mendaftarkan silangannya dengan nama Ph. Joko Timbul, nama seorang karyawan kantor agraria Pasuruan. Ph Egnie adalah hasil perkawinan Ph Doc Charles dari AS dan Ph Raka Sumiehan dari Indonesia. Perkawinan itu berlangsung 19 Maret, 1977. Dua tahun kemudian menghasilkan bunga kuning kemerah-merahan. Pada 30 ApriI 1980 Atmo mengirimkannya ke London. Tahun berikutnya 15 Januari, baru disahkan oleh lembaga berwenang itu. Di kebunnya, ratusan botol penuh pohon anggrek cilik. Tiap botol yang berisi kira-kira 200 pohon kecil itu dijualnya dengan harga antara Rp 2.000 sampai Rp 5.000, menurut jenisnya. Kesehatan pohon-pohon kecil itu harus selalu dipelihara. "Juga harus diperhitungkan, kekhususan apa yang ingin dicapai dari suatu penyilangan," tambah Soeyatna SH yang mempunyai kebun anggrek di Ragunan, Pasar Minggu Jakarta. Beberapa hari setelah serbuk sari ditempelkan, kelopak bunga penerima menjadi layu. Ini berarti pembuahan telah berhasil. Setiap jenis anggrek memiliki jangka waktu berbuah yang berlainan. Biji denrobium dianggap cukup masak kalau sudah berusia 3-4 bulan. Vanda sekitar 6 bulan dan jenis Cattaleya, 9 bulan. Biji tcrsebut kemudian disemai ke dalam botol yang telah bebas hama (steril). Sebelumnya, botol tadi diisi agar-agar yang telah dicampur dengan zat kimia tertentu. Anggrek memang pohon yang manja dan mahal. Karena itu kalau botol tidak bersih, bibit akan mati. Tanda kalau pertumbuhan itu berhasil ialah bila permukaan agar-agar kemudian menghijau. Enam bulan kemudian, warna hijau itu berubah menjadi biji-biji kecil menyerupai kacang hijau. Lama-lama berwujud seperti rumput dan ganggang. Baru setelah dianggap kuat, pohon cilik tadi dipindahkan ke pot kecil. "Tetapi sekali semai, bisa menghasilkan 10 sampai 15 ribu pohon," ujar Soeyatna. Istana Hashimoto Soeyatna SH adalah penyilang yang bergaul dengan anggrek sejak ia berusia 13 tahun. Dia mulai belajar menyilang pada 1960. "Tetapi selama ini, saya menyilang untuk sekedar tahu saja," ujarnya, "karena waktu untuk itu terbatas." Ia adalah seorang advokat, sehingga ia juga belum sempat mengirim hasil penyilangannya ke London. Sabar dan tekun, itulah resepnya, yang utama. "Coba saja," kata Soeyatna, "untuk menanti bunga silangan cattleya, diperlukan waktu 10 tahun. Karena baru setelah waktu tersebut, cattleya berbunga." "Ah, tapi ada juga cattleya yang berbunga setelah 3-4 tahun," ujar Haji Abdullah, yang mempunyai areal di pusat anggrek Slipi, Jakarta. Jenis vanda, katanya, bahkan sudah berkembang setelah 2 tahun. Abdullah, 62 tahun, mulai menyilang sejak 1970, yaitu pada saat ia meninggalkan profesinya sebagai pengusaha batik. Di Jakarta, ia kini dikenal sebagai salah seorang pengusaha anggrek yang sukses. Dia mengaku pernah menyilang sekitar 100 jenis anggrek. Antara lain, pada 1978 mengawinkan Denrobium Mocbtar Lubis dengan Denrobium Baninelasiantera. Hasil perkawinan itu oleh Nyonya Sudharmono (istri Mensesneg Sudharmono SH), kemudian dinamai D. Pembangunan III. Salah satu hasil penyilangannya dari jenis vanda yang terkenal ialah Vanda Istana Hashimoto yang berasal dari Vanda Istana yang berwarna merah dan Vanda Jenny Hashimoto yang merahnya sedikit pucat. Seperti Soeyatna, Abdullah juga belum mendaftarkan hasil silangannya di London. Khasanah anggrek di dunia ada sekitar 15 sampai 30.000 jenis, yang digolongkan menjadi sekitar 800 keluarga besar. Kalau penyilangan terus berlangsung, tentu jumlahnya akan semakin banyak lagi. Penyilangan yang dilakukan di Indonesia, baru secara tradisional. Sementara di luar negeri, banyak dilakukan pembiakan lewat ujung daun (tissue system) dan dari ujung akar (merristem culture).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus