Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Agar Perburuan Harun Masiku Tak Terhenti

MAKI gugat KPK agar Harun Masiku bisa disidang secara in absentia. Dianggap tak serius memburu politikus PDIP itu. 

20 Februari 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Aktivis Indonesia Corruption Watch ,melakukan aksi unjuk rasa dengan membentangkan poster bergambar buronan Harun Masiku di depan gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, 15 Januari 2024. TEMPO/Imam Sukamto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • MAKI mengajukan gugatan praperadilan kasus Harun Masiku karena yakin KPK menghentikan penyidikan kasus itu secara diam-diam.

  • Mereka meminta kasus Harun segera disidangkan di pengadilan secara in absentia.

  • Namun tak ada landasan hukum untuk melakukan hal itu.

JAKARTA – Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengajukan 14 bukti dokumen dalam sidang praperadilan kasus Harun Masiku di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin, 19 Februari 2024. Boyamin berharap bukti itu bisa membuat majelis hakim mengabulkan permohonannya agar Harun diadili tanpa kehadirannya atau in absentia. "Jadi gugatan saya ini merupakan ikhtiar," kata Boyamin setelah menjalani sidang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dari 14 dokumen yang diajukan, Boyamin menyatakan empat merupakan bukti utama yang berhubungan dengan kasus Harun. Keempatnya adalah surat perintah penyidikan tertanggal 9 Januari 2020 yang menetapkan Harun sebagai tersangka; surat perintah penyidikan baru yang ditandatangani eks Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Firli Bahuri, tertanggal 5 Mei 2023; surat perintah penangkapan tanggal 26 Oktober 2023; dan surat perintah penyitaan. "Yang bukti kelima sampai terakhir itu hanya putusan praperadilan, di mana kami (KPK dan Boyamin) sering berkelahi," ujarnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Boyamin mengajukan gugatan praperadilan karena menilai KPK seakan-akan menghentikan upaya penyidikan secara diam-diam. Anggapan itu muncul karena dia tak melihat upaya serius dari lembaga antirasuah untuk menemukan politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan tersebut. Dengan asumsi seperti itu, Boyamin menilai sidang praperadilan berwenang memeriksa sah atau tidaknya penghentian penyidikan itu seperti yang tercantum dalam Pasal 1 butir 10 poin b Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

"Sekalipun Harun Masiku belum ditemukan, KPK seharusnya melakukan pelimpahan agar perkara dapat dituntaskan melalui persidangan," kata Boyamin. "Tidak adanya perkembangan selama tiga tahun diduga sebagai bentuk penghentian penyidikan diam-diam."

Tempo telah mencoba meminta konfirmasi ihwal tuduhan MAKI yang menyebutkan KPK menghentikan penyidikan kasus Harun. Namun empat pemimpin KPK tak merespons upaya permintaan konfirmasi tersebut. Juru bicara KPK, Ali Fikri, pun tak membalas pesan tertulis yang dilayangkan Tempo.

Komisioner Komisi Pemilihan Umum periode 2017-2022, Wahyu Setiawan, memenuhi panggilan penyidik untuk menjalani pemeriksaan, di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, 28 Desember 2023. TEMPO/Imam Sukamto

Harun Masiku adalah tersangka kasus penyuapan terhadap eks komisioner Komisi Pemilihan Umum, Wahyu Setiawan. Dia menyuap Wahyu agar menjadi pengganti anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Nazaruddin Kiemas, yang meninggal. Penyerahan uang kepada Wahyu itu rupanya terendus oleh KPK, yang kemudian menggelar operasi tangkap tangan pada 8 Januari 2020. Wahyu dan sejumlah orang lain tertangkap, sedangkan Harun lolos setelah penyidik KPK mengalami drama penyanderaan di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Jakarta Selatan. 

Sejak saat itu, keberadaan Harun simpang-siur. Dia sempat disebut melarikan diri ke luar negeri. Pada Agustus tahun lalu, Kepala Divisi Hubungan Internasional Kepolisian RI Inspektur Jenderal Krishna Murti menyatakan Harun selama ini bersembunyi di Indonesia. Pasalnya, data perlintasan terakhir menunjukkan Harun masuk dari Singapura ke Indonesia melalui Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten.

Pada akhir tahun lalu, KPK sebenarnya sudah mulai kembali bergerak menelusuri keberadaan Harun. Mereka memeriksa lagi Wahyu Setiawan, bahkan hingga menggeledah kediamannya. "Wahyu didalami pengetahuannya untuk pendalaman informasi keberadaan tersangka HM," kata Ali Fikri, 2 Januari lalu.

Namun, Ali melanjutkan, pihaknya belum dapat menjelaskan detail upaya KPK mencari Harun. "Secara teknis, tidak akan KPK buka di ruang publik ihwal pencarian para DPO (daftar pencarian orang) KPK," ujarnya.

Koordinator IM57+ Institute M. Praswad Nugraha mendukung upaya Boyamin mendorong sidang in absentia terhadap Harun. Alasannya, persidangan akan membuka fakta-fakta baru dalam kasus ini. "Kalau jadi in absentia, itu kan terbuka fakta-faktanya di persidangan mengenai perbuatannya, siapa yang memberi, siapa yang menerima, dan sebagainya," ucapnya.

Menurut Praswad, semangat persidangan ini adalah membuka kembali kasus yang sudah tenggelam lebih dari empat tahun itu. "Jadi bukan lagi pada titik di mana Harun Masiku, melainkan bagaimana kemudian terbongkarnya konstruksi kejahatannya," ujarnya. "Dan kemungkinan adanya tersangka baru."

Sebagai mantan penyidik KPK, Praswad pesimistis Harun bisa tertangkap. Dia mengaku mengetahui betul bagaimana eks lembaga yang pernah ia perkuat itu enggan menangkap Harun. Hal itu, menurut dia, tecermin dari langkah KPK memberhentikan 57 pegawainya, termasuk Praswad, beberapa saat sebelum penyidik hendak menangkap Harun. "Kami sudah hampir menangkap saat itu, tapi kami langsung dinonaktifkan," tuturnya.

Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Irjen Krishna Murti (kanan) didampingi juru bicara KPK, Ali Fikri (kiri), memberikan keterangan ihwal pencarian buron Harun Masiku, di gedung Komisi Pemberantasn Korupsi, Jakarta, 8 Agustus 2023. TEMPO/Imam Sukamto

Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, tak sepakat jika kasus Harun disidangkan secara in absentia. Alasannya, sidang in absentia hanya bisa digelar jika ada barang bukti yang dikhawatirkan lapuk atau habis tidak berguna. "Jika tidak ada kepentingan barang bukti yang harus diselamatkan, persidangan itu akan sia-sia saja, bahkan dirasakan ketidakadilannya," katanya kepada Tempo, kemarin.

Fickar menjelaskan, perihal masa kedaluwarsa perkara hukum diatur dalam Pasal 78 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa masa kedaluwarsa sebuah kasus ditentukan oleh ancaman hukuman dari pasal yang diterapkan kepada tersangka. Dalam kasus Harun, Fickar menyebutkan belum ada urgensi penyelenggaraan persidangan in absentia karena, selain tidak ada barang bukti yang harus segera diselamatkan, "Belum ada alasan untuk menyidangkan secara in absentia, tidak ada urgensi penyelamatan aset," ujarnya.

Pasal 38 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi memang memungkinkan persidangan in absentia. Namun dalam penjelasan pasal itu disebutkan bahwa sidang tanpa kehadiran terdakwa hanya bisa dilakukan jika bertujuan menyelamatkan kerugian negara.

Alih-alih menyidangkan secara in absentia, Fickar justru mendorong KPK untuk serius mengejar dan menangkap Harun Masiku karena batas waktu kedaluwarsa kasus itu masih lama. Jika diperlukan, bisa dibuat penyelidikan baru ihwal adanya dugaan keterlibatan tersangka lain dalam kasus ini. "Sebaiknya jangan in absentia, kejar saja dulu (Harun Masiku), masih lama kedaluwarsanya," kata Fickar.

ADE RIDWAN YANDWIPUTRA | EKA YUDHA SAPUTRA | MAJALAH TEMPO

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Ade Ridwan Yandwiputra

Ade Ridwan Yandwiputra

Memulai karir jurnalistik di Tempo sejak 2018 sebagai kontributor. Kini menjadi reporter yang menulis isu hukum dan kriminal sejak Januari 2024. Lulusan sarjana Ilmu Komunikasi di Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik, Institut Bisnis dan Informatika Kosgoro 1957.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus