Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Penyidikan Nol Besar

4 Januari 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DELAPAN tahun sudah berlalu, tapi peristiwa 27 Juli tetap menjadi misteri hingga kini. Pangkalnya, para petinggi yang diduga sebagai dalangnya belum juga diadili. Salah seorang tersangka, Sutiyoso (bekas Panglima Kodam Jaya), kini malah duduk tenang sebagai Gubernur DKI Jakarta. Sejatinya, Sutiyoso sudah diperiksa oleh Mabes Polri pada Mei 2000 di era Presiden Abdurrahman Wahid. Ia dianggap sebagai pengendali komando lapangan. Hasil pemeriksaan Sutiyoso disatukan dengan berkas tersangka lain seperti Hamami Nata (bekas Kepala Polda Metro Jaya), Abu Bakar Nata P. (bekas Kepala Polres Jakarta Pusat), dan Yorrys Raweyai (Ketua Harian Pemuda Pancasila). Sampai sekarang berkas mereka masih macet di tangan penyidik. Begitu pula berkas tersangka lainnya, termasuk Zacky A. Makarim (bekas Kepala Badan Intelijen ABRI), Soerjadi (bekas Ketua Umum PDI), Buttu Hutapea (bekas Sekjen PDI), dan Alex Widya Siregar (pendukung PDI Soerjadi). Justru setelah Megawati (musuh bebuyutan Soerjadi di PDI) menjadi presiden, mereka seolah tak terusik. Berkas perkara para tersangka sebenarnya sempat di- serahkan ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta tahun lalu. Tapi berkas tersebut dikembalikan lagi ke penyidik karena dinilai kurang lengkap. "Sejak itu, berkas tersebut belum dikembalikan lagi pada kami," ujar Haryono, juru bicara Ke- jaksaan Tinggi DKI. Padahal, waktu untuk melengkapi berkas itu menurut hukum acara hanya 14 hari terhitung sejak berkas dikembalikan. Alasannya? Kesulitan mencari bukti dan saksi. Menurut Brigjen Pol. Aryanto (Direktur I Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri), pihaknya mengalami kesulitan dalam penyidikan karena terbentur rentang waktu. "Kejadiannya sudah lama, jadi agak susah," ujarnya. Praktis, sejauh ini baru Kolonel (Purn.) Budi Purnama dan kawan-kawan yang diadili. Ini pun hasilnya tak memuaskan. Dari lima terdakwa yang disidang, empat di antaranya diputus bebas. Desakan bukannya tak ada. Hampir saban tahun sekitar peringatan peristiwa 27 Juli, keluarga korban yang ter- gabung dalam Forum Komunikasi Kerukunan (FKK) 124 selalu mendatangi Mabes Polri. Mereka mendorong agar berkas para tersangka peristiwa tersebut segera dilimpahkan ke kejaksaan. Hasilnya, nol besar. "Kami cuma dipingpong," ujar Jeni Maukar, anggota FKK 124. Di mata anggota Tim Pembela Demokrasi Indonesia, Petrus Selestinus, sebenarnya penyidikan para tersangka dari kalangan petinggi lebih gampang. Soalnya, alur komando dan kewenangan mereka amat jelas. Ini tak sesulit mencari bukti baru Budi Purnama dkk. yang dianggap sebagai pelaku lapangan. Petrus juga mempertanyakan mengapa kasus ini terkesan digantung. "Jika memang tak ada kemungkinan untuk melanjutkan penyidikan, seharusnya aparat hukum berani memutuskan untuk menghentikan penyidikan," ujarnya. Empat tahun silam, setelah diperiksa penyidik, Sutiyoso pernah mengungkapkan dimensi politik di balik peristiwa 27 Juli. Dia mengatakan peristiwa ini muncul karena ada analisis politik yang melahirkan prakarsa elite penguasa. "Prakarsa itu salah satunya menghasilkan Kongres PDI di Medan hingga peristiwa 27 Juli," tuturnya. Kini, menggelinding-tidaknya berkas Sutiyoso (gubernur yang didukung oleh PDIP pimpinan Megawati) dan kawan-kawan mungkin juga sarat dipenuhi pertimbangan politik. Endri Kurniawati, Sapto Yunus

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus