Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Perginya Pengeran Almasyah Harahap

Prof. Dr. Hazairin SH gelar sutan pangeran meninggal dunia. Almarhum adalah guru besar hukum adat dan hukum islam yang memiliki 4 bintang jasa dan menulis kurang lebih 17 buku tentang hukum.

27 Desember 1975 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MANAKALA komandan upacaa di tempat yang agak ketinggian selesai memberi aba-aba, tiba-tiba lebih dari sepuluh orang pengurus kuburan muncul setengah berlari dari balik pohon-pohon kemboja yang tak begitu rindang. Orang-orang yang sebagian besar berbaju hijau tentara itu, biarpun model gunting Cina, mengatur posisi: beberapa langsung terjun ke dalam liang dan beberapa lagi dengah cermat menguakkan bendera merah putih yang menutup keranda, lalu menguakkan kain yang bertulisan Arab dan baru mengangkat tutup keranda. Sesosok tubuh berbalut kain putih diturunkan pelan-pelan, di bawah naungan Sang Saka. Dor .... bunyi salvo kehormatan dari sepasukan polisi. Para hadirin yang mengunjungi Taman Makam Pahlawan Kalibata di siang 12 Desember itu terkejut, tapi jasad Profesor Doktor Hazairin SH gelar Sutan Pangeran dibumikan sudah. Ketika kembang-kembang ditaburkan oleh keluarga almarhum lagu Gugur Bunga dimainkan oleh seregu anggota Hankam, di bawah pohon kemboja juga. Kepergian Guru besar Hukum Adat dan Hukum Islam itu banyak mendapat perhatian. Terik matahari pekuburan yang menyengat bagai tak dirasakan oleh Menteri Ekuin Widjojo Nitisastro Kapolri Widodo dan pembesar-pembesar militer lainnya. Sementara Rektor UI Prof Mahar Mardjono dan Dekan FH-UI Padmo Wahyono serta Menteri Sosial ad interim Sunawar Sukowati yang jadi Inspektur Upacara untunglah berada di tempat kelindungan. Di rumah almarhum, bilangan bapak-bapak yang hadirpun tak terkatakan banyaknya. Siapa yang tak kenal orang pandai, yang disegani, tapi tak kurang ditakuti ini? Ahli waris ilmunya tersebar di mana-mana. Siapa saja yang pernah belajar hukum, setidaknya di ibukota, pasti punya kenangan sendiri tentang tokoh yang lahir pada 28 Nopember 1908 ini. Misalnya suatu pagi di tahun 1960-an. Profesor Hazairin telah mengambil tempat di bagian muka ruang III gedung Salemba 4 yang berbentuk tribun itu. Dua asistennya segera pula duduk di belakang. Kuliah Hukum Islam II yang diberikannya pagi itu, mengharuskan nya mengutip beberapa kata-kata Inggeris. Tetap duduk di kursi sambil menyilang kaki, Hazairin meminta asistennya yang muda menuliskan kata-kata asing tersebut. Si asisten turun, ambil kapur. Celaka, ia tak begitu tepat menuliskan bahasa Inggeris itu. Lebih celaka lagi, karena kemudian terdengar komentar profesor: "Inilah sarjana hukum zaman sekarang. Menulis bahasa Inggeris saja tidak bisa". Sang pengajar pembantu, mau bilang apa, malu saja lah. Hazairin, orang yang sangat berterusterang, sehingga bagi yang-kurang memahami, kata-katanya yang tak berbalut itu bisa dirasakan menyakitkan hati. Akan tetapi bila si pendengar suka mendudukkan dirinya sebagai anak, maka ia akan mendapat mutiara dari keterusterangan tersebut. Seperti disinggung Hazairin sendiri dalam bagian pidato penebalannya selaku Gurubesar Hukum Adat dan Hukum Islam pada FH-UI 1952: "Sebagaimana encik-encik dan tuan-tuan telah alami, maka saya adalah seorang guru yang sekali suka bercumbu-cumbu dan sekali lagi suka mencela-cela, seorang-orang yang lekas berobah corak, sekali riang, sekali gusar. Itu adalah disebabkan ukuran kesusilaan saya mengenai perhubungan antara guru dan murid, yang bagi saya sama dengan perhubungan antara bapak dan anak. Jika saya riang atau gusar, jika saya memuji atau mencela, maka itu adalah untuk kebahagiaan anak-anak atau murid-murid, menurut keyakinan saya mampan malu dan mampan bangga itu adalah sifat-sifat roh yang sehat menurut ukuran kesusilaan. Sebab itu saya berdaya upaya mempertinggi mampan malu dan mampan bangga itu, yaitu dengan memuji-muji murid-murid yang manis, yaitu murid-murid yang mengikuti tuntunan dan rajin belajar, dan sebaliknya dengan mencela dan menaikkan malu murid-murid yang lengah dan lalai. Demikian ia disegani begitu ia ditakuti, demikian mahasiswa harus tabah menjawab pertanyaan-pertanyaan mautnya, begitu pula orang cinta padanya: "Almarhum mendidik kita untuk tidak main-main dalam belajar, untuk tidak bisa main spekulasi", komentar Mayjen E.Y. Kanter SH, bekas asuhan almarhum kepada TEMPO selesai acara penguburan. Dunia hukum kehilangan seorang pemuncak dua buah bidangnya. Siapa yang bakal menggantinya? Para asistennya sudah banyak. Seperti kata Mayor Jenderal Drs. Subadi, Gubernur PTIK kepada T seusai pemakaman: "Untnglah almarhum telah membina asisten-asistennya yang cukup mampu mengantikan fungsi beliau dalam memberi kuliah-kuliah". Tapi persoalan bagi sementara pengamat, adalah jauhnya jenjang kadar antara si profesor dan sistemnya. Ini pada pandangan mereka juga menyangkut sebagian besar cabang ilmu hukum yang lain. E.Y. Kanter, yang mengetuai perkumpulan para sarjana hukum (Persahi), dengan kepulangan Profesor Hazairin mengatakan belum ada melihat dari daftar anggotanya, orang yang menurutnya sudah dapat menggantikan posisi almarhum. Dari sudut administrasi Fakultas Hukum UI telah kehilangan seorang sekretaris, yang resminya akan menandatangani ijazah para lulusan. PTIK kebobolan seorang dekan dan Ketua Dewan Guru Besar. Universitas Islam Jakarta ditinggalkan oleh seorang rektor. Sedangkan Akademi Hukum Militer/Perguruan Tinggi Hukum Militer ditinggalkan gurubesarnya. Tokoh yang mempunyai empat bintang itu (Satya Lencana Widya Sistha Gerilya, Bhayangkara kelas III dan Bintang Kartika Eka Paksi kelas III) lulus dari Rechtshooge School 1920. Karir Kampus dimulainya setelah ia mendapat gelar Doktor (disertasi De Rejang) pada 1936. Di tahun 1938 Dr. Hazirin mendapat peluang menyelidiki hukum adat di Tapanuli Selatan, di mana ia mendapat gelar Pangeran Alamsyah Harahap. Di masa-masa sebelum kemerdekaan ia pun pernah jadi pegawai Pengadilan Negeri di Padang Sidempuan Penasehat Hukum Penguasa Jepang. Kemudian setelah kemerdekaan ia jadi Ketua Pengadilan Negeri Tapanuli Selatan, kemudian asisten residen di Sibolga serta berikutnya residen di Bengkulu. Tahun 1953 menjadi Kepala Bagian Hukum Sipil pada Kementerian Kehakiman. Lalu antara 1953-54 menjabat Menteri Dalam Negeri. Setelah itu berturut-turut pegawai tinggi pada Departemen Kehakiman dan P & K dengan jabatan terakhir sebagai gurubesar. Usia tua tidak jadi halangan bagi Hazairin untuk tambah sibuk. Memberi kuliah di banyak tempat, menerima mahasiswa di rumah, membaca dan menulis, adalah kegiatan yang terus menjelang akhir hayatnya. Ia meninggalkan kurang lebih 17 buku, antaranya Demokrasi Pancasila Hukum Islam, Quo Vadis? Nabi Isa dan Roh Kudus dan Tujuh Serangkai tentang Hukum. Hazairin juga manusia yang banyak humor. Ketika pada tahun 1966 ada mahasiswa yang bertanya kenapa kita impor beras dari Mesir, yang 75% wilayahnya terdiri dari padangpasir, Hazairin menjawab: "Karena belas Mesir ada keistimewahannya. Di sana padinya ditanam wanita pakai giring-giring". Suatu ketika, di rumahnya ada kerepotan mengurus pembantu-pembantu rumah yang lari terus-terusan. Di depan isteri dan tamu-tamunya, Pangeran Alamsyah Harahap minta dicarikan dua pembantu wanita yang cantik. "Mereka akan saya kawini, sebab dengan begitu mereka tidak akan lari lagi", katanya. Tentu berseloroh . Para perawat mungkin repot juga menjaga Hazairin yang sejak Idulfitri yang lalu berada di RS Tjiptomangunkusumo. Ia tidak mau menerima obat dari siapapun (juga tidak dari anak-anaknya) kecuali dari isterinya sendiri. Pada suatu pagi para perawat hendak memeriksa bekas operasinya. Tapi Hazairin melarang mereka membuka selimutnya. Yang boleh membuka hanya isterinya. Terpaksalah mereka menunggu yang terakhir ini tiba. Mendiang juga pencinta musik. Di MULO ia masuh klub orkes sekolah. Sebuah biola tua kesayangannya hingga kini masih tersimpan baik di rumah yang -ditinggalkannya di bilangan Menteng. Jakarta.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus