Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Ibarat Makan Kada Kanyang

Pesantren darussalam di martapura, kalimantan selatan yang telah berdiri sejak th 1914, semula tak menggunakan huruf latin. Pelaksanaan sk tiga menteri di lakukan bertahap karena tenaga guru kurang. (pdk)

27 Desember 1975 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

CALON santri yang semakin banyak, telah mengakibatkan pesantren Darussalam, di kota Martapura, Kalimantan Selatan menjadi semakin sempit. Sehingga para santri yang seluruhnya berjumlah 2.312 orang itu (terdiri dari tingkat Ibtidaiyah, Tsanawiyah, Aliyah dan Mualimin enam tahun), terpaksa harus berjejal dan masuk secara bergilir pada ruang-ruang kelas yang hanya berjumlah 30 buah itu. Letaknya yang tidak strategis, terapit antara jalan raya yang ramai dan sungai yang mengorek tepiannya, menyebabkan pesantren yang sudah berdiri sejak tahun 1914 itu tidak bisa menambah ruang kelas lagi. Padahal berdasarkan jumlah santri dan peminat yang tiap tahun bertambah banyak (kebanyakan berdatangan dari luar Kalimantan, misalnya dari Ujung Pandang), masih dibutuhkan kira-kira 23 bilik lagi. Untuk menambah kekurangan itu, pimpinan pesantren mau tidak mau terpaksa menoleh ke tanah seluas 10 hektar yang memang sudah jadi miliknya berkat pemberian Menteri Amirmachmud ketika masih jadi Pangdam di daerah itu. Tentu saja harus ada modal untuk membikin bangunan kelasnya. Cara yang ditempuh pun tidak lain kecuali mohon bantuan sumbangan uang dari Bina Graha di Jakarta. Dengan rekomendasi Bupati Soeindiyo. diperkuat Gubernur Subardjo, April 1975 kemarin berhasil dikorek dompet bantuan Presiden sebesar Rp 8.640.000. Kandang Peternakan Perkara mencari sumbangan ini, nampaknya belum berhenti sampai di sana. KH Badruddin, pimpinan pesantren, juga mengedarkan les-les derma sampai ke pelosok-pelosok desa. Ada 5 ribu karcis yang beredar, tapi sampai kini 4 ribu belum kembali, walaupun sudah menghasilkan Rp 2,6 juta. Jumlah sumbangan itu masih ditambah dari Habih Alhabsyi, Kwitang, Rp 100 ribu dan H. Karim Rp 1 juta, keduanya dari Jakarta. "Sumbangan yang disebar ke pelosok desa itu seret, karena mungkin di sana sudah penuh dengan berbagai pungutan", ujar Zamain Marlim, Sekretaris Panitia Pembangunan Pesantren. Namun sulitnya sumbangan mengalir ke kantong panitia, tidak membuat pimpinan pesantren putus asa. "Nanti para ulama sendiri akan turun tangan mendekati para dermawan dan hartawan. terutama ,mereka yang alumni Darussalam sendiri", ujar Jamain lagi. Tekad untuk mengumpulkan duit banyak-banyak itu, memang bukan tanpa alasan. Sebab walaupun kini uang dari bantuan Presiden itu sudah menghasilkan enam ruang kelas plus kantor guru, rencana pembangunan kompleks pesantren yang nantinya akan terdiri dari laboratorium keterampilan, poliklinik, kandang peternakan, perkebunan dan mussala itu, diperkirakan seluruhnya akan menyedot biaya sebesar Rp 305 juta lebih. Barangkali karena itu pula, lewat Menteri Amirmachmud (lagi), sehari setelah pelantikan Gubernur Subardjo, Nopember kemarin, bantuan Presiden datang lagi sebanyak Rp 1 juta. Berdiri lewat tokoh pergerakan Sarikat Islam, KH Jamaluddin, pesantren Darussalam pada mulanya tak sedikit pun menggunakan huruf latin. Maklumlah pada waktu itu huruf semacam itu dianggap huruf "Belanda". Bahkan sampai ketika pimpinan kemudian berada di tangan KH Kasful Anwar almarhum, pesantren itu selain tidak menggunakan huruf latin, pengetahuan umum pun nyaris tidak disentuh. Baru pada tahun 1960, ketika pimpinan dipegang oleh KH Anang Syarani, pembaharuan terhadap pesantren itu, misalnya dengan memasukkan pengetahuan umum ke dalam kurikulum, mulai dilakukan. Serba Taggung Ustad yang satu ini, tentu saja cukup berhati-hati, mengingat masih ada ustad-ustad senior lain yang tetap menginginkan agar pesantren itu hanya mengajarkan tentang agama saja. Lebih-lebih, banyak santri-santri muda lulusan Darussalam - yang kemudian mendirikan madrasah-madrasah di desa-desa yang orientasi pengajarannya cenderung berpola pendidikan Darussalam semula. Gejala serupa itu, sudah tentu berpengaruh terhadap keputusan tiga Menteri yang menyebutkan bahwa madrasah paling sedikit bisa mengajarkan pengetahuan umum sebanyak 70 persen dan 30 persen pelajaran agama. Walaupun memang SK tiga Menteri itu akan dilaksanakan secara hertahap. "Kalau dilaksanakan secara drastis, bisa menimbulkan goncangan-goncangan". ujar HM Saleh, Kepala Kantor Departemen Agama, Kabupaten Banjar. Bagi pesantren Darussalam, pembaharuan yang dikehendaki oleh SK Tiga Menteri itu, bukan tidak menumbuhkan masalah. Memang para ustad di sana cukup mafhum akan dimaksud pemerintah. Tapi sampai seberapa jauh tentu tenaga guru untuk mata pelajaran umum bisa tersedia di pesantrennya? HM Saleh sendiri mengatakan bahwa dia belum jelas betul tentang apa-apa saja pelajaran umum yang 70 persen itu. Walaupun penataran pelajaran-pelajaran umum sudah juga dilakukan terhadap para ustad, misalnya dalam mata pelajaran matematik, IPA dan sebagainya, waktu yang singkat karena biaya sendiri itu menyebabkan hasilnya kurang bisa diharap banyak. Bak kata seorang guru madrasah: "Mailap-ilap, ibarat mandi kada basah, ibarat makan kada kanyang" Maksudnya, segalanya serba tanggung. Itu sebabnya, Saleh kemudian berpendapat bahwa pelaksanaan SK Tiga Menteri itu di daerahnya, mungkin baru bisa terlaksana sekitar tahun 1984. "Itupun bila pengadaan tenaga guru dan buku-buku pelajaran sudah bisa teratasi secara menyeluruh ke desa-desa", katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus