Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Hak asasi, senin-kamis

Penertiban penyidangan dan penyelesaian perkara pidana, berdasarkan instruksi bersama ketua mahkamah agung, menteri kehakiman, jaksa agung. perkara-perkara pidana diprioritaskan.(hk)

4 April 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SETELAH penertiban hakim, sekarang giliran penyidangan dan penyelesaian perkara pidana dibenahi trio penegak hukum. Ketua Mahkamah Agung Mudjono, Menteri Kehakiman Ali Said dan Jaksa Agung lsmail Saleh, Senin pekan lalu di hadapan para peserta raker Departemen Kehakiman, menandatangani sebuah instruksi bersama untuk menertibkan perkara pidana. Sasaran utama, kata Menteri Ali Said, adalah perkara-perkara pidana, karena "tanpa mengurangi kepentingan perdata, perkara pidana paling berkaitan dengan kepentingan umum dan hak-hak asasi manusia." Kalau suatu kasus perkara pidana terkatung-katung dapat berarti nasib tersangka dalam tahanan juga tak menentu. Apalagi kalau tersangkanya kemudian terbukti tidak bersalah dan dibebaskan hakim. "Dalam perkara perdata tidak ada yang ditahan, damai pun bisa," ujar Ali Said. Yang menarik dari instruksi bersama itu antara lain penetapan sidang-sidang pengadilan perkara pidana harus dimulai pada jam 09.00 pagi. Begitu pula, penyidangan perkara jenis ini memakan waktu 4 hari kerja dalam seminggu, Senin sampai dengan Kamis sedang sisanya, Jumat dan Sabtu, untuk perkara-perkara perdata. Di Jakarta, misalnya, selama ini, hampir sidang pidana baru bisa dimulai di atas jam 10 siang setelah sidang perdata. Ketiga pejabat hukum itu melihat berbagai alasan penundaan penyelesaian sidang-sidang pidana seperti yang biasa terjadi selama ini tidak bisa dibenarkan lagi. Penundaan sidang yang selama ini biasanya seminggu, dalam instruksi tadi juga dibatasi hanya 3 x 24 jam. Untuk itu antara Ketua Pengadilan Negeri, Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Lembaga Pemasyarkatan sebulan sekali harus mengadakan pertemuan konsultasi. Hakim maupun jaksa yang melanggar ketentuan instruksi tadi dapat dikenai hukuman administratif. Namun dengan instruksi itu, tidak berarti perkara-perkara pidana diprioritaskan. "Semata-mata karena instruksi itu menyertakan Jaksa Agung," kata Ketua MA, Mudjono, "sebab kalau hanya perkara perdata cukup saya sendiri." Sambil menyulut rokoknya, Mudjono, tetap menganggap perkara perdata dan pidana sama. Begitu pula, "tidak ada lagi hakim pidana atau perdata, semuanya sama," ujar Mudjono. Di tingkat paling tinggi, juga para hakim agung, ditugasi menyelesaikan tunggakan perkara perdata dan perkara pidana sekaligus. Hambatan Dan memang rupanya selama ini pengurusan perkara pidana dan perdata tak banyak berbeda. Di Bali, misalnya. "Selama ini perkara perdata dan pidana berjalan sama-sama, tidak ada yang diprioritaskan," kata Made Tara, Humas Pengadilan Negeri Denpasar. Atau seperti dikatakan Wakil Ketua Pengadilan Jakarta Selatan, Mangatas Nasution, "perkara perdata juga menyangkut hak asasi manusia." Umpamanya, tambah Mangatas, kalau seseorang yang menunggu putusan rumahnya yang diserobot. Mangatas memperkirakan, hambatan yang mungkin muncul dalam pelaksanaan instruksi tadi adalah keharusan menyidangkan perkara pukul 9.00 pagi. Selama ini, misalnya, jaksa yang menjemput tersangka di LP Cipinang (Jakarta), memakan waktu yang lama juga. Karena surat panggilan harus melalui dua pejabat LP, baru kemudian tersangkanya dicari di antara sekian banyak narapidana dan tahanan. Sebab itu, Mangatas melihat beban berat akan dipikul kejaksaan kalau instruksi itu dilaksanakan. "Jaksa harus memberitahu LP sehari sebelum tersangka dihadapkan," katanya. Chabib Syarbini, Ketua Pengadilan Negeri Medan, melihat hambatan penanganan perkara pidana karena berbagai instansi, seperti kejaksaan dan lembaga pemasyarakatan. Misalnya seorang saksi yang harus didengar dalam kasus pidana, tambah Chabib, pemanggilannya melalui jaksa, polisi, camat dan lurah. Karena itu ia belum bisa menjamin penundaan sidang hanya dalam waktu 3 x 24 jam dapat terlaksana. "Tetapi sebelum instruksi itu keluar, penegak hukum di Medan sudah membuat konsensus 17 Februari yang lalu, untuk mempercepat penyelesaian perkara pidan," ujar Chabib lagi. Seperti juga Chabib, Sutomo Ha(l idimyati, Hakim Pengadilan Negeri Bantul (Yogyakarta), mengaku sebelum instruksi keluar, Pengadilan Bantul sudah melaksanakan hal-hal yang diatur oleh instruksi itu. "Justru di sini, perkara pidana lebih cepat selesainya," katanya. Menurut Ketua Pengadilan Bantul, Sam'ani Soedjono, selama 1980, di Pengadilan Bantul hanya masuk 40 perkara pidana biasa, 29 di antaranya sudah diselesaikan. Di Jakarta, selain banyak perkara, hambatan penyelesaian perkara juga menonjol. Terutama dalam pengambilan tersangka di LP Cipinang, dan pemanggilan saksi-saksi. Belum lagi halangan lain, seperti permintaan penundaan sidang oleh instansi di luar pengadilan. "Biasa, suatu sidang pidana terpaksa ditunda karena adanya permintaan dari instansi lain, misalnya karena ada tamu negara," kata seorang hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Atau, seperti kata Asisten Operasi Kejaksaan Tinggi DKI, "kalau tidak ada hambatan, tidak mungkin Jaksa Agung ikut menandatangani instruksi itu." Rupanya memang tidak gampang menegakkan hak asasi manusia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus